A.
Dalil-dalil
dan Terjemah
-
خَطَبَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم ذَاتَ يَوْمٍ فَأَثْنَى عَلَى
طَوَائِفٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا قاَلَ: مَا بَالَ أَقْوَامٌ لاَ يُفَقِّهُوْنَ
جِيْرَانَهُمْ وَلاَ يُعَلِّمُوْنَهُمْ وَلاَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَلاَ يَأْمُرُوْنَهُمْ
وَلاَ يَنْهُوْنَهُمْ،وَ مَا بَالَ أَقْوَامٌ لاَ يَتَعَلَّمُوْنَ مِنْ جِيْرَانِهِمْ
وَلاَ يَتَفَقَّهُوْنَ وَلاَ يَتَعَظُّوْنَ، وَاللهِ لَيُعَلِّمَنَّ قَوْمٌ جِيْرَانَهُمْ
وَ يُفَقِّهُوْنَهُمْ وَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَ يَأْمُرُوْنَهُمْ وَ يَنْهُوْنَهُمْ وَ
لَيَتَعَلَّمَنَّ قَوْمٌ مِنْ جِيْرَانِهِمْ وَ يَتَفَقَّهُوْنَ وَ يَتَعَظُّوْنَ أَوْ
لأُعَاجِلَنَّهُمُ الْعُقُوْبَةُ. الطبراني- تربية الأولاد في الإسلام،1.
Artinya:
Pada suatu hari
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, dan
memberikan pujian kepada sekelompok
umat islam, beliau bersabda, “Bagaimana kabar kaum-kaum yang tidak memberikan
pemahaman kepada tetangga mereka, tidak pula mengajari mereka, tidak memberikan
nasehat kepada mereka, tidak memerintahkan pada kebaikan, dan tidak pula
mencegah pada keburukan. Dan bagaimana kaum-kaum yang tidak mau belajar dari
tetangga mereka, tidak meminta pemahaman, dan tidak meminta nasehat. Demi Allah
kaum yang tidak mengajari, tidak memberikan pemahaman dan nasehat, dan tidak
amar ma’ruf nahyi mungkar kepada tetangga mereka. Dan kaum yang tidak belajar,
tidak meminta pemahaman dan nasehat dari tetangganya, niscaya mereka semua akan
mendapatkan siksaan.” (Ath Thabrani, Tarbiyatul aulad fil islam 1.)
-
اقْرَأْ بِاسْمِ
رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
(5)
Artinya:
“Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam[Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan
perantaraan tulis baca], Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(Q.S. Al ‘Alaq: 1-5)
- العِلْمُ خَزَائِنٌ مَفَاتِيْحُهَا
السُّؤَالُ أَلاَ فَاسْأَلُوْا فَإِنَّهُ يُوْجَرُ فِيْهِ أَرْبَعَةٌ: السَّائِلُ وَ
الْعَالِمُ وَ الْمُسْتَمِعُ وَ الْمُحِبُّ لَهُمْ (أبو نعيم)
Artinya:
“Ilmu itu adalah gudang, adapun kuncinya adalah bertanya, maka bertanyalah
karena akan diberi pahala kepada empat orang, yaitu: orang yang bertanya, orang
yang berilmu, orang yang mendengarnya, dan orang yang mencintai mereka.” (Abu
Nu’aim)
-
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا
رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Artinya:
“Tidak sepatutnya bagi
mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.” (Q.S. At Taubah: 122)
- قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم: صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ إِذَا صَلَحُوْا صَلَحَ
النَّاسُ وَ إِذَا فَسَدُوْا فَسَدَ النَّاسُ: الأُمَرَاءُ وَالْفُقَهَاءُ (أخرجه ابن
عبد البر, عن ابن عباس)
Artinya:
Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Terdapat dua golongan dari umatku yang apabila
mereka baik, maka manusia yang lain akan baik pula. Dan apabila mereka rusak
,maka manusia yang lain akan rusak pula, adapun mereka yaitu: Para penguasa dan
para fuqoha” (dikeluarkan oleh Ibnu ‘Abdil Bar dari Ibnu ‘Abbas)
- وَلِكُلِّ شَيْئٍ عِمَادٌ
وَ عِمَادُ هٰذَا الدِّيْنُ الفِقْهُ (رواه الطبراني، عن أبي هريرة)
Artinya:
“Dan bagi setiap sesuatu mempunyai tiang, Adapun
tiangnya agama adalah fiqh.”
(H.R. Ath Thabrani
dari Abu Hurairah)
- وَسَيَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ
زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَائِهِ كَثِيْرٌ خُطَبَائِهِ
قَلِيْلٌ مُعْطُوْهُ كَثِيْرٌ سَائِلُوْهُ (الطبراني)
Artinya:
Dan akan tiba suatu
zaman pada manusia yang orang-orang pahamnya sedikit, namun banyak para ahli
bicara. Sedikit yang memberi, namun banyak yang meminta. (Ath Thabrani)
- قاَلَ بَعْضُ الْحُكَمَاءُ: إِنِّي لاَ أَرْحَمْ رِجَالاً كَرَحْمَتِيْ ِلأَحَدِ
رَجُلَيْنِ : رَجُلٌ يَطْلُبُ الْعِلْمَ وَلاَ يَفْهَمْ، وَرَجُلٌ يَفْهَمُ اْلعِلْمَ
وَلاَ يَطْلُبُهُ.
Artinya:
Berkata sebagian ahli
hikmah, “Sesungguhnya aku tidak akan menyayangi kepada salah satu dari dua
orang ini, yaitu: orang yang mencari
ilmu namun tidak paham, dan orang yang paham namun tidak mencari ilmu.
-
قَوْلُهُ صلعم: مَنْ تَفَقَّهَ فِي الدِّيْنِ اللهِ كَفَّاهُ
هَمَّهُ وَ رِزْقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبْ. (ابن عبد البر سنن الترمذي، جـ 8
/ صـ 498)
Artinya:
Sabda Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang berusaha memahami agama Allah, niscaya
akan dicukupkan dan akan mendapat rezeki yang tidak diduga-duga.
(Ibnu ‘abdil bar, Sunan turmudzi, juz. 8/hal. 498)
B. Makna Tarbiyah
Allah Subhânahu wa ta’âlâ
memerintahkan manusia untuk menfungsikan akal yang menjadi nikmat terbesar bagi
manusia, karena kecerdasan hanya akan diperoleh dengan jalan mengfungsikan akal
atau berpikir. Adapun proses mendidik akal dalam perspektif hadits dapat
dilakukan dengan beberapa proses diantaranya:
1.
Proses belajar dan mengajar, sesuai
sabda rasulullah:
خَطَبَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم ذَاتَ يَوْمٍ
فَأَثْنَى عَلَى طَوَائِفٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا قاَلَ: مَا بَالَ أَقْوَامٌ
لاَ يُفَقِّهُوْنَ جِيْرَانَهُمْ وَلاَ يُعَلِّمُوْنَهُمْ وَلاَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَلاَ
يَأْمُرُوْنَهُمْ وَلاَ يَنْهُوْنَهُمْ،وَ مَا بَالَ أَقْوَامٌ لاَ يَتَعَلَّمُوْنَ
مِنْ جِيْرَانِهِمْ وَلاَ يَتَفَقَّهُوْنَ وَلاَ يَتَعَظُّوْنَ، وَاللهِ لَيُعَلِّمَنَّ
قَوْمٌ جِيْرَانَهُمْ وَ يُفَقِّهُوْنَهُمْ وَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَ يَأْمُرُوْنَهُمْ
وَ يَنْهُوْنَهُمْ وَ لَيَتَعَلَّمَنَّ قَوْمٌ مِنْ جِيْرَانِهِمْ وَ يَتَفَقَّهُوْنَ
وَ يَتَعَظُّوْنَ أَوْ لأُعَاجِلَنَّهُمُ الْعُقُوْبَةُ. الطبراني- تربية الأولاد في
الإسلام،1.
Artinya:
Pada suatu hari
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, dan
memberikan pujian yang baik kepada
sekelompok umat islam, beliau bersabda, “Bagaimana kabar kaum-kaum yang tidak
memberikan pemahaman kepada tetangga mereka, tidak pula mengajari mereka, tidak
memberikan nasehat kepada mereka, tidak memerintahkan pada kebaikan, dan tidak
pula mencegah pada keburukan. Dan bagaimana kaum-kaum yang tidak mau belajar
dari tetangga mereka, tidak meminta pemahaman, dan tidak meminta nasehat. Demi
Allah kaum yang tidak mengajari, tidak memberikan pemahaman dan nasehat, dan
tidak amar ma’ruf nahyi mungkar kepada tetangga mereka. Dan kaum yang tidak
belajar, tidak meminta pemahaman dan nasehat dari tetangganya, niscaya mereka
semua akan mendapatkan siksaan.” (Ath Thabrani, Tarbiyatul aulad fil islam 1.)
Dari hadits ini ditemukan nilai tarbawi (pendidikan), bahwa proses belajar mengajar yang digambarkan dengan dua kaum. Pertama, kaum yang enggan memberikan pemahaman, nasehat, dan amar ma’ruf
nahyi mungkar kepada tetangganya. Dan kedua, kaum yang enggan belajar dan enggan meminta pemahaman dan nasehat dari tetangganya.
Dari sini
disimpulkan bahwa belajar mengajar secara tidak langsung merupakan upaya
mendidik akal, karena proses belajar dan mengajar menstimulir akal untuk
berpikir.
2.
Selain proses belajar dan mengajar
yang menstimulir akal untuk berpikir, proses membaca, bahkan menulis pun
menjadi stimulus untuk akal berpikir.
Sehingga ayat pertama yang Allah turunkan adalah surat Al ‘Alaq ayat 1-5
yang berisi tentang perintah membaca, penciptaan manusia, dan perintah menulis.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam[Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis
baca], Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
3.
Kemudian yang menjadi upaya
mendidik akal adalah dengan proses bertanya dan menjawab, sehingga Abu Nu’aim berkata:
العِلْمُ خَزَائِنٌ مَفَاتِيْحُهَا
السُّؤَالُ أَلاَ فَاسْأَلُوْا فَإِنَّهُ يُوْجَرُ فِيْهِ أَرْبَعَةٌ: السَّائِلُ وَ
الْعَالِمُ وَ الْمُسْتَمِعُ وَ الْمُحِبُّ لَهُمْ (أبو نعيم)
Artinya:
“Ilmu itu adalah gudang, adapun kuncinya adalah bertanya, maka
bertanyalah karena akan diberi pahala kepada empat orang, yaitu: orang yang
bertanya, orang yang berilmu, orang yang mendengarnya, dan orang yang mencintai
mereka.” (Abu Nu’aim)
4. Tafaquh
fiddîn
dalam kaitannya mendidik akal pun menjadi hal yang sangat penting, sebagaimana
firman Allah:
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya:
“Tidak sepatutnya bagi
mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.” (Q.S. At Taubah: 122)
Ayat ini turun berkaitan dengan para sahabat yang akan pergi perang
semuanya meninggalkan Rasulullah di Madinah, tak seorangpun yang tinggal
belajar bersama Nabi ( Al-Shabuni : 1, 389), Hal ini terjadi setelah perang
Tabuk ( Ibnu Jauzi:3,516) Tidak layak pergi semua pergi perang,tapi sebagian
berperang, dan sebagian lagi tafaquh fi al-Dien.( Shawi: 2, 219).
Mendidik akal dari pembahasan diatas
dapat dilakukan melalui tiga proses, yaitu proses belajar dan mengajar, proses
membaca dan menulis, proses bertanya, dan Tafaquh fiddîn. Keempat proses tersebut akan menstimulir akal untuk berpikir. Maka bila
akal sudah dapat difungsikan sesuai fungsinya yaitu untuk berpikir, maka
kecerdasan yang akan didapatkan.
Proses berpikir dalam Al Quran
diistilahkan dengan An Nazhru (Q.S. Al An’Am: 65), At Tafakkur (Q.S. Ar Rum: 8), dan At Tadabbur (Q.S. Muhammad: 24).
Menurut Dedeng Rosidin dalam makalahnya Kecerdasan dalam Pandangan
Al Quran, ditulis bahwa An
Nazhru menurut Ar Râghib:522 adalah التأمل و الفحص, atau dalam pengertian lain المعرفة
الحاصلة بعد الفحص
yaitu pengetahuan yang diperoleh setelah menyelidiki. Dan secara bahasa An
Nazhru ialah membolak-balikan البصر penglihatan danالبصيرة yaitu akal untuk
mengetahui dan melihat sesuatu. Kata An Nazhru pada umumnya digunakan
untuk arti البصر atau penglihatan, sedangkan An
Nazhru dalam arti khusus, kebanyakan dalam arti البصيرة atau akal. At Tafakkur
akar kata dari الفكرة yang menurut Ar Râghib:430
adalah قوة
مطرقة للعلم إلى المعلوم yaitu potensi yang dicurahkan
(dalam merenung) untuk memperoleh ilmu dengan yakin. Maka At Tafakkur
adalah perjalanan perenungan potensi tersebut sesuai dengan penglihatan akal.
Kata At Tafakkur hanya bagi manusia tidak digunakan bagi binatang dan
digunakan hanya untuk memperoleh gambaran perasaan dalam hati. At Tadabbur,
asal kata dari التدبير yang menurut Ar Râghib:185 adalah التفكير في دبر الأمور yaitu merenung tentang akibat akhir dari perkara, sedangkan menurut Al
Munawwir:416 النظر في عاقبة الأمور yaitu pertimbangan atas baik buruk atau akibat perkara.
Adapun yang tidak mendidik
akal diantaranya adalah diam, dalam artian tidak mengfungsikan akal dengan
belajar dan mengajar, membaca dan menulis, dan bertanya. Diam inilah yang akan
mengurangi kecerdasan. Maka wajar bila Rasulullah bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ صلعم: لاَ يَنْبَغِيْ
لِلْجَاهِلِ أَنْ يَسْكُتَ عَلَى جَهْلِهِ وَلاَ لِلْعَالِمِ أَنْ يَسْكُتَ عَلىَ عِلْمِهِ.
(الطبراني)
Artinya:
Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak semestinya bagi orang yang bodoh diam dengan
kebodohannya, dan orang yang berilmu diam dengan ilmunya.” (Ath Thabrani)
Setelah akal terdidik dengan hal-hal yang telah
disebutkan diatas, maka kecerdasan akan muncul pada setiap manusia. Inilah yang
hendak dicapai dalam pendidikan akal yaitu memperoleh kecerdasan.
C.
Hal-hal yang
dapat merusak kecerdasan akal
Para dokter dan ahli kesehatan
sepakat dan memperingatkan bahwa kerusakan-kerusakan yang dapat mempengaruhi
akal dan ingatan, melemahkan fikiran, melumpuhkan kerja berfikir pada umat
manusia dan menimbulkan bahaya-bahaya yang besar adalah sebagai berikut:
1.
Minuman keras dengan berbagai
bentuk dan macamnya. Semua ini dapat membnunuh kesehatan dan mengakibatkan
kegilaan.
2.
Kebiasaan onani. Hal ini dapat
mengakibatkan kanker, melemahkan ingatan dan menyebabkan kemalasan berpikir
serta kelainan otak.
3.
Merokok. Di antara pengaruhnya
terhadap akal adalah menggoncangkan urat-urat syaraf, mempengaruhi ingatan dan
melemahkan daya konsentrasi berpikir.
4.
Rangsangan-rangsangan seksual,
seperti menonton film-film porno, drama-drama gila dan gambar-gambar telanjang.
Sebab, semua itu dapat memberhentikan fungsi akal menimbulkan berbagai kelainan
dan membunuh daya ingat dan konsentrasi berpikir, di samping menyia-nyiakan
waktu yang mahal.
D. Kesimpulan
Dalam
pendidikan, setelah menyiapkan fisik dan jasmani anak didik, perlu diteruskan
dengan pendidikan intelkektual. Diisi dengan ilmu dan pengetahuan yang dapat
memantapkan.
Pendidikan akal yang selaras dengan Al Quran dan Al
Hadits akan menghasilkan suatu kecerdasan yang baik. Dalam mendidik akal perlu
diperhatikan dalam setiap proses mendidiknya.
Islam mengajarkan dalam berbagai ayat Qur’an dan
Hadits Rasul tentang kewajiban mengajar, perlunya penyadaran berfikir dan
perlunya melakukan pemeliharaan kesehatan intelektual.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Dedeng Rosidin, M.Ag. (tanpa tahun). Kecerdasan
dalam Pandangan Al Quran. Makalah pada Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, UPI.
Bandung : tidak diterbitkan
Gharamullâh
bin ‘Audh. (2006). At Tarbiyyah Al
‘Aqliyyah li Thifli fil Islam. Skripsi pada Jâmi’ah Ummul Qura Madinah:
tidak diterbitkan.
Qomar Suaidi.
(2004). Kedudukan Akal dalam Islam. [online]. Tersedia: http://www.
Asysyariah.com. [08 Oktober 2004]
Ulwan,
Nashih. (1988). Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam Jilid Satu.(Terjemah).
Bandung. Asy-syifa.
No comments:
Post a Comment