BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagaimana
dimaklumi bahwa hadits merupakan segala aktivitas Nabi Muhammad Saw, baik
perkataan, perbuatan dan takrirnya, yang dijadikan pedomandalam kegiatan
muslim. Atas dasar itulah sudah selayaknya kita mencoba untuk mencari dan
menelusuri aktivistas Nabi tersebut sehubungan dengan pendidik.
Walaupun tak semua aktivitas Nabi yang tertuang dalam
hadits dapat penulis telusuri, hal ini disebabkan keterbatasan penulis.
Pendidik merupakan elemen yang sangat penting dalam pendidikan, sebab ditangan
pendidiklah berfungsinya semua kegiatan pembelajaran. Hampir semua faktor
pendidikan yang disebut dalam teori pendidikan dilakukan operasionalnya di
tangan pendidik. Ditangan pendidiklah perencanaan aktivitas pengajaran itu
dikendalikan. Pendidiklah yang meramu semua itu sehingga dapat menjadi sebuah
menu yang baik dan sesuai dengan selera/tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Kesalahan
dalam mendidik akan berakibat fatal bagi
kelangsungan generasi mendatang. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk
mengenal lebih dekat bagaimana sebenarnya seorang pendidik itu menurut ajaran
Islam yang tertuang dalam hadits-hadits Nabi. Tentunya pembahasan ini nantinya
akan memberi kontribusi terhadap pemahaman yang lebih mapan dan signifikan
terhadap pendidik itu sendiri.
Dalam Islam
Rasul merupakan seorang pendidik yang mengayomi para ummatnya. Beliau mampu
memberikan pengaruh dan keteladanan yang besar sehingga rohani dan jasmani umat
dapat merujuk sebagaiman pola yang ditampikan rasul kepada para sahabat dan
seterusnya pada generasi berikutnya. Oleh sebab itu, makalah ini akan
menganalisis hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan pendidik.
1.2 Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini, penulis mencoba
mengidentifikasikan masalah yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
Dari uraian sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa Pengertian Pendidik,
Murabbi, Mu’allim, Mu’addib, Mudarris, dan
Mursyid?
2.
Seberapa
pentingnya seorang pendidik?
3.
Bagaimana
kita besikap terhadap orang yang memberikan ilmu?
4.
5.
Jenis-jenis
pendidik?
6.
Bagaimana
prilaku yang harus di miliki oleh pendidik?
1.3 Tujuan
Penulisan
Sesuai
dengan rumusannya, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.
Pengertian Pendidik,
murabbi, mu;allim, mu’addib, mudarris dan mursyid.
2.
Memahami
betapa pentingnya seorang pendidik.
3.
Memahami
cara berprilaku terhadap orang yang mendidik kita.
4.
5.
Mengetahui
macam-macam pendidik.
6.
Memahami
prilaku yang harus dimiliki oleh seorang pendidik.
1.4 Metode
Penulisan
Dalam
menyusun makalah ini, penulis menggunakan sumber dari buku-buku yang menunjang
materi yang dibahas (studi
pustaka) dan mencari referensi tambahan dari
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidik, Murabbi, Mu’allim, Mu’addib, Mudarris, dan
Mursyid
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik”
sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid.
Menurut peristilahan yang dipakai dalam
pendidikan dalam konteks Islam, kelima
istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah:
orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta
mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan
malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim adalah:
orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer
ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu’addib
adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta
didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa
depan.
Mudarris
adalah: orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan
kemampuannya.
Mursyid
adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi
pusat panutan, teladan dan konsultan
bagi peserta didiknya.
(Hadits k’1)
Hadits Tentang Anjuran Menjadi Pendidik
قَالَ ابْنُ عَبَّاس :
(كُوْنُوْارَبَّانِيِّينَ)حُلَمَاءَفُقَهَاءَوَيُقَالُ الَرَّبَّانِيُّ الَذِي
يُرَبِّي النَّاسَ بِصِغَارِالعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِه
Ibnu Abbas berkata, "Jadilah kamu semua itu golongan Rabbani, yaitu golongan orang
yang mendidik manusia dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil
sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang sukar).
Hadits diatas
tergolong hadits mauquf, karena hadits itu berupa perkataan yang disandarkan
kepada sahabat Nabi saw yaitu Ibnu Abbas, yang mana beliau adalah putra dari
Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah saw. Beliau bergelar
“Kyahi ummat” suatu gelar hanya dapat dicapainya karena otaknya yang cerdas,
hatinya yang mulia dan pengetahuannya yang luas.
Dari kecilnya, Ibnu Abbas telah mengetahui jalan hidup
yang akan ditempuhnya, dan ia lebih mengetahuinya lagi ketikapada suatu hari
Rasulullah menariknya ke dekatnya dan menepuk-nepuk bahunya serta
mendo’akannya: “ Ya Allah, berilah ia ilmu agama yang mendalam dan ajarkanlah
kepadanya takwil”.
Disamping ingatannya yang kuat dan luar biasa Ibnu Abbas
memiliki kecerdasan dan kepintaran yang istimewa. Alasan yang dikemukakannya
bagaikan cahaya matahari, menembus ke dalam kalbu, menghidupkan cahaya
kehidupan. Dan dalam percakapan dan dialog, tidak saja membuat lawannya
terdiam, mengerti dan menerima alasan yang dikemukaaknnya, tetapi juga
menyebabkan diam terpesona karena manisnya susunan kata-katanya.
Ibnu Abbas tidak saja memiliki kekaaan besar berupa ilmu
pengetahuan semata, tapi disamping itu ia memiliki pula kekayaan yang lebih
besar lagi, yakni etika ilmu serta akhlaq para ulama. Disamping itu, ia juga
seorag yang berani, berpikiran sehat dan teguh memegang amanat.
Adapun syarah dari hadits di atas adalah:
قَوْله
: ( وَقَالَ اِبْن عَبَّاس )
هذَا
التَّعْلِيق وَصَلَهُ اِبْن أَبِي عَاصِم أَيْضًا بِإِسْنَاد حَسَن ، وَالْخَطِيب
بِإِسْنَادٍ آخَر حَسَن . وَقَدْ فَسَّرَ اِبْن عَبَّاس : " الرَّبَّانِيّ
" بِأَنَّهُ الْحَكِيم الْفَقِيه ، وَوَافَقَهُ اِبْن مَسْعُود فِيمَا
رَوَاهُ إِبْرَاهِيم الْحَرْبِيّ فِي غَرِيبه عَنْهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيح ، وَقَالَ
الْأَصْمَعِيّ وَالْإِسْمَاعِيلِيّ الرَّبَّانِيّ نِسْبَة إِلَى الرَّبّ أَيْ :
الَّذِي يَقْصِد مَا أَمَرَهُ الرَّبّ بِقَصْدِهِ مِنْ الْعِلْم وَالْعَمَل ،
وَقَالَ ثَعْلَب قِيلَ لِلْعُلَمَاءِ رَبَّانِيُّونَ لِأَنَّهُمْ يُرَبُّونَ
الْعِلْم أَيْ : يَقُومُونَ بِهِ ، وَزِيدَتْ الْأَلِف وَالنُّون لِلْمُبَالَغَةِ
. وَالْحَاصِل أَنَّهُ اُخْتُلِفَ فِي هَذِهِ النِّسْبَة هَلْ هِيَ نِسْبَة إِلَى
الرَّبّ أَوْ إِلَى التَّرْبِيَة ، وَالتَّرْبِيَة عَلَى هَذَا لِلْعِلْمِ ،
وَعَلَى مَا حَكَاهُ الْبُخَارِيّ لِتَعَلُّمِهِ . وَالْمُرَاد بِصِغَارِ الْعِلْم
مَا وَضَحَ مِنْ مَسَائِله ، وَبِكِبَارِهِ مَا دَقَّ مِنْهَا . وَقِيلَ يُعَلِّمهُمْ
جُزْئِيَّاته قَبْل كُلِّيَّاته ، أَوْ فُرُوعه قَبْل أُصُوله ، أَوْ مُقَدِّمَاته
قَبْل مَقَاصِده . وَقَالَ اِبْن الْأَعْرَابِيّ : لَا يُقَال لِلْعَالِمِ
رَبَّانِيّ حَتَّى يَكُون عَالِمًا مُعَلِّمًا عَامِلًا .
(
فَائِدَة ) :
اِقْتَصَرَ
الْمُصَنِّف فِي هَذَا الْبَاب عَلَى مَا أَوْرَدَهُ مِنْ غَيْر أَنْ يُورِد
حَدِيثًا مَوْصُولًا عَلَى شَرْطه ، فَإِمَّا أَنْ يَكُون بَيَّضَ لَهُ لِيُورِد
فِيهِ مَا يَثْبُت عَلَى شَرْطه ، أَوْ يَكُون تَعَمَّدَ ذَلِكَ اِكْتِفَاء بِمَا
ذَكَرَ . وَاَللَّه أَعْلَم .
قَوْله
: ( وَقَالَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ يُرِدْ اللَّه
بِهِ خَيْرًا يُفَقِّههُ )
كَذَا فِي رِوَايَة الْأَكْثَر ، وَفِي
رِوَايَة الْمُسْتَمْلِيّ : " يُفَهِّمهُ " بِالْهَاءِ الْمُشَدَّدَة
الْمَكْسُورَة بَعْدهَا مِيم ، وَقَدْ وَصَلَهُ الْمُؤَلِّف بِاللَّفْظِ الْأَوَّل
بَعْد هَذَا بِبَابَيْنِ كَمَا سَيَأْتِي . وَأَمَّا اللَّفْظ الثَّانِي
فَأَخْرَجَهُ اِبْن أَبِي عَاصِم فِي كِتَاب الْعِلْم مِنْ طَرِيق اِبْن عُمَر
عَنْ عُمَر مَرْفُوعًا ، وَإِسْنَاده حَسَن . وَالْفِقْه هُوَ الْفَهْم قَالَ اللَّه
تَعَالَى : ( لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا ) أَيْ : لَا يَفْهَمُونَ ،
وَالْمُرَاد الْفَهْم فِي الْأَحْكَام الشَّرْعِيَّة .
قَوْله : ( وَإِنَّمَا الْعِلْم
بِالتَّعَلُّمِ )
هُوَ حَدِيث مَرْفُوع أَيْضًا
، أَوْرَدَهُ اِبْن أَبِي عَاصِم وَالطَّبَرَانِيّ مِنْ حَدِيث مُعَاوِيَة أَيْضًا
بِلَفْظِ : " يَا أَيّهَا النَّاس تَعَلَّمُوا ، إِنَّمَا الْعِلْم
بِالتَّعَلُّمِ ، وَالْفِقْه بِالتَّفَقُّهِ ، وَمَنْ يُرِدْ اللَّه بِهِ خَيْرًا
يُفَقِّههُ فِي الدِّين " إِسْنَاده حَسَن ، إِلَّا أَنَّ فِيهِ مُبْهَمًا
اُعْتُضِدَ بِمَجِيئِهِ مِنْ وَجْه آخَر ، وَرَوَى الْبَزَّار نَحْوه مِنْ حَدِيث
اِبْن مَسْعُود مَوْقُوفًا ، وَرَوَاهُ أَبُو نُعَيْمٍ الْأَصْبَهَانِيّ
مَرْفُوعًا . وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي الدَّرْدَاء وَغَيْره . فَلَا يَغْتَرّ
بِقَوْلِهِ مَنْ جَعَلَهُ مِنْ كَلَام الْبُخَارِيّ ، وَالْمَعْنَى لَيْسَ
الْعِلْم الْمُعْتَبَر إِلَّا الْمَأْخُوذ مِنْ الْأَنْبِيَاء وَوَرَثَتهمْ عَلَى
سَبِيل التَّعَلُّم
Hadits Tentang Keutamaan Pendidik
حدّثنا
محمدُ بنُ العلاءِ قال: حدّثنا حمّادُ بنُ أُسامةَ عنْ بُرَيدِ بنِ عبدِ الله عنْ
أبي بُردةَ عن أبي موسى عنِ النبيّ ص.م قال: مثلُ ما بَعَثَنى
الله بهِ مِنَ الهُدَى والعِلمِ كمثلِ الغيثِ الكثِيرِ أصابَ أرضا، فكان منها نقيَّةٌ
قَبِلَتِ الماءَ فأَنْبَتَتِ الكَلأ والعُشْبَ الكثيرَ، وكانتْ منها أجادِبُ أَمْسَكَتِ الماءَ فنَفعَ الله بها الناسَ فشرِبوا وسَقَوا
وزَرَعوا، وأصابَ منها طا ئفةً أُخرى إنّما هي قِيعانٌ لاتمُْسِكُ ماءً ولا تُنْبِتُ
كلأً. فذلكَ مَثلُ مَنْ فَقِهَ في دينِ الله ونَفَعَهُ ما بَعَثَني الله به فعَلِمَ
وعلَّم، ومثلُ مَن لم يَرفعْ بذلك رأَساً ولم
يقبلْ هُدى الله الذى أُرْسِلْتُ بهِ. (رواه
البخارى)
Dari Abi Musa Radhiallahu Anhu, katanya Nabi Shalallahu
Alaihi wa sallam bersabda, "Perumpamaan
petunjuk dan ilmu pengetahuan, yang oleh karena itu Allah mengutus aku untuk
menyampaikanya, seperti hujan lebat jatuh ke bumi. Bumi itu ada yang subur,
menyerap air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumput yang banyak. Ada pula yang keras tidak menyerap air sehingga
tergenang, maka Allah memberi manfaat dengan hal itu kepada manusia. Mereka
dapat minum dan memberi minum (binatang ternak dan sebagainya), dan untuk
bercocok tanam. Ada pula hujan yang jatuh kebagian lain, yaitu di atas tanah
yang tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan rumput. Begitulah
perumpamaan orang yang belajar agama, yang mau memanfaatkan sesuatu yang oleh
karena itu Allah mengutus aku menyampaikannya, dipelajarinya dan diajarkannya.
Begitu pula perumpamaan orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil peduli
dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya."Abu Abdillah
berkata, bahwa Ishaq berkata," Dan ada di antara bagian bumi yang digenangi air, tapi tidak
menyerap." (Hadts
No 79 - Kitab Fathu Al-Bari)
Hadits di
atas tergolong hadits marfu, karena penyandarannya langsung kepada Nabi saw.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh sahabat Nabi saw yang bernama Abu Musa
Al-Asy’ari, ia adalah Abullah bin Qeis dengan gelar Abu Musa Al-Asy’ari. Ia
meninggalkan negeri dan kampung halamannya Yaman menuju Mekkah segera setelah
mendengar munculnya seorang Rasul yang menyeerukan tauhid. Di Mekkah ia
menghabiskan waktunya untuk duduk didepan Rasul saw, menerima petunjuk dan
keimanan darinya. Lalu pulanglah ia ke negerinya membawa kalimat Allah kemudian
kembali lagi kepada Rasulullah setelah selesainya Khaibar. Kali ini Abu Musa
tidaklah datang seorang diri tetapi membawa lebih dari lima puluh orang
laki-laki penduduk Yaman yang telah diajarinya tentang agama Islam, serta dua
orang saudara kandungnya bernama Abu Ruhum dan Abu Burdah.
Abu Musa
merupakan gabungan yang istimewa dari sifat-sifat utama, ia adalah prajurit
yang gagah berani, seorang pahlawan perdamaian, peramah dan tenang hingga mencapai
batasan maksimal, seorang ahli hukum yang cerdas dan berpikiran cerdas yang
mampu mengerahkan kepada kunci dan pokok persoalan, serta mencapai hasil
gemilang dalam berfatwa dan mengambil keputusan, sampai ada yang mengatakan: “
Qodli atau hakim umat ini ada empat orang, yaitu Umar. Ali, Abu Musa, dan Zaid
bin Tsabit”.
Disamping itu ia berkepribadian suci hingga orang yang
menipunya di jalan Allah pasti ia akan tertipu sendiri, seperti senjata makan
tuan. Abu Musa sangat bertanggung jawab terhadap tugasnya dan besar
perhatiannya terhadap sesama manusia. Dan semboyan hidupnya adalah “ Yang
penting ialah ikhlas, kemudian biarlah terjadi apa yang akan terjadi”.
Dalam arena perjuangan Al-Asy’ari memikul tanggung jawab
dengan penuh keberaniian hingga Rasulullah berkata “ Pemimpin orang-orang
berkuda adalah Abu Musa”.
Adapun syarah dari hadits di atas
adalah sebagai berikut:
قوله:
(فضل من علم و علم) الأولى بكسر اللام الخفيفة أي صار عالماً، والثانية بفتحها
وتشديدها.
قوله:
(حدّثنا محمدُ بنُ العلاءِ) هو أبو كريب مشهور بكنيته أكثلا من اسمه، وكذا شيخه
أبو أسامة، وبريد بضم الموحدة وأبو بردة جده وهو ابن أبي موسى الأشعري. وقال في
السياق عن أبي موسى ولم يقل عن أبيه تفننًا، والإسناد كله كوفيون.
قوله:
(مثلُ) بفتح المثلثة والمراد به الصفة العجيبة لاالقول
السائر.
قوله:
(الهُدَى) أي الدلالة الموصلة إلى المطلوب، والعلم
المراد به معرفة الأدلة الشرعية.
قوله:
(نقيَّةٌ) كذا عند البخاري في جميع الروايات التي
رأينها بالنون من النقاء وهي صفة لمحذوف.
قوله:
(قَبِلَتِ) بفتح القاف وكسر الموحدة من القبول، كذا
في معظم الروايات.
قوله:
(الكَلأ) بالهمزة بلا مد.
قوله:
(والعُشْبَ) هو من ذكر خاص بعد العام، لأن الكلأ
يطلق على النبت الرطب واليابس معًا، والعشب للرطب فقط.
قوله:
(أجادِبُ) بالجيم والدال المهملة بعدها موحدة جمع
جدب بفتح الدال المهملة على غير قياس وهي الأرض الصلبة التي لاينضب منها الماء.
قوله:
(فنَفعَ الله بها) أي بالإخاذات، وهي الأرض التي
تمسك الماء.
قوله:
(وزَرَعوا) كذا له بزيادة زاي من الزرع.
قوله:
(وأصابَ) أي الماء. وللأصيلي وكريمة أصابت أي طائفة
أخرى. ووقع كذلك صريحًا عند النسائي. والمراد بالطائفة القطعة.
قوله:
(قِيعانٌ) بكسر القاف جمع قاع وهو الأرض المستوية
المسلساء التي لاتنبت.
قوله:
(فَقِهَ) بضم القاف أي صار فقيها.
Kandungan
Hadits
Tentang hadits
di atas, setelah memaparkan keterangan yang menjelaskan
hadits di atas dari segi bahasa (arab), Ibnu Hajar Al-Asqalani
-penulis kitab fikih (klasik) Bulughul Maram dalam kitabnya Fathul Bari,
menjelaskan:
Al Qurtubi dan
yang lainnya mengatakan bahwa Rasulullah ketika datang membawa ajaran agama,
beliau mengumpamakannya dengan hujan yang diperlukan ketika mereka
membutuhkannya. Demikianlah kondisi manusia sebelum Rasulullah diutus. Seperti hujan
menghidupkan tanah yang mati, demikian pula ilmu agama dapat menghidupkan hati
yang mati. Kemudian
beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai macam
tanah yang terkena air hujan, diantara mereka adalah orang alim yang
mengamalkan ilmunya dan mengajar. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap
air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat
menumbuhan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.
Di antara
mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia
tidak mengerjakan, akan tetapi dia mengejarkannya untuk orang lain, maka bagaikan
tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang
inilah yang diindikasikan dalam sabda beliau, "Allah memperindah
seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia mengerjakannya seperti
yang dia dengar." Di antara
mereka juga ada yang mendengar ilmu namun tidak menghafal atau menjaganya serta
mengamalkannya dan tidak pula mengajarkannya kepada orang lain, maka dia
seperti tanah yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di
sekelilignya.
Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua, adalah karena
keduanya sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga, karena
tercela dan tidak bermanfaat. Kemudian
dalam setiap perumpamaan terdiri dari dua kelompok. Perumpamaan pertama telah
kita jelaskan tadi, sedang perumpamaan kedua, bagian pertamanya adalah orang
yang masuk agama (Islam) namun tidak mendengarkan ilmu atau mendengarkan tapi
tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan Nabi
Shallallahu Alaihi was Sallam dalam sabdanya, "Orang yang tidak mau
memikirkan" atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak bisa
memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain.
Adapun bagian kedua adalah orang yang sama sekali tidak memeluk agama,
bahkan telah disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tapi dia
mengingkari dan kufur kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah datar
yang keras, di mana air
mengalir di atasnya
tapi tidak dapat memanfaatkannya. Hal ini diisyaratkan
dengan perkataan beliau, "Dan tidak perduli dengan petunjuk
Allah".
Ath-Thibi mengatakan, "Manusia terbagi menjadi dua. Pertama,
manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak mengajarkan kepada
orang lain. Kedua, manusia yang tidak memanfaatkan untuk dirinya, tapi dia
mengajarkan kepada orang lain. Kategori
pertama masuk dalam kelompok pertama, karena secara umum manfaatnya ada
walaupun tingkatnya berbeda. Begitu pula dengan tanaman yang tumbuh, di antaranya ada yang
subur dan memberi manfaat kepada manusia dan ada juga yang kering. Adapun
kategori kedua walaupun dia mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan
yang sunnah, sebenarnya dia termasuk dalam kelompok kedua seperti yang telah
kita jelaskan, dan
seandainya dia meninggalkan hal-hal wajib maka dia adalah orang fasik dan kita
tidak boleh mengambil ilmu darinya. Orang semacam ini termasuk dalam, man
lam yar fa' bi dzalika ro san.
(Hadits k’2)
Hadits Tentang Pentingnya pendidik
كُنْ عَالِمًا اَوْ
مُتَعَلِّمًا اَوْسَامِعًا وَلاَ تَكُنْ رَابِعً
“Jadilah engkau orang ‘aalim (yang mengajar) atau orang yang
belajar atau orang yang mendengarkan (pelajaran); dan janganlah menjadi orang
yang kempat.”
موْتُ العَالِمِ موتُ العَالَمِ, itulah hal
yang harus diwaspadai oleh semua elemen masyarakat di semua penjuru dunia.
Ketika ilmu-ilmu sudah mulai tidak diamalkan yang kita rasakan adalah
kesenangan dan kecanggungan terhadap ilmu itu bahkan kita merasa khawatir akan
ketidakberkahan ilmu itu sendiri. Guru, ulama, dan pendidik lainnya ketika
tidak bisa memanfaatkan ilmunya itulah salah- satu tandanya ilmu itu tidak
berkah dan akan melaknat kelak dikemudian hari. sebagaimana tertuang pada
kata pembuka ayat
pertama. Iqra (bacalah) mengandung hikmah agar
umat dapat membaca serta mengkaji ilmu-ilmu Allah SWT demi
mewujudkan kemaslahatan.
Keberadaan
seorang guru penting bagi keberlangsungan pendidikan ini. guru adakah salah-satu syarat mutlak
yang mesti ada dalam pencapaian ilmu yang dicari. Irsyadul Ustadz
merupakan petunjuk yang utama dibanding dengan kita tanpa guru. Karena ketika
kita mendapatkan masalah maka kita bisa menanyakan langsung ke guru
kita. itulah pentingnya pendidik/guru.
عن انس قال, قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر
ويظهر الزنا (رواه بخارى)
“Dari Anas bin Malik berkata, Rasul SAW
bersabda:”Diantara tanda-tanda kiamat: diangkatnya ilmu,
ditetapkannya kebodohan, merajalelanya peminum khomr dan pelaku zina”. (HR. Bukhari)
Singkat kata dunia tanpa ulama akan berujung kehancuran
dari hal-hal yang kecil sampai datangnya kehancuran besar yakni hari kiamat
kelak.
من سلك طريقا يطلب به علما
سهّل الله له طريقا إلى الجنّة، (رواه البخاري)
“Barangsiapa
berjalan untuk keperluan ilmu, maka Allah membimbingnya ke jalan surga”. (HR. Bukhari).
(Hadist k’3)
Bersikap Rendah
Hati Kepada Guru
تَعَلَّمُوْاوَتَوَاضَعُوْالِمُعَلِّمِيْكُمْ
وَلِيْنُوْالِمُتَعَلِّمِيْكُمْ. الطبراني
“Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan
dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar
kamu” (HR. Ath-Thabrani)
(Hadits k’4)
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ العِلْمَ
اِنْتِزَاعًايَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ, وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ
العُلَمَاءِ, حَتَّى إِذَالَمْ يُبْقِ عَالِمًا اِتَخَذَالنَّاسُ رُءُوْسَاجُهَّالًا, فَسُئلُوْابِغَيْرِعِلْمٍ
فَضَلُّوْاوَأَضَلُّوْأ.
Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan
cara mencabutnya begitu saja dari manusia, akan tetapi Allah akan mengambil
ilmu dengan cara mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak
meninggalkan seorang ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang
bodoh yang apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu
lalu mereka pun sesat serta menyesatkan. (HR. Bukhori)
Penjelasan :
Sungguhpara ‘ulamamemilikikedudukan
yang sangattinggi di sisi Allah
subhanahuwata’ala.Sangatbanyakpujiandansanjunganterhadapmerekadalam Al-Qur’an. Di
antaranyafirman Allah :
((إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ)) فاطر: ٢٨
“Hanyalah yang memiliki khasy-yah (takut) kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ‘ulama.” [Fathir : 28]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :Yakni, hanya yang khasy-yah terhadap-Nya dengan sebenarnya adalah para ‘ulama yang mengenal-Nya / berilmu tentang-Nya. Karena setiap kali ma’rifah (pengenalan) terhadap Dzat yang MahaAgung, MahaKuasa, MahaBerilmu, yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan nama-nama yang indah, bila ma’rifah terhadap-Nya semakian sempurna dan ilmu tentang-Nya makin lengkap, maka makin bertambah besar dan bertambah banyak pula khasy-yah terhadap-Nya.”
((إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ)) فاطر: ٢٨
“Hanyalah yang memiliki khasy-yah (takut) kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ‘ulama.” [Fathir : 28]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :Yakni, hanya yang khasy-yah terhadap-Nya dengan sebenarnya adalah para ‘ulama yang mengenal-Nya / berilmu tentang-Nya. Karena setiap kali ma’rifah (pengenalan) terhadap Dzat yang MahaAgung, MahaKuasa, MahaBerilmu, yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan nama-nama yang indah, bila ma’rifah terhadap-Nya semakian sempurna dan ilmu tentang-Nya makin lengkap, maka makin bertambah besar dan bertambah banyak pula khasy-yah terhadap-Nya.”
(Hadits
k’5)
قَالَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : مَوْتُ أَلْفِ عَا [شدٍاقَاعِمِ
اللَيْلِ صَائِمِ النَّهَارِأَهْوَنُ مِنْ مَوْتِ عَلِمٍ بَصِيْرٍبِحَلَالِ اللهِ
وَحَرَامِهِ.
“Umar r.a berkata: matinya seribu hamba yang bangun
di malam hari dan puasa di siang hari nya lebih baik daripada matinya orang yang tau akan halal dan
haramnya menurut Alloh.”
Hadist di atas
menjelaskan bahwasanya orang yang berilmu lebih utama daripada orang
yang bagus atau tekun dalam beribadah tetapi dia tidak mengetahui halal
haramnya menurut Allah. Hal ini menunjukan betapa berperannya ilmu dalam
beragai hal. Dengan adanya ilmu maka dalam hal ini Murabbi atau pengajar sangat
berperan penting.
Seorang guru amat jadi
sorotan dalam masyarakat, dari mulai guru tersebut berpakaian, dalam bertutur
bahasa, dan juga dalam berperilaku. Oleh karena itu, peting bagi kita sebagai
seorang guru memeperhatikan hal-hal kecil yang mungkin menurut kita sepele. Ada
peribahasa yang mengatakan “guru kencing berdiri murid kencing berlari” hal ini
menunjukan bahwa suksesnya atau gagalnya seorang murid dalam belajar tergantung
pada guru yang mengajarkannya.
Akan tetapi, dewasa ini
guru atau pengajar hanya berfungsi sebagai pengajar saja, berbeda dengan zaman
dulu guru berfungsi tidak hanya sebagai pengajar tetapi sebagai pendidik juga.
Maka tidak heran apabila anak didiknya itu kurang sopan maupun santun walaupun
kenyataannya pintar dalam bidang akademik dikarenakan canggihnya teknologi
zaman sekarang.
Maka, dalam hal ini mulai
dmunculkan kembali pendidikan moral supaya anak didik tidak hanya pintar dalam
bidang akademik, tapi juga mengerti apa dari hakikat ilmu tersebut.
(Hadits k’6)
Orang yang keras permusuhannya
فَقَالَتْ عَائشَةُ عَلَيْكُمْ
وَلَعَنَكُمْ اللهُ وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْكُمْ قَالَ مَهْلًا يَاعَائشَةُ عَلَيْكِ
بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالعُنْفَ وَالفُحْشَ
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya lelaki
yang paling dibenci oleh Allah ialah yang paling keras permusuhannya. (HR. Bukhori)
Penjelasan:
Orang yang sangat keras permusuhannya dengan
kebenaran, yang ia tetap dalam kebodohannya, atau ia pengikut hawa nafsu yang
ulung yang tetap memilih hawa nafsunya setelah jelas kebenaran baginya..
tidaklah pantas menghuni friend-list mu.. maka selamatkanlah dirimu darinya..
(Hadits
k’7)
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُوْنُ فِي شَيْءٍإِلًا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ
شَيْءٍإِلًا شَانَه
(Hadits k’8)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أحَقُّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ
أَجْرًا كِتابُ اللَّهِ وَ قَالَ الشَّعْبِيُّ لَا يَشْتَرِطُ الْمُعَلِّمُ إِلَّا
أَنْ يُعْطَى شَيْئًا فَلْيَقْبَلْهُ وَ قَالَ الْحَكَمُ لَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا
كَرِهَ أَجْرَ الْمُعَلِّمِ وَ أَعْطَى الْحَسَنُ دَرَاهِمَ عَشَرَة
“Telah berkata Ibnu Abbas, dari Nabi SAW
sepantasnyalah kalian tidak mengambil padanya upah kitab Allah dan berkata
Asy-Sya’biyyu tidak perlu seorang guru mengambilnya kecuali apabila
diberikannya sesuatu, maka terimalah itu. Dan berkata Al-Hakim saya belum
mendengar seorangpun membenci upah dan Hasan memberi sepuluh dirham.” (HR. Bukhori)
Penjelasan
Satu
hal yang paling penting untuk benar-benar dihindari bagi ahli al-Qur’an adalah
menjadikan al-Qur’an sebagai perantara mencari kehidupan. Abdurrahman bin
Syubail menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : bacalah olehmu al-Qur’an,
jangan mencari makan dengan al-Qur’an, jangan bersikap kasar terhadapnya dan
jangan pula melampaui batas terhadapnya. Diperoleh dari Jabir, bahwa
Rasulullah SAW bersabda : bacalah olehmu al-Qur’an sebelum datang
orang-orang yang menegakkannya dengan membawa tempat makanan yang mengharapkan
upah dengan segera dan tidak menyisihkan untuk akhirat. Ada riwayat yangg
senada maknanya dari riwayat Sahal bin Saad: Artinya mereka berharap mendapat
upah dengan segera, berupa harta, sum’ah dan semacamnya.
Fudhail
bin Amr menyatakan : suatu saat ada dua orang masuk masjid. Ketika imam
sudah salam, salah satu dari merekaberdiri dam membaca al-Qur’an kemudian
meminta-minta. Salah seorang diantar mereka spontan berucap : sesungguhnya
kita semua milik Allah dan kepada-Nya kita semua akan kembali. Saya
mendengar Rasulullah SAW bersabda : bakal datang sekelompok orang yang
meminta-minta dengan Al-Qur’an. Barang siapa meminta-minta dengan al-Qur’an
maka jangan kalian beri. Isnad hadits ini t erputus karena Fudhail bin Amr
tidak dikenal di kalangan sahabat. Adapun mengambil upah dalam mengajar
al-Qur’an, terdapat ikhtilaf di kalangan ulama. Imam Abu Sulaiman al-Khatabi
mengisahkan, bahwa ada sekelompok ulama yang melarang mengambil upah dalam
mengajarkan al-Qur’an, antara lain al-Zuhri dan Abu Hanifah. Sementara ada juga
ulama yang lain yang memperbolehkannya, apabila tidak diperjanjikan. Pendapat
ini dikemukakan oleh Hasan al-Bashri, al-Sya’bi dan Ibnu Sirin. Athak, Malik,
al-Syafi’i beserta para ulama yang lain memperbolehkan mengambil upah dalam
mengajarkan al-Qur’an jika diperjanjikan serta berupa upah yang sah. Pendapat
ini didasarkan kepada hadits-hadits shahih.
Para
ulama yang melarangnya mengajukan argumentasi dengan landasan hadits Ubadah bin
Shamit, bahwa ia mengajarkan al-Qur’an kepada salah seorang ahli Suffah dan
diberi hadiah sebuah busur panah. Ketika itu Rasulullah menyatakan: kalau
kamu suka dikalungi dengan kalung api neraka ya terima saja. Ini adalah
hadits mashur yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan yang lain serta banyak atsar dari
para sahabat. Terhadap hadits Ubadah tersebut para ulama yang memperbolehkan
mengajukan dua argumentasi; pertama, masih ada berbagai pendapat tentang
isnadnya. Kedua, dalam mengajar ia bersikap tabarru’ (berbuat
baik semata). Kemudian diberi hadiah sebagai gantinya, maka ia tidak boleh
mengambil upah, berbeda dengan orang yang telah membuat akad sebelum belajar. Wallahu
a’lam.
Al-Mudatsir 1-7
$pkš‰r'¯»tƒ ãÏoO£‰ßJø9$# ÇÊÈ óOè% ö‘É‹Rr'sù ÇËÈ y7/u‘ur ÷ŽÉi9s3sù ÇÌÈ y7t/$u‹ÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ t“ô_”9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ Ÿwur `ãYôJs? çŽÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ šÎh/tÏ9ur ÷ŽÉ9ô¹$$sù ÇÐÈ
Hai
orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan
Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa
tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah.
Penjelasan:
Surat ini dimulai dengan pemberian
beban kepada Rasulullah untuk bangkit menerjang segala rintangan dakwah, untuk
bangkit memikul tugas mulia yaitu menyampaikan dakwah dengan sungguh-sungguh
dan penuh semangat, memberikan peringatan kepada kaum kuffar, bersabar atas
penyiksaan dari mereka, sehingga Allah memutuskan dengan hukum-Nya antara ia
dan musuh-musuhnya.
Dalam tahapan
ini, selain umat Islam dituntut untuk bisa berorganisasi secara rapi, juga
harus bisa mengajak kepada kebaikan, baik ke dalam maupun ke luar. Dengan
adanya perintah untuk memberi peringatan, berarti seseorang diperintahkan untuk
menyebarluskan dakwah tanpa batas. Tetapi ini semua baru bisa akan dilakukan
denga sukses bila tahapan sejak pertama hingga ke tiga tetap bisa dipenuhi.
Dengan kata
lain wahyu ke empat ini dapat dikatakan merupakan perintah untuk mendakwahkan
Islam. Kehebatan Islam tidak boleh dinikmatio secara pribadi, tetapi harus
didakwahkan kepada masyarakat secara luas. Kekuatan aqidah yang sudah tertanam
dalam al alaq, kekuatan cita-cita yang diperoleh dari al qolam, kekuatan
ruhiyah yang disadap dari pelaksanaan al Muzamil tidak akan banyak berarti
tanpa tampil mengambil peran mendakwahkan dan memperjuangkan agama Islam. Maka
dalam wahyu ke empat ini Allah memerintahkan agar seorang mukmin tampil ke
gelanggang memberikan peringatan kepada manusia. Mengagungkan asma Allah dalam
ucapan maupun dalam karya nyata, mensucikan diri dan lingkungan sekitar dari perbuatan
maksiat, meninggalkan segala perbuatan dosa, tidak memberi dengan maksud
memperoleh imbalan yang lebih banyak, dam bersabar atas ketetapan tuhan.
Asy-Syu’araa 214-215
ö‘É‹Rr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat
(214) Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu
orang-orang yang beriman.(215)
Penjelasan:
Kita
bisa mengambil contoh dari konsep pendidikan Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS.
Mendidik dan berdakwah kepada semua lapisan dan dengan berbagai jenis dan latar
belakang, serta beragam metode yang digunakan. Adapun peserta didik yang
pertama dan utama adalah keluarga beliau sendiri, yaitu anak dan istri,
kemudian orang tua baru kemudian kaumnya. Pendidikan keluarga menjadi
prioritas pertama sebelum ke yang lain sebagaimana firman Allah:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ
مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. QS. At Tahrim: 6
وَأَنذِرْ
عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ
dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, QS. ASysyuara’: 214
Maka Nabi Ibrahim memulai dari keluarganya dulu dari anak-anaknya kemudian
istri dan keluarga besarnya, lalu ummatnya, Tergambar dalam beberapa ayat Allah
SWT sebagai beriku.
Jenis-Jenis
Pendidik
Dalam
pandangan Islam, pendidik dapat diperuntukan kepada beberapa macam:
a.
Allah Ta’ala.
Dari
berbagai ayat Al-Qur’an yang membahas tentang posisi Allah Ta’ala sebagai
pendidik dapat diketahui dari beberapa firman yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw. Allah memiliki pengetahuan yang sangat luas dan maha tinggi,
disamping ia juga sebagai pencipta alam semesta. Dalam al- Qur’an dinyatakan
bahwa Allah merupakan pendidik bagi alam semesta. Hal ini dapat dilihat pada
firman Allah Ta’ala:
߉ôJysø9$# ¬! Å_Uu‘ šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
Dalam
ayat tersebut menurut Muhammad Yunus mengatakan kata رب bermakna
yang mendidik; Sementara di ayat lain juga ada disebutkan bahwa Allah mengajar
akan nama-nama benda pada Adam As. Sebagaimana dapat dijumpai dalam al-Quran:
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä ’n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ’ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJó™r'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%ω»|¹ ÇÌÊÈ
Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”(Al-Baqarah (2): 31)
Dari
berbagai keterangan di atas dapat dipahami bahwa Allah Ta’ala dalam kontek ini
berlaku sebagai pendidik walaupun secara tegas tidak disebutkan dengan kata’pendidik’
dalam ayat dan hadis di atas. Namun perlu dipahami bahwa Allah Ta’ala
sebagai pendidik tidaklah sama dengan manusia. Allah sebagai pendidik sudah
barang tentu mengetahuai akan segalanya, termasuk kebutuhan peserta didiknya
karena Allah adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya pada
kelompok tertentu saja tetapi memperhatikan seluruh alam semesta ini bahkan
jauh dari itu.
b.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam
Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan pendidik (muallim), hal
ini ditandai dengan wahyu yang diterima olehnya dan disampaikan kepada ummatnya.
Dalam penyampaiannya Rasul mengajarkan dan mengimplementasikannya dalam bentuk
prilaku yang dicontohkan oleh para sahabat-sahabatnya. Hal ini pada dasarnya
bahwa kedudukan Nabi sebagi pendidik ditunjuk langsung oleh Allah Ta’ala.
c.
Ulama
Ulama
merupakan perpanjangan tugas kerasulan setelah para rasul tidak ada lagi.
Tentunya para ulama yang benar menjalankan perintah Allah dan mengikuti sunnah
Rasul yang dapt dikatakan ulama. Kata ulama sendiri secara bahasa
bermakna mengetahui. Ia terambil dari kata ‘allama. Sementara secara
istilah kata ini dimaknai dengan orang yang mengetahui, mempunyai ilmu agama
yang luas. Sesungguhnya ulama dapat dikatakan pendidik karena para ulama adalah
pewaris para nabi (العلماء
ورثة الأنبياء) dan disamping itu ulama mewariskan banyak khazanah intelektual
Islam kepada kita yang dapat dijadikan sebagai ‘ibrah.
d.
Orang Tua
Dalam
lingkungan yang sangat sederhana dapat dikatakan bahwa manusia lahir
pertama-tama dididik oleh orang tuanya yang melahirkan, mengasuh, membesarkan
dan membinanya hingga sampai orang tuanya tak manpu menghandle sendiri. Ketika
orang tua merasa tak manpu memberi pendidikan yang dibutuhkan oleh anak, maka
disaat itulah orang tua mencoba membagi tanggunggung jawabnya sebagai pendidik
kepada orang lain, dalam hal ini tentu ‘guru’. Pada saat anak hidup
dilingkungan keluarga banyak hal-hal yang prinsip tertanam pada jiwa anak
termasuk pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan lainnya. Orang tua
merupakan pendidik yang secara natural terjadi bagi diri orang tua
tersebut. Sehingga orang tua juga dikatakan sebagai pendidik kudrati. Artinya
ia terbentuk karena kudrat dari Allah Ta’ala. Sebagai Pencipta. Al-Qur’an
menyetir akan hal-hal yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya,
seperti tidak menyekutukan Allah Ta’ala, memerintahkan agar melaksanakan
shalat, sabar dalam menghadapi ujian dan lainnya. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala. dalam Q.S. Lukman: 12-19.
ô‰s)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o„ ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ó‰‹ÏJym ÇÊËÈ øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒy‰Ï9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çm•Bé& $·Z÷dur 4’n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur ’Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# ’Í< y7÷ƒy‰Ï9ºuqÎ9ur ¥’n<Î) çŽÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ bÎ)ur š‚#y‰yg»y_ #’n?tã br& š‚Íô±è@ ’Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur ’Îû $u‹÷R‘‰9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@‹Î6y™ ô`tB z>$tRr& ¥’n<Î) 4 ¢OèO ¥’n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ ¢Óo_ç6»tƒ !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5AyŠöyz `ä3tFsù ’Îû >ot÷‚|¹ ÷rr& ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& ’Îû ÇÚö‘F{$# ÏNù'tƒ $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#‹ÏÜs9 ׎Î7yz ÇÊÏÈ ¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4’n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷“tã Í‘qãBW{$# ÇÊÐÈ Ÿwur öÏiè|Áè? š‚£‰s{ Ĩ$¨Z=Ï9 Ÿwur Ä·ôJs? ’Îû ÇÚö‘F{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä† ¨@ä. 5A$tFøƒèC 9‘qã‚sù ÇÊÑÈ ô‰ÅÁø%$#ur ’Îû šÍ‹ô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎŽÏJptø:$# ÇÊÒÈ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa
yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
(Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang
besar". Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata):
"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai. (QS. Luqman (31): 12-19).
e.
Guru
Pendidik
yang ada di lembaga pendidikan di istilahkan dengan guru, mulai dari TK sampai
dengan Perguruan Tinggi bahkan sampai dengan pondok pesantren. Perbedaannya
hanya terletak pada penamaannya untuk masingmasing tingkat ataupun lembaga itu
menamakan untuk pendidik. Seperti kiyai, guru, dosen, ustadz, dan lain
sebagainya. Pendidik merupakan orang yang dipercaya untuk dapat memberikan
pencerahan bagi generasi dan melanjutkanproses penghambaan/abdullah dan khalifatu
fi al- ardh. Untuk itu seorang guru atau pendidik harus ada melekat pada
dirinya karakteristik dan sifat-sifat pendidik sebagaimana akan diutarakan
dalam makalah ini lebih lanjut. Paling tidak kita akan dapat mengambil
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Sifat yang Harus Melekat Pada Seorang Pendidik
1.
Berjiwa
pengasih dan penyayang
كان رسولُ الله ص.م يقولُ: اِنّمَا
اَنَا لَكم مثلُ الوالِدِ لولدهِ .)رواه
ابو داود والنسائى وابن ماجه).
“Sesungguhnya aku (Rasulullah) bagi kamu
sekalian bagaikan ayah bagi anaknya”.
(HR. Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah).
2. Aktif memberikan nassehat dan
pengarahan
3. Menjadi suri teladan
Setiap
pendidik dan guru harus menyadari sepenuhnya bahwa mata anak-anak didik terikat
dengannya.Mereka menjadikan segenap perilaku pendidik sebagai contoh dan cermin
bagi mereka sendiri. Oleh karena itu mereka harus selalu waspada dalam hal papa
saja yang ditampilkan oleh mereka dihadapan murid-muridnya, baik perkataan,
perbuatan maupun cara berpakaian dan berjalan harus mereka perhatikan.
4. Dapat menyesuaikan diri dengan
murid
قال
رسول الله ص.م :نحن معاشَِ الانبياءِ اُمِرنَا اَنْ نُنْزِلَ الناسَ مَنازِلَهُمْ.
(رواه ابو بكر بن الشخّير و روى ابو داود مثله).
“Kami segenap para nabi diperintahkan untuk
melayani dan menghadapi manusia itu sesuai dengan kedudukan (kemampuan) mereka
sendiri”.
Dari
hadis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap pendidik itu harus
mengetahui tuntutan pendidikan dan harus mempunyai pengalaman dalam masalah pengajaran dan pendidikan.
Setiap langkahnya harus mengikuti langkah islam, baik lahir maupun bathin,
takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, serta selalu memohon doa untuk
keberhasilan misi pendidikan yang diembannya.
5. Tidak menjadi guru yang jahat
Setiap
pendidik harus senantiasa berhati-hati jangan sampai menjadi pendidik, guru
atau ustadz yang jahat. Ulam atau pendididk yang jahat bagaikan pemimpin
pemerintahan bangsa yang zholim terhadap bangsa dan rakyatnya. Merekalah yang
mengakibatkan tergelincir dan tersesatnya umat manusia.
قال
رسول الله ص م : لأناَ من غير الدّجّالِ اخوفُ عليكم من الدّجّالَ ،فقيلَ : وما
ذالك؟ فقال من الأئمةَ المضلِّين. (رواه أحمد باسناد جيد)
“Manusia yang bukan daajjal lebih
aku takuti akan mengganggu kamu sekaian daripada dajjal. “ada yang bertanya,
:siapa mereka itu? Rasul Saw menjawab mereka adalah para imam atau pemimpin
(orang berilmu tetapi menyusahkan umat)”.
6.
Takut kepada Allah Swt
Semakin pintar seorang ulama maka semakin takut ia
kepada Allah, karena dengan ilmunya dia mengetahui siapa dirinya dan Tuhannya.
Dia tahu betapa kecilnya mahluk dihadapan Rabbnya. Allah berfirman:
إنما
يخشى الله من عباده العلماء.
“Sesungguhnya diantara hamba
allah yang paling takut padaNya adalah para ulama”.
من
عرف نفسه فقد عرف ربه.
“Barang
siapa mengetahui dirinya niscaya dia mengetahui tuhannya”.
Jika dikaitkan
dengan hadits “Ulama adalah pewaris para nabi” maka tentu saja sifat
yang harus melekat pada para ulama adalah sifat para nabi, dan nabi umat akhir
zaman adalah nabi Muhammad Saw, dan diantara sifat yang dimiliki oleh nabi Muhammad Saw adalah “fatonah”
atau cerdas,
dengan kata lain sifat dasar yang harus dimiliki seorang pendidik adalah
“berilmu”, ilmu sebelum amal dan perkataan. Berikut adalah hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Bukhori dam kitab shohih bukhori juz 1 halaman 45.
قال
النبي صلى الله عليه وسلم: من يرد الله به خير يفقهه فى الدين
“Nabi SAW bersabda: Barang
siapa dikehendaki baik oleh Allah maka dia akan diberikan pemahaman
akan agama”.
Dengan kata lain seseorang yang
diridoi oleh Allah sebagai ulama maka akan diberikan pemahaman oleh Allah
tentang hukuk-hukum syar’i tentang agama, supaya ulama dapat menjadi sarana
para manusia dalam mengenal ilmu-ilmu Allah yang maha luas.
Sikap lain yang harus dimiliki seorang
pendidik adalah “Uswatun hasanah”, karena ilmu tidak hanya disampaikan dengan
metode transfer ilmu di ruang belajar, tetapi dengan contoh atau aplikasi yang
dilakukan seorang pendidik baik di dalam atau di luar ruang belajar supaya para
murid tahu apa yang belum mereka tahu dan mengerti bahwa ilmu itu harus
diamalkan.
لقد
كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة
“Telah jelaslah untuk kalian bahwa dalam diri rasulullah SAW terdapat
Uswah
Hasanah”.
عن
أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ص م. قال: دعوني ما تركتكم, إنما أهلك من كان
قبلكم كثرة سوءالهم واختلافهم على أنبيائهم, فإذا نهيتكم عن شئ فا جتنبوه وإذا
أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم (متفق عليه)
“Dari Abu Hurairah ra. dari nabi SAW. Beliau
bersabda: “Tinggalkanlah olehmu sekalian apa saja yang telah kutinggalkan.
Sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan umat-umat sebelum kamu adalah karena
banyaknya pertanyaan mereka dan mereka bertindak tidak sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh nabi-nabi mereka. Oleh karena itu bila aku melarang sesuatu
kepadamu sekalian maka jauhilah, dan bila aku memerintahkan sesuatu maka
kerjakanlah sekuat tenaga”. (H.R.. Muttafaq Alaih)
Seorang guru haruslah dapat memelihara
sunnah dengan cara terus menggali, mengamalkan dan menyampaikannya kepada semua
yang tertaklif khususnya untuk para murid yang tentu saja sangat membutuhkan
guru untuk itu.
Dapat disimpulkan bahwa di antara sifat-sifat yang harus ada pada seorang
pendidik adalah:
>Takut kepada
Allah
>Berilmu
>Memberi contoh
yang baik untuk para muridnya
>Bisa memberi
nasihat yang baik kepada muridnya
>Menjaga sunnah
Sifat-sifat yang harus melekat pada pendidik
عن
عبد الله بن عمرو عن النبيّ صلى الله عليه وسلم قال: المسلم من سلم المسلمونمن
لسانه ويده والمهاجر من هجر ما نهى الله عنه {رواه البخاري وأبوداود والنسائى}
“Dari Abdullah bin
Amr r.a. dari Nabi saw bersabda: “Yang dinamakan Islam ialah orang yang
orang-orang lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, sedang yang
dinamakan orang yang hijrah yaitu orang yang meninggalkan semua larangan Allah Swt”. (HR.
Bukhari, Abu Daud, dan Nasai)
Dalam hadits ini Rasulullah Saw menerangkan
siapa yang pantas orang yang berpredikat muslim dan siapakah yang berpredikat
muhajir. Orang Islam ialah mereka yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri dan orang
lain serta tiddak berbuat jahat terhadap orang lain, juga benar-benar
menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Dalam hadits ini dikhususkan keselamatan
dan kejahatan lisan dan tangan, bukan dari anggota badan lainnya, karena lisan
bisa menjadi sumber bahaya yang bisa merugikan orang banyak bahkan
mencelakakannya.
Guru adalah orang yang mernjadi teladan
bagi murid-muridnya. segala tindakannya, ucapannya bahkan mungkin keyakinannnya
akan menjadi teacher center bagi murid-muridnya. Lisan seorang guru harus
benar-benar dijaga tidak boleh sembarang/ asal bicara atau berpendapat kalau
memang tidak beralasan. tidak boleh berdusta karena muridnya senantiasa menjadi
kaset kosong yang akan senantiassa merekam seluruh aktifitas gurunya selama
terlihat. menipu menggunjing, guru lain, memperolek dan sifat keji lainnya yang
tidak pantas dikeluarkan bagi setiap muslim terutama bagi eseorang pendidik
baik itu orang tua maupun guru/tenaga kependidikan lainnya.
Seorang muslim begitu juga guru sejatinya
apabila berbicara tetap memperoleh hasil dan laba, dan apabila berdiam
memperoleh sejahtera dan pujian. Quran surat Al Mujadilah ayat 9 menjelaskan:
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ÷LäêøŠyf»uZs? Ÿxsù (#öqyf»oYoKs? ÉOøOM}$$Î/ Èbºurô‰ãèø9$#ur ÏMuŠÅÁ÷ètBur ÉAqß™§9$# (#öqyf»uZs?ur ÎhŽÉ9ø9$$Î/ 3“uqø)G9$#ur ( (#qà)¨?$#ur ©!$# ü“Ï%©!$# Ïmø‹s9Î) tbrçŽ|³øtéB ÇÒÈ
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu
mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat
dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada rasul. dan bicarakanlah tentang
membuat kebajikan dan takwa. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu
akan dikembalikan.”
Bahkan seorang muslim itu tangannya harus
mulia lagi bersih dari perbuatan tercela. Termasuk perbuatan baik dan benar
adalah mendidik anak-anak berpegang teguh menegakkan dan menjalankan hukum syara dan dan
hukum-hukum yang berlaku di negeri ini selama tidak bertentangan dengan Al-Quran. Adapun
muhajirin lebih luas cakupannya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam
konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim,
mu’addib, mudarris, dan mursyid. Menurut
peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri
dan mempunyai tugas masing-masing.
2. Keberadaan seorang guru
penting bagi keberlangsungan pendidikan ini. guru adakah salah-satu syarat mutlak
yang mesti ada dalam pencapaian ilmu yang dicari. Irsyadul Ustadz
merupakan petunjuk yang utama dibanding dengan kita tanpa guru. Karena ketika
kita mendapatkan masalah maka kita bisa menanyakan langsung ke guru
kita. itulah pentingnya pendidik/guru.
3. Dalam
pandangan Islam, pendidik dapat diperuntukan kepada beberapa macam:
a. Allah SWT
b. Nabi Muhammad SAW
c. Ulama
d. Orang tua
e. Guru
4. sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik diantaranya :
1. Berjiwa
pengasih dan penyayang.
2. Aktif memberikan nassehat dan
pengarahan
3. Menjadi suri teladan.
4. Dapat menyesuaikan diri dengan
murid.
5. Tidak menjadi guru yang jahat
6. Takut kepada Allah SWT
3.2 Saran
Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk yang paling istimewa di antara
makhluk-makhluk yang lainnya, karena manusia memiliki akal. Oleh sebab itu
marilah kita menggunakan anugrah akal tersebut dengan sebaik-baiknya, agar kita
menjadi manusia yang bernanfaat bagi orang lain, salah satunya dengan mencari
ilmu dan mengajarkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asyqalani,
Ahmad bin Ali bin Hajar. (2000). فتح
الباري بشرح صحيح البخاري. Beirut: Darul Fikr.
Al-Bukhari, Abi Abdillah bin Ismail. (1978). صحيح
البخاري الجازالأوّل.
Indonesia: Maktabah Daru Ihya Al-Kitab Al-‘Arabiyah.
Ayyub, Hasan. (1994). Etika Islam menuju Kehidupan
yang Hakiki. Bandung: Trigenda Karya.
Khalid, Muhammad Khalid. (1995). Karakteristik
Perihidup 60 Sahabat Rasulullah. Bandung: Diponegoro.
Qadir, A. Hassan. (2007). Ilmu
Musthalah Hadits. Bandung: Diponegoro.
Shonhadji,
Abdullah. (1979). Tarjamah Durratun Nasihin. Semarang: Almunawar.
Disusun oleh
Ahmad Makhrus
Junaidah al-Bahrie
Syafitri Sonara
M. Taufiq Nurdiansyah
Tiana Murni
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
No comments:
Post a Comment