BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sesungguhnya jiwa dan hati memerlukan ikatan janji harian, bahkan ikatan janji saat demi saat. Jika manusia tidak mengikat jiwanya dengan janji harian atau waktu demi waktu niscaya akan menemukan telah banyak menyimpang, sebagaimana akan mengetahui hatinya telah kesat dan lalai. Dari sinilah para ahli perjalanan kepada Allah mengambil langkah Musyarathah, muraqabah, muhasabah, mujahadah, dan mu’athabah sebagai salah satu sassaran tazkiyatun nafs.
Tapi kali ini kami tidak akan membahas semuanya, yang akan kami bahas yaitu tentang Muraqabah Allah. Sebagaimana firman Allah:
6. Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, Padahal mereka telah melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu. ( Al-Mujadalah : 6)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian muraqabatullah ?
2. Apa ciri-ciri orang yang muraqabah Allah?
3. Apa sifat yang dimiliki orang yang muraqabah Allah ?
4. Apa hasil yang di dapatkan jika kita muraqabah Allah?
5. Bagaimana membudayakan muraqabah Allah ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui muraqabah Allah
2. Mengetahui ciri-ciri orang yang mureaqabah Allah
3. Mengetahui sifat yang dmiliki orang yang muraqabah Allah
4. Mengetahui hasil muraqabah Allah
5. Mengetahui membudayakan muraqabah Allah
D. METODE PENULISAN
Makalah ini ditulis secara sistematis yaitu dimulai dengan pendahuluan, tinjauan teori, pembahasan, dan terakhir penutupan.
E. MANFAAT
Dengan makalah ini mudah-mudahan dapat turut serta membudayakan minat baca umat Islam sehingga ilmu pengetahuan dapat terus berkembang. Amin
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN MURAQABAH
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.( Mas’oed Abidin ).
Sesungguhnya jiwa dan hati memerlukan ikatan janji harian, bahkan ikatan janji saat demi saat. Jika manusia tidak mengikat jiwanya dengan janji harian atau waktu demi waktu niscaya akan menemukan telah banyak menyimpang, sebagaimana akan mengetahui hatinya telah kesat dan lalai. Dari sinilah para ahli perjalanan kepada Allah mengambil langkah Musyarathah, muraqabah, muhasabah, mujahadah, dan mu’athabah sebagai salah satu sassaran tazkiyatun nafs.
Sebagaimana firman Allah :
$pkš‰r'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u‘ “Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oy‰Ïnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry— £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í‘ #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# “Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnö‘F{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3ø‹n=tæ $Y6ŠÏ%u‘ ÇÊÈ
1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
(An-Nisa : 1).
[263] Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
tPöqtƒ ãNßgèWyèö6tƒ ª!$# $Yè‹ÏHsd Oßgã¥Îm7t^ã‹sù $yJÎ/ (#þqè=ÏJtã 4 çm9|Áômr& ª!$# çnqÝ¡nSur 4 ª!$#ur 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« Íky ÇÏÈ
6. Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, Padahal mereka telah melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu. ( Al-Mujadalah : 6).
óOs9r& Ls>÷ètƒ ¨br'Î/ ©!$# 3“ttƒ ÇÊÍÈ
14. Tidaklah Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?(Qs. Al-Alaq : 6).
Sesungguhnya manusia hakikinya selalu berhasrat dan ingin kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.
Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, « “Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.” »
Syeikh Abu Utsman Al Maghriby mengatakan, « “Abu Hafs mengatakan kepadaku, ‘manakala engkau duduk mengajar orang banyak jadilah seorang penasehat kepada hati dan jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh ramainya orang berkumpul di sekelilingmu, sebab mungkin mereka hanya melihat wujud lahiriahmu, sedangkan Allah SWT memperhatikan wujud batinmu.” »
Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.
Naskah Hadits
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: «كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً, فَقَالَ: يَا غُلاَمُ, إِنّي أُعَلّمُكَ كِلمَاتٍ: إِحْفَظِ الله يَحْفَظْكَ, إِحْفَظِ الله تجِدْهُ تجَاهَكَ, إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ الله, وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بالله, وَاعْلَمْ أَنّ الأُمّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ الله لَكَ, ولو اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرّوكَ إِلاّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ الله عَلَيْكَ, رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفّتِ الصّحُف». قال: هَذَا حَديثٌ حسنٌ صحيحٌ.
Dari Ibn ‘Abbas RA., dia berkata, “Suatu hari aku berada di belakang Nabi SAW., lalu beliau bersabda, ‘Wahai Ghulam, sesungguhnya ku ingin mengajarkanmu beberapa kalimat (nasehat-nasehat), ‘Jagalah Allah, pasti Allah menjagamu, jagalah Allah, pasti kamu mendapatinya di hadapanmu, bila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfa’at bagimu, maka mereka tidak akan dapat memberikannya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau mereka berkumpul untuk merugikanmu (membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. at-Turmudzy, dia berkata, ‘Hadits Hasan Shahih’. Hadits ini juga diriwayatkan Imam Ahmad).
Urgensi Hadits
Al-Hafizh Ibn Rajab RAH., berkata, “Hadits ini mencakup beberapa wasiat agung dan kaidah Kulliyyah (menyeluruh) yang termasuk perkara agama yang paling urgen. Sangat urgennya, sebagian ulama pernah berkata, ‘Aku sudah merenungi hadits ini, ternyata ia begitu membuatku tercengang dan hampir saja aku berbuat sia-sia. Sungguh, sangat disayangkan sekali bila buta terhadap hadits ini dan kurang memahami maknanya.” (Lihat, Jaami’ al-‘Uluum, Jld.I, h.483).
Kosa Kata
Makna perkataannya:
Makna perkataannya:
Di belakang Nabi : yakni di atas kendaraannya
Wahai Ghulam : yakni bocah yang belum mencapai usia 10 tahun
Jagalah Allah : yakni jagalah aturan-aturan-Nya (Hudud-Nya) dan komitmenlah terhadap segala perintahnya serta jauhilah segala larangannya
Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering : yakni takdir-takdir telah ditetapkan dan telah dicatat di Lauh al-Mahfuuzh
Jagalah Allah : yakni jagalah aturan-aturan-Nya (Hudud-Nya) dan komitmenlah terhadap segala perintahnya serta jauhilah segala larangannya
Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering : yakni takdir-takdir telah ditetapkan dan telah dicatat di Lauh al-Mahfuuzh
Pesan-Pesan Hadits
1. Hadits di atas menunjukkan perhatian khusus Nabi SAW., terhadap umatnya dan kerja karas beliau di dalam menumbuhkan mereka di atas ‘aqidah yang benar dan akhlaq mulia. Di sini (dalam hadits) beliau mengajarkan si bocah ini –yang tak lain adalah Ibn ‘Abbas- beberapa nasehat dalam untaian yang singkat namun padat makna.
2. Di antara isi wasiat ini adalah agar menjaga Allah Ta’ala, yaitu dengan menjaga Hudud-Nya, hak-hak, perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Menjaga hal itu dapat direalisasikan dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan tidak melanggar apa yang diperintahkan dan diizinkan-Nya dengan melakukan apa yang dilarang-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Inilah yang dijanjikankepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (Q.s.,Qaaf:32-33)
3. Di antara hal yang terdapat perintah agar menjaganya secara khusus adalah shalat sebagaimana firman-Nya, “Jagalah segala shalat(mu), dan (jagalah) shalat Wustha.” (Q.s.,al-Baqarah:238), dan thaharah (kesucian) sebagaimana bunyi hadits Rasulullah SAW.“Beristiqamahlah (mantaplah) sebab kamu tidak akan mampu menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik pekerjaan kamu adalah shalat sedangkan yang bisa menjaga wudlu itu hanya seorang Mukmin.” (HR.Ibn Majah). Di antaranya juga adalah sumpah sebagaimana firman-Nya, “Dan jagalah sumpahmu.”(Q.s., al-Maa`idah:89)
4. Di antara penjagaan yang diberikan oleh Allah adalah penjagaan-Nya terhadapnya di dalam kehidupan dunia dan akhirat:
a. Allah menjaganya di dunia, yaitu terhadap badannya, anaknya dan keluarganya sebagaimana firman-Nya, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Q.s., ar-Ra’d:11). Ibn ‘Abbas RA., berkata, “Mereka itu adalah para malaikat yang menjaganya atas perintahAllah. Dan bila takdir telah tiba, mereka pun meninggalkannya.” (Dikeluarkan oleh ‘Abduurrazzaq, al-Firyaaby, Ibn Jarir, Ibn al-Mundzir dan Ibn Abi Haatim sebagai yang disebutkan di dalam kitab ad-Durr al-Mantsuur, Jld.IV, h.614). Allah juga menjaganya di masa kecil, muda, kuat, lemah, sehat dan sakitnya.
b. Allah juga menjaganya di dalam agama dan keimanannya. Dia menjaganya di dalam kehidupannya dari syubhat-syubhat yang menyesatkan dan syahwat yang diharamkan.
c. Allah juga menjaganya di dalam kubur dan setelah alam kubur dari kengerian dan derita-deritanya dengan menaunginya pada hari di mana tiada naungan selain naungan-Nya
5. Di antara penjagaan Allah lainnya terhadap hamba-Nya adalah menganugerahinya ketenangan dan kemantapan jiwa sehingga dia selalu berada di dalam penyertaan khusus Allah. Mengenai hal ini, Allah berfirman ketika menyinggung tentang Musa dan Harun AS., “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku berserta kamu berdua; Aku mendengar dan melihat.” (Q.s., Thaaha:46) Demikian juga dengan yang terjadi terhadap Nabi dan Abu Bakar ash-Shiddiq saat keduanya berhijrah dan berada di gua, Rasulullah SAW., bersabda, “Apa katamu terhadap dua orang di mana Yang Ketiganya adalah Allah? Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (HR.Bukhari, Muslim dan at-Turmudzy).
6. Seorang Muslim wajib mengenal Allah Ta’ala, ta’at kepada-Nya dan selalu mengadakan kontak dengan-Nya dalam semua kondisinya sebab orang yang mengenal Allah di dalam kondisi sukanya, maka Allah akan mengenalnya di dalam kondisi sulitnya dan saat dia berhajat kepada-Nya.
7. Terkadang ada orang yang tertipu dengan kondisi kuat, fit, muda, sehat dan kayanya namun sesungguhnya nasib orang yang demikian ini hanyalah kerugian, kesia-siaan dan celaka.
8. Seorang harus selalu antusias untuk memperbanyak meminta pertolongan kepada Allah dan memohon kepada-Nya dalam semua kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hendaklah dia tidak memohon kepada selain-Nya terhadap hal tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah seperti meminta kepada para wali yang shalih, orang mati dan sebagainya. Allah berfirman, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu pula kami meminta tolong.” (Q.s., al-Fatihah:5).
9. Sesungguhnya apa-apa yang menimpa seorang hamba di dunia, baik yang mencelakakan dirinya atau yang menguntungkannya; semuanya itu sudah ditakdirkan atasnya. Dan tidaklah menimpa seorang hamba kecuali takdir-takdir yang telah dicatatkan atasnya di dalam kitab catatan amal sekalipun semua makhluk berupaya untuk melakukannya (mencelakan dirinya atau memberikan manfa’at kepadanya). Allah berfirman, “Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.” (Q.s.,at-Taubah:51).
10. Bila seorang hamba telah mengetahui bahwa tidak akan ada yang dapat menimpanya baik berupa kebaikan, keburukan, hal yang bermanfa’at atau pun membahayakannya kecuali apa yang telah ditakdirkan oleh Allah darinya, serta mengetahui bahwa seluruh upaya yang dilakukan semua makhluk karena bertentangan dengan hal yang ditakdirkan tidak akan ada gunanya sama sekali; maka ketika itulah dia akan mengetahui bahwa hanya Allah semata Yang memberi mudlarat, Yang menjadikan sesuatu bermanfa’at, Yang Maha Memberi atau pun Menahannya. Sebagai konsekuensi dari semua itu, seorang hamba mestilah mentauhidkan Rabbnya dan menunggalkan-Nya dalam berbuat keta’atan dan menjaga Hudud-Nya.
11. Seorang Muslim harus menghadapi takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya dengan penuh keridlaan dan kesabaran agar bisa meraih pahala atas hal itu. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan diganjari pahala mereka dengan tanpa hisab (perhitungan).” (Q.s., az-Zumar:10). Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW., bersabda, “Sungguh aneh kondisi seorang Mukmin; sesungguhnya semua kondisinya adalah baik, jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur; maka itu adalah baik baginya. Dan bila ia ditimpa hal yang tidak menguntungkannya (kemudlaratan), ia bersabar; maka itu adalah baik (pula) baginya.” (HR.Muslim).
12. Seorang Muslim tidak boleh dihantui keputusasaan dan pupus harapan terhadap rahmat Allah ketika mengalami suatu problem atau musibah. Ia harus bersabar dan mengharap pahala dari Allah atas hal itu serta bercita-cita agar mendapatkan kemudahan (jalan keluar) sebab sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.
إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَعْرِفَ قَدْرَكَ عِنْدَهُ فَانْظُرْ يُقِيْمُكَ
“ Jika engkau ingin tahu kedudukanmu di sisi Allah, maka perhatikanlah di mana Allah menempatkanmu”.
BAB III
PEMBAHASAN
B. CIRI-CIRI ORANG YANG MEMILIKI SIFAT MURAQABAH
Bukti muraqabah adalah tercermin dalam akhlak, perilaku yang buruk terjadi karena sistem kontrol diri yang buruk, maka perbaikan aqidah (muraqabah) harus dilakukan. Dalam (muraqabah) setiap perbuatan yang akan dilakukan maka dia akan berkata ” apakah Allah ridho dengan apa yang akan saya kerjakan ini?”
C. HASIL DARI SIFAT MURAQABAH
Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur. Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau realisasikan dalam hidupmu. Ia akan bermanfaat bagi dirimu sendiri. Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin, karena malaikat senantiasa mengontrolmu. Allah SWT Maha Mengetahui segala hal di dalam batin. Seharusnya engkau malu kepada Allah SWT dalam setiap kesempatan dan seyogyanya hukum Allah SWT menjadi pegangan dalam keseharianmu.
Di tengah-tengah masyarakat, hidup bebas tanpa aturan sudah menjadi gejala umum. Sikap individualis, hedonis (sekadar mencari kesenangan) dan permissif (bebas) kian melekat dalam perilaku keseharian. Standar halal dan haram makin tergerus dalam berbagai aspek kehidupan. Di bidang ekonomi, misalnya, orang hanya berpikir bagaimana meraih untung, tidak peduli dengan cara apa. Pemalsuan produk, pembalakan hutan, pengoplosan BBM sampai penggunaan bahan-bahan campuran yang haram akhirnya dilakukan demi meraup untung. Semua itu mereka lakukan seolah-olah Allah tak melihatnya.
Dunia pendidikan juga dipenuhi segudang masalah. Di antaranya: akhlak peserta didik yang kian menipis dan tak sedikit pula anak sekolah/remaja yang terjerembab dalam kehidupan seks bebas. RCTI (25/5/2007) mewartakan, seks bebas di kota-kota besar sudah melampau batas. Seks bebas di kalangan remaja Makasar di SMP sudah mencapai 40–50 persen, di kalangan SMA 60–90 persen, dan di tingkat mahasiswa sudah mencapai angka 90 pesen. Sementara itu, lebih dari 2 juta remaja kita telah terperosok ke dunia hitam narkoba.
Adapun di tingkat elit pejabat/penguasa, termasuk wakil rakyat, gejala tak peduli terhadap aturan-aturan Allah dan abai terhadap batasan halal-haram semakin terang-terangan. Birokrasi di negeri ini sudah biasa dipenuhi dengan budaya sogok-menyogok. Tanpa “uang pelicin” perkara mudah menjadi sulit dan rumit. Korupsi pun dilakukan secara ‘berjamaah’. Setiap instansi seolah punya “kerajaan” dan “kekuasaan” tersendiri sehingga legal untuk melakukan berbagai pungutan. Tidak kurang dari 1.366 Perda tentang pajak dan retribusi (pungutan) tidak dilaporkan ke Depkeu, yang akhirnya menyebabkan ekonomi biaya tinggi (Kompas, 22/5/07).
Sudah bukan rahasia umum bahwa hukum dan peradilan sekular di negeri ini selalu gagal dalam mengadili kasus-kasus yang melibatkan para pejabat atau penguasa. Karena itu, pengusutan kasus dana dari DKP dan pihak asing kepada para capres dan cawapres pada Pemilu 2004 akan sulit dilakukan, sebagaimana sulitnya memberantas kasus-kasus korupsi para pejabat/penguasa selama ini. Di samping karena sistem hukum dan peradilannya bobrok, moralitas para aparat penegak hukumnya pun runtuh. Jaksa Agung Hendarman Supandji hari Jumat (25/5) di Jakarta mengungkapkan, “Jaksa-jaksa di DKI paling tinggi melakukan pelanggaran.” Ada 166 jumlah laporan jaksa nakal se-Indonesia hanya dalam jangka waktu Januari-Maret saja (Republika, 26/05/07). Sekali lagi, semua itu mereka lakukan seolah-olah Allah SWT tidak melihatnya.
Seorang hamba wajib mengontrol seluruh aktifitas gerak hati, lisan dan perilakunya. Apabila seorang hamba telah merasakan muraqabatullah maka sesungguhnya ia telah memelihara batas-batas agamanya, tidak ada celah baginya untuk melanggarnya, karena ia meyakini dan berikrar.
D. SIFAT ORANG YANG MURAQABAH KEPADA ALLAH
Muraqabah adalah sebuah bentuk kesadaran karena dengan muraqabatullah maka seorang hamba membaginya dalam lima bagian :
Muraqabah adalah sebuah bentuk kesadaran karena dengan muraqabatullah maka seorang hamba membaginya dalam lima bagian :
(1) bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa.
(2) amar ma’ruf nahi mungkar dengan senantiasa bertaubat, dan tafakkur.
(3) bersyukur yang diwujudkan dengan sikap batin, lisan dan amal shalih.
(4) menjaga hati dan seluruh anggota tubuh untuk tetap istiqomah.
(5) bersabar dalam menghadapi cobaan-musibah hidup dan bersabar dalam menjalankan perintah Allah dengan tidak mengeluh apalagi protes.
Dengan muraqabah memungkinkan sesorang beraktifitas dalam kesadaran penuh, dia tau apa yang dilakukan dan dia juga tau apa konsekuensi yang akan terjadi jika dia melakukannya, sehingga dia melakukan aktifitas tidak sembarangan (asal-asalan), setiap aktifitasnya sudah dipikirkan sebelumya. Kecerdasan inilah sebagai kontrol diri. Seandainya para penguasa melakukan konsep ini maka tidak ada istilah KKN, tidak ada istilah ketidakadilan, kecurangan. Semua aktifitas dalam kondisi terkontrol-tersadarkan dan bisa di pertanggungjawabkan.
Dengan muraqabah memungkinkan sesorang beraktifitas dalam kesadaran penuh, dia tau apa yang dilakukan dan dia juga tau apa konsekuensi yang akan terjadi jika dia melakukannya, sehingga dia melakukan aktifitas tidak sembarangan (asal-asalan), setiap aktifitasnya sudah dipikirkan sebelumya. Kecerdasan inilah sebagai kontrol diri. Seandainya para penguasa melakukan konsep ini maka tidak ada istilah KKN, tidak ada istilah ketidakadilan, kecurangan. Semua aktifitas dalam kondisi terkontrol-tersadarkan dan bisa di pertanggungjawabkan.
E. MEMBUDAYAKAN SIKAP MURAQABAH ALLAH
Jelas, ada suatu yang salah dari keberislaman umat di negeri ini. Dalam hal ini, sikap murâqabah (selalu merasa dekat dan diawasi Allah), sebagai konsekuensi keimanan seorang Muslim, seolah tidak tampak dalam kehidupan kaum Muslim saat ini.
Mungkin dari beberapa dari kita hari ini sudah lupa tentang ihsân yang telah berabad-abad diajarkan Baginda Rasulallah.. Diriwayatkan, ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasul—yang ternyata adalah Malaikat Jibril—tentang ihsân. Laki-laki itu bertanya kepada Rasul, “Ceritakanlah kepadaku tentang ihsân.” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kita juga mungkin lalai bahwa segala gerak lahiriah dan batiniah kita akan dimintai tanggung jawabnya oleh Allah SWT di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلئَِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. (QS al-Isra’ [17]: 36).
Sabda Nabi saw. dan firman Allah SWT di atas seharusnya menjadikan setiap Muslim, rakyat biasa ataupun pejabat/penguasa, di mana pun dan kapan pun berada, harus memiliki kesadaran bahwa dia selalu diawasi oleh Allah SWT. Allah tidak pernah lengah terhadap segala apa yang kita perbuat. Singkatnya, sikap murâqabah harus membudaya.
Budaya Murâqabah Harus Disertai dengan Penerapan Syariah
Mewujudkan sikap dan budaya murâqabah (selalu merasa diawasi Allah SWT) dalam kehidupan bukanlah perkara mudah. Peran bersama individu, kontrol masyarakat dan penegakkan hukum Islam oleh negara mutlak diperlukan.
Secara individual, agar kesadaran individu terwujud diperlukan adanya upaya pendidikan dan pembinaan serius yang berkesinambungan dengan berbagai cara dengan wasilah yang beragam. Pembinaan yang dilakukan harusnya memiliki karakter mendasar dengan proses berpikir yang jernih. Dengan begitu, keimanan yang mendalam bisa ditanamkan. Dengan itu pula seorang Muslim akan selalu terdorong untuk terikat dengan seluruh aturan Allah SWT.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Sesungguhnya setiap hari bahkan setiap saat kita harus merasa selalu diawasi Allah, sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
2. Bukti muraqabah adalah tercermin dalam akhlak, perilaku yang buruk terjadi karena sistem kontrol diri yang buruk, maka perbaikan aqidah (muraqabah) harus dilakukan. Dalam (muraqabah) setiap perbuatan yang akan dilakukan maka dia akan berkata ” apakah Allah ridho dengan apa yang akan saya kerjakan ini?”
3. Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur.
4. Sifat orang yang bermuraqabah yaitu : bertaqwa, Amal ma’ruf nahi mungkar, bersyukur, menjaga hati dan anggota tubuh, dan bersabar dalam menghadapi cobaan.
5. Secara individual, agar kesadaran individu terwujud diperlukan adanya upaya pendidikan dan pembinaan serius yang berkesinambungan dengan berbagai cara dengan wasilah yang beragam. Pembinaan yang dilakukan harusnya memiliki karakter mendasar dengan proses berpikir yang jernih. Dengan begitu, keimanan yang mendalam bisa ditanamkan. Dengan itu pula seorang Muslim akan selalu terdorong untuk terikat dengan seluruh aturan Allah SWT.
SARAN
Muraqabah sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena dengan merasa selalu diawasi Allah tindakan dan pikiran kita selalu disesuaikan dengan aturan syariat Allah. Untuk itu penyusun mengajak pembaca untuk selalu merasa diawasi Allah karena dengan muraqabah kita bisa menuju derajat taqwa dan bahagia.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Quran dan Terjemahannya.(1989).DepartemenAgama Republik Indonesia.
- Hawwa, Sa’id.(1998).Intisari Ihya Ulumuddin Al-Ghazali.Jakarta.Robbani press, Jakarta.
- Hawwa, Sa’id.(1999).Mencapai maqam shidiqqun dan Rabbaniyun dalam perspektif Al-qur’an dan As-shunah.Jakarta. Robbani press, Jakarta.