Pages

Friday, November 29, 2013

Guru Dalam Pendidikan (Pengertian Pendidik, Murabbi, Mu’allim, Mu’addib, Mudarris, dan Mursyid)

  BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Sebagaimana dimaklumi bahwa hadits merupakan segala aktivitas Nabi Muhammad Saw, baik perkataan, perbuatan dan takrirnya, yang dijadikan pedomandalam kegiatan muslim. Atas dasar itulah sudah selayaknya kita mencoba untuk mencari dan menelusuri aktivistas Nabi tersebut sehubungan dengan pendidik.
Walaupun   tak semua aktivitas Nabi yang tertuang dalam hadits dapat penulis telusuri, hal ini disebabkan keterbatasan penulis. Pendidik merupakan elemen yang sangat penting dalam pendidikan, sebab ditangan pendidiklah berfungsinya semua kegiatan pembelajaran. Hampir semua faktor pendidikan yang disebut dalam teori pendidikan dilakukan operasionalnya di tangan pendidik. Ditangan pendidiklah perencanaan aktivitas pengajaran itu dikendalikan. Pendidiklah yang meramu semua itu sehingga dapat menjadi sebuah menu yang baik dan sesuai dengan selera/tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Kesalahan dalam mendidik akan berakibat fatal bagi  kelangsungan generasi mendatang. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk mengenal lebih dekat bagaimana sebenarnya seorang pendidik itu menurut ajaran Islam yang tertuang dalam hadits-hadits Nabi. Tentunya pembahasan ini nantinya akan memberi kontribusi terhadap pemahaman yang lebih mapan dan signifikan terhadap pendidik itu sendiri.
Dalam Islam Rasul merupakan seorang pendidik yang mengayomi para ummatnya. Beliau mampu memberikan pengaruh dan keteladanan yang besar sehingga rohani dan jasmani umat dapat merujuk sebagaiman pola yang ditampikan rasul kepada para sahabat dan seterusnya pada generasi berikutnya. Oleh sebab itu, makalah ini akan menganalisis hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan pendidik.


1.2        Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis mencoba mengidentifikasikan masalah yang akan dibahas  pada bab selanjutnya. Dari uraian sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa Pengertian Pendidik, Murabbi, Mu’allim, Mu’addib, Mudarris, dan  Mursyid?
2.      Seberapa pentingnya seorang pendidik?
3.      Bagaimana kita besikap terhadap orang yang memberikan ilmu?
4.       
5.      Jenis-jenis pendidik?
6.      Bagaimana prilaku yang harus di miliki oleh pendidik?

1.3        Tujuan Penulisan
            Sesuai dengan rumusannya, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Pengertian Pendidik, murabbi, mu;allim, mu’addib, mudarris dan mursyid.
2.      Memahami betapa pentingnya seorang pendidik.
3.      Memahami cara berprilaku terhadap orang yang mendidik kita.
4.       
5.      Mengetahui macam-macam pendidik.
6.      Memahami prilaku yang harus dimiliki oleh seorang pendidik.


1.4        Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan sumber dari buku-buku yang menunjang materi yang dibahas (studi pustaka) dan mencari referensi tambahan dari internet.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Pendidik,  Murabbi, Mu’allim, Mu’addib, Mudarris, dan  Mursyid
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat panutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.





(Hadits k’1)
Hadits Tentang Anjuran Menjadi Pendidik
قَالَ ابْنُ عَبَّاس : (كُوْنُوْارَبَّانِيِّينَ)حُلَمَاءَفُقَهَاءَوَيُقَالُ الَرَّبَّانِيُّ الَذِي يُرَبِّي النَّاسَ بِصِغَارِالعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِه
Ibnu Abbas berkata, "Jadilah kamu semua itu golongan Rabbani, yaitu golongan orang yang mendidik manusia dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang sukar).
 Hadits diatas tergolong hadits mauquf, karena hadits itu berupa perkataan yang disandarkan kepada sahabat Nabi saw yaitu Ibnu Abbas, yang mana beliau adalah putra dari Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah saw. Beliau bergelar “Kyahi ummat” suatu gelar hanya dapat dicapainya karena otaknya yang cerdas, hatinya yang mulia dan pengetahuannya yang luas.
Dari kecilnya, Ibnu Abbas telah mengetahui jalan hidup yang akan ditempuhnya, dan ia lebih mengetahuinya lagi ketikapada suatu hari Rasulullah menariknya ke dekatnya dan menepuk-nepuk bahunya serta mendo’akannya: “ Ya Allah, berilah ia ilmu agama yang mendalam dan ajarkanlah kepadanya takwil”.
Disamping ingatannya yang kuat dan luar biasa Ibnu Abbas memiliki kecerdasan dan kepintaran yang istimewa. Alasan yang dikemukakannya bagaikan cahaya matahari, menembus ke dalam kalbu, menghidupkan cahaya kehidupan. Dan dalam percakapan dan dialog, tidak saja membuat lawannya terdiam, mengerti dan menerima alasan yang dikemukaaknnya, tetapi juga menyebabkan diam terpesona karena manisnya susunan kata-katanya.
Ibnu Abbas tidak saja memiliki kekaaan besar berupa ilmu pengetahuan semata, tapi disamping itu ia memiliki pula kekayaan yang lebih besar lagi, yakni etika ilmu serta akhlaq para ulama. Disamping itu, ia juga seorag yang berani, berpikiran sehat dan teguh memegang amanat.

Adapun syarah dari hadits di atas adalah:
قَوْله : ( وَقَالَ اِبْن عَبَّاس )
هذَا التَّعْلِيق وَصَلَهُ اِبْن أَبِي عَاصِم أَيْضًا بِإِسْنَاد حَسَن ، وَالْخَطِيب بِإِسْنَادٍ آخَر حَسَن . وَقَدْ فَسَّرَ اِبْن عَبَّاس : " الرَّبَّانِيّ " بِأَنَّهُ الْحَكِيم الْفَقِيه ، وَوَافَقَهُ اِبْن مَسْعُود فِيمَا رَوَاهُ إِبْرَاهِيم الْحَرْبِيّ فِي غَرِيبه عَنْهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيح ، وَقَالَ الْأَصْمَعِيّ وَالْإِسْمَاعِيلِيّ الرَّبَّانِيّ نِسْبَة إِلَى الرَّبّ أَيْ : الَّذِي يَقْصِد مَا أَمَرَهُ الرَّبّ بِقَصْدِهِ مِنْ الْعِلْم وَالْعَمَل ، وَقَالَ ثَعْلَب قِيلَ لِلْعُلَمَاءِ رَبَّانِيُّونَ لِأَنَّهُمْ يُرَبُّونَ الْعِلْم أَيْ : يَقُومُونَ بِهِ ، وَزِيدَتْ الْأَلِف وَالنُّون لِلْمُبَالَغَةِ . وَالْحَاصِل أَنَّهُ اُخْتُلِفَ فِي هَذِهِ النِّسْبَة هَلْ هِيَ نِسْبَة إِلَى الرَّبّ أَوْ إِلَى التَّرْبِيَة ، وَالتَّرْبِيَة عَلَى هَذَا لِلْعِلْمِ ، وَعَلَى مَا حَكَاهُ الْبُخَارِيّ لِتَعَلُّمِهِ . وَالْمُرَاد بِصِغَارِ الْعِلْم مَا وَضَحَ مِنْ مَسَائِله ، وَبِكِبَارِهِ مَا دَقَّ مِنْهَا . وَقِيلَ يُعَلِّمهُمْ جُزْئِيَّاته قَبْل كُلِّيَّاته ، أَوْ فُرُوعه قَبْل أُصُوله ، أَوْ مُقَدِّمَاته قَبْل مَقَاصِده . وَقَالَ اِبْن الْأَعْرَابِيّ : لَا يُقَال لِلْعَالِمِ رَبَّانِيّ حَتَّى يَكُون عَالِمًا مُعَلِّمًا عَامِلًا .
( فَائِدَة ) :
اِقْتَصَرَ الْمُصَنِّف فِي هَذَا الْبَاب عَلَى مَا أَوْرَدَهُ مِنْ غَيْر أَنْ يُورِد حَدِيثًا مَوْصُولًا عَلَى شَرْطه ، فَإِمَّا أَنْ يَكُون بَيَّضَ لَهُ لِيُورِد فِيهِ مَا يَثْبُت عَلَى شَرْطه ، أَوْ يَكُون تَعَمَّدَ ذَلِكَ اِكْتِفَاء بِمَا ذَكَرَ . وَاَللَّه أَعْلَم .
          قَوْله : ( وَقَالَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ يُرِدْ اللَّه بِهِ خَيْرًا يُفَقِّههُ )
كَذَا فِي رِوَايَة الْأَكْثَر ، وَفِي رِوَايَة الْمُسْتَمْلِيّ : " يُفَهِّمهُ " بِالْهَاءِ الْمُشَدَّدَة الْمَكْسُورَة بَعْدهَا مِيم ، وَقَدْ وَصَلَهُ الْمُؤَلِّف بِاللَّفْظِ الْأَوَّل بَعْد هَذَا بِبَابَيْنِ كَمَا سَيَأْتِي . وَأَمَّا اللَّفْظ الثَّانِي فَأَخْرَجَهُ اِبْن أَبِي عَاصِم فِي كِتَاب الْعِلْم مِنْ طَرِيق اِبْن عُمَر عَنْ عُمَر مَرْفُوعًا ، وَإِسْنَاده حَسَن . وَالْفِقْه هُوَ الْفَهْم قَالَ اللَّه تَعَالَى : ( لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا ) أَيْ : لَا يَفْهَمُونَ ، وَالْمُرَاد الْفَهْم فِي الْأَحْكَام الشَّرْعِيَّة .
قَوْله : ( وَإِنَّمَا الْعِلْم بِالتَّعَلُّمِ )
هُوَ حَدِيث مَرْفُوع أَيْضًا ، أَوْرَدَهُ اِبْن أَبِي عَاصِم وَالطَّبَرَانِيّ مِنْ حَدِيث مُعَاوِيَة أَيْضًا بِلَفْظِ : " يَا أَيّهَا النَّاس تَعَلَّمُوا ، إِنَّمَا الْعِلْم بِالتَّعَلُّمِ ، وَالْفِقْه بِالتَّفَقُّهِ ، وَمَنْ يُرِدْ اللَّه بِهِ خَيْرًا يُفَقِّههُ فِي الدِّين " إِسْنَاده حَسَن ، إِلَّا أَنَّ فِيهِ مُبْهَمًا اُعْتُضِدَ بِمَجِيئِهِ مِنْ وَجْه آخَر ، وَرَوَى الْبَزَّار نَحْوه مِنْ حَدِيث اِبْن مَسْعُود مَوْقُوفًا ، وَرَوَاهُ أَبُو نُعَيْمٍ الْأَصْبَهَانِيّ مَرْفُوعًا . وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي الدَّرْدَاء وَغَيْره . فَلَا يَغْتَرّ بِقَوْلِهِ مَنْ جَعَلَهُ مِنْ كَلَام الْبُخَارِيّ ، وَالْمَعْنَى لَيْسَ الْعِلْم الْمُعْتَبَر إِلَّا الْمَأْخُوذ مِنْ الْأَنْبِيَاء وَوَرَثَتهمْ عَلَى سَبِيل التَّعَلُّم

Hadits Tentang Keutamaan Pendidik
حدّثنا محمدُ بنُ العلاءِ قال: حدّثنا حمّادُ بنُ أُسامةَ عنْ بُرَيدِ بنِ عبدِ الله عنْ أبي بُردةَ عن أبي موسى عنِ النبيّ ص.م قال: مثلُ ما بَعَثَنى الله بهِ مِنَ الهُدَى والعِلمِ كمثلِ الغيثِ الكثِيرِ أصابَ أرضا، فكان منها نقيَّةٌ قَبِلَتِ الماءَ فأَنْبَتَتِ الكَلأ والعُشْبَ الكثيرَ، وكانتْ منها أجادِبُ أَمْسَكَتِ  الماءَ فنَفعَ الله بها الناسَ فشرِبوا وسَقَوا وزَرَعوا، وأصابَ منها طا ئفةً أُخرى إنّما هي قِيعانٌ لاتمُْسِكُ ماءً ولا تُنْبِتُ كلأً. فذلكَ مَثلُ مَنْ فَقِهَ في دينِ الله ونَفَعَهُ ما بَعَثَني الله به فعَلِمَ وعلَّم، ومثلُ مَن لم  يَرفعْ بذلك رأَساً ولم يقبلْ هُدى الله الذى أُرْسِلْتُ بهِ.  (رواه البخارى)
Dari Abi Musa Radhiallahu Anhu, katanya Nabi Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, "Perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan, yang oleh karena itu Allah mengutus aku untuk menyampaikanya, seperti hujan lebat jatuh ke bumi. Bumi itu ada yang subur, menyerap air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumput yang banyak. Ada pula yang keras tidak menyerap air sehingga tergenang, maka Allah memberi manfaat dengan hal itu kepada manusia. Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak dan sebagainya), dan untuk bercocok tanam. Ada pula hujan yang jatuh kebagian lain, yaitu di atas tanah yang tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan rumput. Begitulah perumpamaan orang yang belajar agama, yang mau memanfaatkan sesuatu yang oleh karena itu Allah mengutus aku menyampaikannya, dipelajarinya dan diajarkannya. Begitu pula perumpamaan orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil peduli dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya."Abu Abdillah berkata, bahwa Ishaq berkata," Dan ada di antara bagian bumi yang digenangi air, tapi tidak menyerap." (Hadts No 79 - Kitab Fathu Al-Bari)
            Hadits di atas tergolong hadits marfu, karena penyandarannya langsung kepada Nabi saw. Hadits tersebut diriwayatkan oleh sahabat Nabi saw yang bernama Abu Musa Al-Asy’ari, ia adalah Abullah bin Qeis dengan gelar Abu Musa Al-Asy’ari. Ia meninggalkan negeri dan kampung halamannya Yaman menuju Mekkah segera setelah mendengar munculnya seorang Rasul yang menyeerukan tauhid. Di Mekkah ia menghabiskan waktunya untuk duduk didepan Rasul saw, menerima petunjuk dan keimanan darinya. Lalu pulanglah ia ke negerinya membawa kalimat Allah kemudian kembali lagi kepada Rasulullah setelah selesainya Khaibar. Kali ini Abu Musa tidaklah datang seorang diri tetapi membawa lebih dari lima puluh orang laki-laki penduduk Yaman yang telah diajarinya tentang agama Islam, serta dua orang saudara kandungnya bernama Abu Ruhum dan Abu Burdah.
            Abu Musa merupakan gabungan yang istimewa dari sifat-sifat utama, ia adalah prajurit yang gagah berani, seorang pahlawan perdamaian, peramah dan tenang hingga mencapai batasan maksimal, seorang ahli hukum yang cerdas dan berpikiran cerdas yang mampu mengerahkan kepada kunci dan pokok persoalan, serta mencapai hasil gemilang dalam berfatwa dan mengambil keputusan, sampai ada yang mengatakan: “ Qodli atau hakim umat ini ada empat orang, yaitu Umar. Ali, Abu Musa, dan Zaid bin Tsabit”.
Disamping itu ia berkepribadian suci hingga orang yang menipunya di jalan Allah pasti ia akan tertipu sendiri, seperti senjata makan tuan. Abu Musa sangat bertanggung jawab terhadap tugasnya dan besar perhatiannya terhadap sesama manusia. Dan semboyan hidupnya adalah “ Yang penting ialah ikhlas, kemudian biarlah terjadi apa yang akan terjadi”.
Dalam arena perjuangan Al-Asy’ari memikul tanggung jawab dengan penuh keberaniian hingga Rasulullah berkata “ Pemimpin orang-orang berkuda adalah Abu Musa”.
            Adapun syarah dari  hadits di atas adalah sebagai berikut:
قوله: (فضل من علم و علم) الأولى بكسر اللام الخفيفة أي صار عالماً، والثانية بفتحها وتشديدها.
قوله: (حدّثنا محمدُ بنُ العلاءِ) هو أبو كريب مشهور بكنيته أكثلا من اسمه، وكذا شيخه أبو أسامة، وبريد بضم الموحدة وأبو بردة جده وهو ابن أبي موسى الأشعري. وقال في السياق عن أبي موسى ولم يقل عن أبيه تفننًا، والإسناد كله كوفيون.
قوله: (مثلُ) بفتح المثلثة والمراد به الصفة العجيبة لاالقول السائر.
قوله: (الهُدَى) أي الدلالة الموصلة إلى المطلوب، والعلم المراد به معرفة الأدلة الشرعية.
قوله: (نقيَّةٌ) كذا عند البخاري في جميع الروايات التي رأينها بالنون من النقاء وهي صفة لمحذوف.
قوله: (قَبِلَتِ) بفتح القاف وكسر الموحدة من القبول، كذا في معظم الروايات.
قوله: (الكَلأ) بالهمزة بلا مد.
قوله: (والعُشْبَ) هو من ذكر خاص بعد العام، لأن الكلأ يطلق على النبت الرطب واليابس معًا، والعشب للرطب فقط.
قوله: (أجادِبُ) بالجيم والدال المهملة بعدها موحدة جمع جدب بفتح الدال المهملة على غير قياس وهي الأرض الصلبة التي لاينضب منها الماء.
قوله: (فنَفعَ الله بها) أي بالإخاذات، وهي الأرض التي تمسك الماء.
قوله: (وزَرَعوا) كذا له بزيادة زاي من الزرع.
قوله: (وأصابَ) أي الماء. وللأصيلي وكريمة أصابت أي طائفة أخرى. ووقع كذلك صريحًا عند النسائي. والمراد بالطائفة القطعة.
قوله: (قِيعانٌ) بكسر القاف جمع قاع وهو الأرض المستوية المسلساء التي لاتنبت.
قوله: (فَقِهَ) بضم القاف أي صار فقيها.
Kandungan Hadits
Tentang hadits di atas, setelah memaparkan keterangan yang menjelaskan hadits di atas dari segi bahasa (arab), Ibnu Hajar Al-Asqalani -penulis kitab fikih (klasik) Bulughul Maram dalam kitabnya Fathul Bari, menjelaskan:
Al Qurtubi dan yang lainnya mengatakan bahwa Rasulullah ketika datang membawa ajaran agama, beliau mengumpamakannya dengan hujan yang diperlukan ketika mereka membutuhkannya. Demikianlah kondisi manusia sebelum Rasulullah diutus. Seperti hujan menghidupkan tanah yang mati, demikian pula ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati. Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai macam tanah yang terkena air hujan, diantara mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajar. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.
Di antara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia tidak mengerjakan, akan tetapi dia mengejarkannya untuk orang lain, maka bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang inilah yang diindikasikan dalam sabda beliau, "Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia mengerjakannya seperti yang dia dengar." Di antara mereka juga ada yang mendengar ilmu namun tidak menghafal atau menjaganya serta mengamalkannya dan tidak pula mengajarkannya kepada orang lain, maka dia seperti tanah yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilignya.
Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua, adalah karena keduanya sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga, karena tercela dan tidak bermanfaat. Kemudian dalam setiap perumpamaan terdiri dari dua kelompok. Perumpamaan pertama telah kita jelaskan tadi, sedang perumpamaan kedua, bagian pertamanya adalah orang yang masuk agama (Islam) namun tidak mendengarkan ilmu atau mendengarkan tapi tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan Nabi Shallallahu Alaihi was Sallam dalam sabdanya, "Orang yang tidak mau memikirkan" atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak bisa memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain.
Adapun bagian kedua adalah orang yang sama sekali tidak memeluk agama, bahkan telah disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tapi dia mengingkari dan kufur kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah datar yang keras, di mana air mengalir di atasnya tapi tidak dapat  memanfaatkannya. Hal ini diisyaratkan dengan perkataan beliau, "Dan tidak perduli dengan petunjuk Allah".
Ath-Thibi mengatakan, "Manusia terbagi menjadi dua. Pertama, manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak mengajarkan kepada orang lain. Kedua, manusia yang tidak memanfaatkan untuk dirinya, tapi dia mengajarkan kepada orang lain. Kategori pertama masuk dalam kelompok pertama, karena secara umum manfaatnya ada walaupun tingkatnya berbeda. Begitu pula dengan tanaman yang tumbuh, di antaranya ada yang subur dan memberi manfaat kepada manusia dan ada juga yang kering. Adapun kategori kedua walaupun dia mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan yang sunnah, sebenarnya dia termasuk dalam kelompok kedua seperti yang telah kita jelaskan, dan seandainya dia meninggalkan hal-hal wajib maka dia adalah orang fasik dan kita tidak boleh mengambil ilmu darinya. Orang semacam ini termasuk dalam, man lam yar fa' bi dzalika ro san.

(Hadits k’2)
Hadits Tentang Pentingnya pendidik
كُنْ عَالِمًا اَوْ مُتَعَلِّمًا اَوْسَامِعًا وَلاَ تَكُنْ رَابِعً
“Jadilah engkau orang ‘aalim (yang mengajar) atau orang yang belajar atau orang yang mendengarkan (pelajaran); dan janganlah menjadi orang yang kempat.”
موْتُ العَالِمِ موتُ العَالَمِ, itulah hal yang harus diwaspadai oleh semua elemen masyarakat di semua penjuru dunia. Ketika ilmu-ilmu sudah mulai tidak diamalkan yang kita rasakan adalah kesenangan dan kecanggungan terhadap ilmu itu bahkan kita merasa khawatir akan ketidakberkahan ilmu itu sendiri. Guru, ulama, dan pendidik lainnya ketika tidak bisa memanfaatkan ilmunya itulah salah- satu tandanya ilmu itu tidak berkah dan akan melaknat kelak dikemudian hari. sebagaimana tertuang pada kata pembuka ayat
pertama. Iqra (bacalah) mengandung hikmah agar umat dapat membaca serta mengkaji ilmu-ilmu Allah SWT demi
mewujudkan kemaslahatan.

Keberadaan seorang guru penting bagi keberlangsungan pendidikan ini. guru adakah salah-satu syarat mutlak yang mesti ada dalam pencapaian ilmu yang dicari. Irsyadul Ustadz merupakan petunjuk yang utama dibanding dengan kita tanpa guru. Karena ketika kita mendapatkan masalah maka kita bisa menanyakan langsung ke guru kita. itulah pentingnya pendidik/guru.
عن انس قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر ويظهر الزنا (رواه بخارى)
Dari Anas bin Malik berkata, Rasul SAW bersabda:”Diantara tanda-tanda kiamat: diangkatnya ilmu, ditetapkannya kebodohan, merajalelanya peminum khomr dan pelaku zina”. (HR. Bukhari)
Singkat kata dunia tanpa ulama akan berujung kehancuran dari hal-hal yang kecil sampai datangnya kehancuran besar yakni hari kiamat kelak.
من سلك طريقا يطلب به علما سهّل الله له طريقا إلى الجنّة، (رواه البخاري)
“Barangsiapa berjalan untuk keperluan ilmu, maka Allah membimbingnya ke jalan surga”. (HR. Bukhari).


(Hadist k’3)
Bersikap Rendah Hati Kepada Guru
تَعَلَّمُوْاوَتَوَاضَعُوْالِمُعَلِّمِيْكُمْ وَلِيْنُوْالِمُتَعَلِّمِيْكُمْ. الطبراني
“Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu” (HR. Ath-Thabrani)


(Hadits k’4)
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ العِلْمَ اِنْتِزَاعًايَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ, وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ, حَتَّى إِذَالَمْ يُبْقِ عَالِمًا اِتَخَذَالنَّاسُ  رُءُوْسَاجُهَّالًا, فَسُئلُوْابِغَيْرِعِلْمٍ فَضَلُّوْاوَأَضَلُّوْأ.
Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabutnya begitu saja dari manusia, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak meninggalkan seorang ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh yang apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu lalu mereka pun sesat serta menyesatkan. (HR. Bukhori)
Penjelasan :
Sungguhpara ‘ulamamemilikikedudukan yang sangattinggi di sisi Allah subhanahuwata’ala.Sangatbanyakpujiandansanjunganterhadapmerekadalam Al-Qur’an. Di antaranyafirman Allah :

((
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ)) فاطر: ٢٨

“Hanyalah yang memiliki khasy-yah (takut) kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ‘ulama.” [Fathir : 28]

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan :Yakni, hanya yang khasy-yah terhadap-Nya dengan sebenarnya adalah para ‘ulama yang mengenal-Nya / berilmu tentang-Nya. Karena setiap kali ma’rifah (pengenalan) terhadap Dzat yang MahaAgung, MahaKuasa, MahaBerilmu, yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan nama-nama yang indah, bila ma’rifah terhadap-Nya semakian sempurna dan ilmu tentang-Nya makin lengkap, maka makin bertambah besar dan bertambah banyak pula khasy-yah terhadap-Nya.”




(Hadits k’5)
قَالَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : مَوْتُ أَلْفِ عَا [شدٍاقَاعِمِ اللَيْلِ صَائِمِ النَّهَارِأَهْوَنُ مِنْ مَوْتِ عَلِمٍ بَصِيْرٍبِحَلَالِ اللهِ وَحَرَامِهِ.
 Umar  r.a berkata: matinya seribu hamba yang bangun di malam hari dan puasa di siang hari nya lebih baik daripada  matinya orang yang tau akan halal dan haramnya menurut Alloh.
Hadist di atas menjelaskan  bahwasanya orang yang berilmu lebih utama daripada orang yang bagus atau tekun dalam beribadah tetapi dia tidak mengetahui halal haramnya menurut Allah. Hal ini menunjukan betapa berperannya ilmu dalam beragai hal. Dengan adanya ilmu maka dalam hal ini Murabbi atau pengajar sangat berperan penting.
Seorang guru amat jadi sorotan dalam masyarakat, dari mulai guru tersebut berpakaian, dalam bertutur bahasa, dan juga dalam berperilaku. Oleh karena itu, peting bagi kita sebagai seorang guru memeperhatikan hal-hal kecil yang mungkin menurut kita sepele. Ada peribahasa yang mengatakan “guru kencing berdiri murid kencing berlari” hal ini menunjukan bahwa suksesnya atau gagalnya seorang murid dalam belajar tergantung pada guru yang mengajarkannya.
Akan tetapi, dewasa ini guru atau pengajar hanya berfungsi sebagai pengajar saja, berbeda dengan zaman dulu guru berfungsi tidak hanya sebagai pengajar tetapi sebagai pendidik juga. Maka tidak heran apabila anak didiknya itu kurang sopan maupun santun walaupun kenyataannya pintar dalam bidang akademik dikarenakan canggihnya teknologi zaman sekarang.
Maka, dalam hal ini mulai dmunculkan kembali pendidikan moral supaya anak didik tidak hanya pintar dalam bidang akademik, tapi juga mengerti apa dari hakikat ilmu tersebut.



(Hadits k’6)
Orang yang keras permusuhannya
فَقَالَتْ عَائشَةُ عَلَيْكُمْ وَلَعَنَكُمْ اللهُ وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْكُمْ قَالَ مَهْلًا يَاعَائشَةُ عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالعُنْفَ وَالفُحْشَ

Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:  Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya lelaki yang paling dibenci oleh Allah ialah yang paling keras permusuhannya. (HR. Bukhori)
Penjelasan:
Orang yang sangat keras permusuhannya dengan kebenaran, yang ia tetap dalam kebodohannya, atau ia pengikut hawa nafsu yang ulung yang tetap memilih hawa nafsunya setelah jelas kebenaran baginya.. tidaklah pantas menghuni friend-list mu.. maka selamatkanlah dirimu darinya..
(Hadits k’7)
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُوْنُ فِي شَيْءٍإِلًا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍإِلًا شَانَه
(Hadits k’8)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أحَقُّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتابُ اللَّهِ وَ قَالَ الشَّعْبِيُّ لَا يَشْتَرِطُ الْمُعَلِّمُ إِلَّا أَنْ يُعْطَى شَيْئًا فَلْيَقْبَلْهُ وَ قَالَ الْحَكَمُ لَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا كَرِهَ أَجْرَ الْمُعَلِّمِ وَ أَعْطَى الْحَسَنُ دَرَاهِمَ عَشَرَة
Telah berkata Ibnu Abbas, dari Nabi SAW sepantasnyalah kalian tidak mengambil padanya upah kitab Allah dan berkata Asy-Sya’biyyu tidak perlu seorang guru mengambilnya kecuali apabila diberikannya sesuatu, maka terimalah itu. Dan berkata Al-Hakim saya belum mendengar seorangpun membenci  upah  dan Hasan memberi sepuluh dirham.” (HR. Bukhori)

Penjelasan
Satu hal yang paling penting untuk benar-benar dihindari bagi ahli al-Qur’an adalah menjadikan al-Qur’an sebagai perantara mencari kehidupan. Abdurrahman bin Syubail menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : bacalah olehmu al-Qur’an, jangan mencari makan dengan al-Qur’an, jangan bersikap kasar terhadapnya dan jangan pula melampaui batas terhadapnya. Diperoleh dari Jabir, bahwa Rasulullah SAW bersabda : bacalah olehmu al-Qur’an sebelum datang orang-orang yang menegakkannya dengan membawa tempat makanan yang mengharapkan upah dengan segera dan tidak menyisihkan untuk akhirat. Ada riwayat yangg senada maknanya dari riwayat Sahal bin Saad: Artinya mereka berharap mendapat upah dengan segera, berupa harta, sum’ah dan semacamnya.
Fudhail bin Amr menyatakan : suatu saat ada dua orang masuk masjid. Ketika imam sudah salam, salah satu dari merekaberdiri dam membaca al-Qur’an kemudian meminta-minta. Salah seorang diantar mereka spontan berucap : sesungguhnya kita semua milik Allah dan kepada-Nya kita semua akan kembali. Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : bakal datang sekelompok orang yang meminta-minta dengan Al-Qur’an. Barang siapa meminta-minta dengan al-Qur’an maka jangan kalian beri. Isnad hadits ini t erputus karena Fudhail bin Amr tidak dikenal di kalangan sahabat. Adapun mengambil upah dalam mengajar al-Qur’an, terdapat ikhtilaf di kalangan ulama. Imam Abu Sulaiman al-Khatabi mengisahkan, bahwa ada sekelompok ulama yang melarang mengambil upah dalam mengajarkan al-Qur’an, antara lain al-Zuhri dan Abu Hanifah. Sementara ada juga ulama yang lain yang memperbolehkannya, apabila tidak diperjanjikan. Pendapat ini dikemukakan oleh Hasan al-Bashri, al-Sya’bi dan Ibnu Sirin. Athak, Malik, al-Syafi’i beserta para ulama yang lain memperbolehkan mengambil upah dalam mengajarkan al-Qur’an jika diperjanjikan serta berupa upah yang sah. Pendapat ini didasarkan kepada hadits-hadits shahih.
Para ulama yang melarangnya mengajukan argumentasi dengan landasan hadits Ubadah bin Shamit, bahwa ia mengajarkan al-Qur’an kepada salah seorang ahli Suffah dan diberi hadiah sebuah busur panah. Ketika itu Rasulullah menyatakan: kalau kamu suka dikalungi dengan kalung api neraka ya terima saja. Ini adalah hadits mashur yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud  dan yang lain serta banyak atsar dari para sahabat. Terhadap hadits Ubadah tersebut para ulama yang memperbolehkan mengajukan dua argumentasi; pertama, masih ada berbagai pendapat tentang isnadnya. Kedua, dalam mengajar ia bersikap tabarru’ (berbuat baik semata). Kemudian diberi hadiah sebagai gantinya, maka ia tidak boleh mengambil upah, berbeda dengan orang yang telah membuat akad sebelum belajar. Wallahu a’lam.

Al-Mudatsir 1-7
$pkšr'¯»tƒ ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ   óOè% öÉRr'sù ÇËÈ   y7­/uur ÷ŽÉi9s3sù ÇÌÈ   y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ   tô_9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ   Ÿwur `ãYôJs? çŽÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ   šÎh/tÏ9ur ÷ŽÉ9ô¹$$sù ÇÐÈ  

Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

Penjelasan:
Surat ini dimulai dengan pemberian beban kepada Rasulullah untuk bangkit menerjang segala rintangan dakwah, untuk bangkit memikul tugas mulia yaitu menyampaikan dakwah dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat, memberikan peringatan kepada kaum kuffar, bersabar atas penyiksaan dari mereka, sehingga Allah memutuskan dengan hukum-Nya antara ia dan musuh-musuhnya.
Dalam tahapan ini, selain umat Islam dituntut untuk bisa berorganisasi secara rapi, juga harus bisa mengajak kepada kebaikan, baik ke dalam maupun ke luar. Dengan adanya perintah untuk memberi peringatan, berarti seseorang diperintahkan untuk menyebarluskan dakwah tanpa batas. Tetapi ini semua baru bisa akan dilakukan denga sukses bila tahapan sejak pertama hingga ke tiga tetap bisa dipenuhi.
Dengan kata lain wahyu ke empat ini dapat dikatakan merupakan perintah untuk mendakwahkan Islam. Kehebatan Islam tidak boleh dinikmatio secara pribadi, tetapi harus didakwahkan kepada masyarakat secara luas. Kekuatan aqidah yang sudah tertanam dalam al alaq, kekuatan cita-cita yang diperoleh dari al qolam, kekuatan ruhiyah yang disadap dari pelaksanaan al Muzamil tidak akan banyak berarti tanpa tampil mengambil peran mendakwahkan dan memperjuangkan agama Islam. Maka dalam wahyu ke empat ini Allah memerintahkan agar seorang mukmin tampil ke gelanggang memberikan peringatan kepada manusia. Mengagungkan asma Allah dalam ucapan maupun dalam karya nyata, mensucikan diri dan lingkungan sekitar dari perbuatan maksiat, meninggalkan segala perbuatan dosa, tidak memberi dengan maksud memperoleh imbalan yang lebih banyak, dam bersabar atas ketetapan tuhan.

Asy-Syu’araa 214-215
öÉRr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ  
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (214) Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman.(215)

Penjelasan:
            Kita bisa mengambil contoh dari konsep pendidikan Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS. Mendidik dan berdakwah kepada semua lapisan dan dengan berbagai jenis dan latar belakang, serta beragam metode yang digunakan. Adapun peserta didik yang pertama dan utama adalah keluarga beliau sendiri, yaitu anak dan istri, kemudian orang tua baru kemudian  kaumnya. Pendidikan keluarga menjadi prioritas pertama sebelum ke yang lain sebagaimana firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. QS. At Tahrim: 6
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ
dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, QS. ASysyuara’: 214
Maka Nabi Ibrahim memulai dari keluarganya dulu dari anak-anaknya kemudian istri dan keluarga besarnya, lalu ummatnya, Tergambar dalam beberapa ayat Allah SWT sebagai beriku.

Jenis-Jenis Pendidik
Dalam pandangan Islam, pendidik dapat diperuntukan kepada beberapa macam:
a.                   Allah Ta’ala.
Dari berbagai ayat Al-Qur’an yang membahas tentang posisi Allah Ta’ala sebagai pendidik dapat diketahui dari beberapa firman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Allah memiliki pengetahuan yang sangat luas dan maha tinggi, disamping ia juga sebagai pencipta alam semesta. Dalam al- Qur’an dinyatakan bahwa Allah merupakan pendidik bagi alam semesta. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah Ta’ala:
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
Dalam ayat tersebut menurut Muhammad Yunus mengatakan kata رب bermakna yang mendidik; Sementara di ayat lain juga ada disebutkan bahwa Allah mengajar akan nama-nama benda pada Adam As. Sebagaimana dapat dijumpai dalam al-Quran:
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”(Al-Baqarah (2): 31)
Dari berbagai keterangan di atas dapat dipahami bahwa Allah Ta’ala dalam kontek ini berlaku sebagai pendidik walaupun secara tegas tidak disebutkan dengan kata’pendidik’ dalam ayat dan hadis di atas. Namun perlu dipahami bahwa Allah Ta’ala sebagai pendidik tidaklah sama dengan manusia. Allah sebagai pendidik sudah barang tentu mengetahuai akan segalanya, termasuk kebutuhan peserta didiknya karena Allah adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya pada kelompok tertentu saja tetapi memperhatikan seluruh alam semesta ini bahkan jauh dari itu.
b.         Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan pendidik (muallim), hal ini ditandai dengan wahyu yang diterima olehnya dan disampaikan kepada ummatnya. Dalam penyampaiannya Rasul mengajarkan dan mengimplementasikannya dalam bentuk prilaku yang dicontohkan oleh para sahabat-sahabatnya. Hal ini pada dasarnya bahwa kedudukan Nabi sebagi pendidik ditunjuk langsung oleh Allah Ta’ala.
c.         Ulama
Ulama merupakan perpanjangan tugas kerasulan setelah para rasul tidak ada lagi. Tentunya para ulama yang benar menjalankan perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul yang dapt dikatakan ulama. Kata ulama sendiri secara bahasa bermakna mengetahui. Ia terambil dari kata ‘allama. Sementara secara istilah kata ini dimaknai dengan orang yang mengetahui, mempunyai ilmu agama yang luas. Sesungguhnya ulama dapat dikatakan pendidik karena para ulama adalah pewaris para nabi (العلماء ورثة الأنبياء) dan disamping itu ulama mewariskan banyak khazanah intelektual Islam kepada kita yang dapat dijadikan sebagai ‘ibrah.
d.         Orang Tua
Dalam lingkungan yang sangat sederhana dapat dikatakan bahwa manusia lahir pertama-tama dididik oleh orang tuanya yang melahirkan, mengasuh, membesarkan dan membinanya hingga sampai orang tuanya tak manpu menghandle sendiri. Ketika orang tua merasa tak manpu memberi pendidikan yang dibutuhkan oleh anak, maka disaat itulah orang tua mencoba membagi tanggunggung jawabnya sebagai pendidik kepada orang lain, dalam hal ini tentu ‘guru’. Pada saat anak hidup dilingkungan keluarga banyak hal-hal yang prinsip tertanam pada jiwa anak termasuk pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan lainnya. Orang tua merupakan pendidik yang secara natural terjadi bagi diri orang tua tersebut. Sehingga orang tua juga dikatakan sebagai pendidik kudrati. Artinya ia terbentuk karena kudrat dari Allah Ta’ala. Sebagai Pencipta. Al-Qur’an menyetir akan hal-hal yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya, seperti tidak menyekutukan Allah Ta’ala, memerintahkan agar melaksanakan shalat, sabar dalam menghadapi ujian dan lainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala. dalam Q.S. Lukman: 12-19.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ bÎ)ur š#yyg»y_ #n?tã br& šÍô±è@ Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ ¢Óo_ç6»tƒ !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5AyŠöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù'tƒ $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ׎Î7yz ÇÊÏÈ ¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ Ÿwur öÏiè|Áè? š£s{ Ĩ$¨Z=Ï9 Ÿwur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøƒèC 9qãsù ÇÊÑÈ ôÅÁø%$#ur Îû šÍô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎŽÏJptø:$# ÇÊÒÈ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. Luqman (31): 12-19).
e.         Guru
Pendidik yang ada di lembaga pendidikan di istilahkan dengan guru, mulai dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi bahkan sampai dengan pondok pesantren. Perbedaannya hanya terletak pada penamaannya untuk masingmasing tingkat ataupun lembaga itu menamakan untuk pendidik. Seperti kiyai, guru, dosen, ustadz, dan lain sebagainya. Pendidik merupakan orang yang dipercaya untuk dapat memberikan pencerahan bagi generasi dan melanjutkanproses penghambaan/abdullah dan khalifatu fi al- ardh. Untuk itu seorang guru atau pendidik harus ada melekat pada dirinya karakteristik dan sifat-sifat pendidik sebagaimana akan diutarakan dalam makalah ini lebih lanjut. Paling tidak kita akan dapat mengambil sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Sifat yang Harus Melekat Pada Seorang Pendidik
1.      Berjiwa pengasih dan penyayang
كان رسولُ الله ص.م يقولُ: اِنّمَا اَنَا لَكم مثلُ الوالِدِ لولدهِ .)رواه ابو داود والنسائى وابن ماجه).
“Sesungguhnya aku (Rasulullah) bagi kamu sekalian bagaikan ayah bagi anaknya”. (HR. Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah).
2.      Aktif memberikan nassehat dan pengarahan
3.      Menjadi suri teladan
Setiap pendidik dan guru harus menyadari sepenuhnya bahwa mata anak-anak didik terikat dengannya.Mereka menjadikan segenap perilaku pendidik sebagai contoh dan cermin bagi mereka sendiri. Oleh karena itu mereka harus selalu waspada dalam hal papa saja yang ditampilkan oleh mereka dihadapan murid-muridnya, baik perkataan, perbuatan maupun cara berpakaian dan berjalan harus mereka perhatikan.
4.      Dapat menyesuaikan diri dengan murid
قال رسول الله ص.م :نحن معاشَِ الانبياءِ اُمِرنَا اَنْ نُنْزِلَ الناسَ مَنازِلَهُمْ. (رواه ابو بكر بن الشخّير و روى ابو داود مثله).
“Kami segenap para nabi diperintahkan untuk melayani dan menghadapi manusia itu sesuai dengan kedudukan (kemampuan) mereka sendiri”.
Dari hadis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap pendidik itu harus mengetahui tuntutan pendidikan dan harus mempunyai pengalaman  dalam masalah pengajaran dan pendidikan. Setiap langkahnya harus mengikuti langkah islam, baik lahir maupun bathin, takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, serta selalu memohon doa untuk keberhasilan misi pendidikan yang diembannya.
5.      Tidak menjadi guru yang jahat
Setiap pendidik harus senantiasa berhati-hati jangan sampai menjadi pendidik, guru atau ustadz yang jahat. Ulam atau pendididk yang jahat bagaikan pemimpin pemerintahan bangsa yang zholim terhadap bangsa dan rakyatnya. Merekalah yang mengakibatkan tergelincir dan tersesatnya umat manusia.
قال رسول الله ص م : لأناَ من غير الدّجّالِ اخوفُ عليكم من الدّجّالَ ،فقيلَ : وما ذالك؟ فقال من الأئمةَ المضلِّين. (رواه أحمد باسناد جيد)

“Manusia yang bukan daajjal lebih aku takuti akan mengganggu kamu sekaian daripada dajjal. “ada yang bertanya, :siapa mereka itu? Rasul Saw menjawab mereka adalah para imam atau pemimpin (orang berilmu tetapi menyusahkan umat)”.
6.      Takut kepada Allah Swt
Semakin pintar seorang ulama maka semakin takut ia kepada Allah, karena dengan ilmunya dia mengetahui siapa dirinya dan Tuhannya. Dia tahu betapa kecilnya mahluk dihadapan Rabbnya. Allah berfirman:
إنما يخشى الله من عباده العلماء.
“Sesungguhnya diantara hamba allah yang paling takut padaNya adalah para ulama”.
من عرف نفسه فقد عرف ربه.
Barang siapa mengetahui dirinya niscaya dia mengetahui tuhannya”.
            Jika dikaitkan dengan hadits “Ulama adalah pewaris para nabi” maka tentu saja sifat yang harus melekat pada para ulama adalah sifat para nabi, dan nabi umat akhir zaman adalah nabi Muhammad Saw, dan diantara sifat yang dimiliki oleh nabi Muhammad Saw adalah “fatonah” atau cerdas, dengan kata lain sifat dasar yang harus dimiliki seorang pendidik adalah “berilmu”, ilmu sebelum amal dan perkataan. Berikut adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori dam kitab shohih bukhori juz 1 halaman 45.
قال النبي صلى الله عليه وسلم: من يرد الله به خير يفقهه فى الدين
Nabi SAW bersabda: Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah maka dia akan diberikan pemahaman akan agama.
Dengan kata lain seseorang yang diridoi oleh Allah sebagai ulama maka akan diberikan pemahaman oleh Allah tentang hukuk-hukum syar’i tentang agama, supaya ulama dapat menjadi sarana para manusia dalam mengenal ilmu-ilmu Allah yang maha luas.
Sikap lain yang harus dimiliki seorang pendidik adalah “Uswatun hasanah”, karena ilmu tidak hanya disampaikan dengan metode transfer ilmu di ruang belajar, tetapi dengan contoh atau aplikasi yang dilakukan seorang pendidik baik di dalam atau di luar ruang belajar supaya para murid tahu apa yang belum mereka tahu dan mengerti bahwa ilmu itu harus diamalkan.
لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة
Telah jelaslah untuk kalian bahwa dalam diri rasulullah SAW terdapat Uswah
Hasanah.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ص م. قال: دعوني ما تركتكم, إنما أهلك من كان قبلكم كثرة سوءالهم واختلافهم على أنبيائهم, فإذا نهيتكم عن شئ فا جتنبوه وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah ra. dari nabi SAW. Beliau bersabda: “Tinggalkanlah olehmu sekalian apa saja yang telah kutinggalkan. Sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan umat-umat sebelum kamu adalah karena banyaknya pertanyaan mereka dan mereka bertindak tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh nabi-nabi mereka. Oleh karena itu bila aku melarang sesuatu kepadamu sekalian maka jauhilah, dan bila aku memerintahkan sesuatu maka kerjakanlah sekuat tenaga. (H.R.. Muttafaq Alaih)
Seorang guru haruslah dapat memelihara sunnah dengan cara terus menggali, mengamalkan dan menyampaikannya kepada semua yang tertaklif khususnya untuk para murid yang tentu saja sangat membutuhkan guru untuk itu.
            Dapat disimpulkan bahwa di antara sifat-sifat yang harus ada pada seorang pendidik adalah:
>Takut kepada Allah
>Berilmu
>Memberi contoh yang baik untuk para muridnya
>Bisa memberi nasihat yang baik kepada muridnya
>Menjaga sunnah
Sifat-sifat yang harus melekat pada pendidik
عن عبد الله بن عمرو عن النبيّ صلى الله عليه وسلم قال: المسلم من سلم المسلمونمن لسانه ويده والمهاجر من هجر ما نهى الله عنه {رواه البخاري وأبوداود والنسائى}
Dari Abdullah bin Amr r.a. dari Nabi saw bersabda: “Yang dinamakan Islam ialah orang yang orang-orang lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, sedang yang dinamakan orang yang hijrah yaitu orang yang meninggalkan semua larangan Allah Swt”. (HR. Bukhari, Abu Daud, dan Nasai)
      Dalam hadits ini Rasulullah Saw menerangkan siapa yang pantas orang yang berpredikat muslim dan siapakah yang berpredikat muhajir. Orang Islam ialah mereka yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri dan orang lain serta tiddak berbuat jahat terhadap orang lain, juga benar-benar menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Dalam hadits ini dikhususkan keselamatan dan kejahatan lisan dan tangan, bukan dari anggota badan lainnya, karena lisan bisa menjadi sumber bahaya yang bisa merugikan orang banyak bahkan mencelakakannya.
      Guru adalah orang yang mernjadi teladan bagi murid-muridnya. segala tindakannya, ucapannya bahkan mungkin keyakinannnya akan menjadi teacher center bagi murid-muridnya. Lisan seorang guru harus benar-benar dijaga tidak boleh sembarang/ asal bicara atau berpendapat kalau memang tidak beralasan. tidak boleh berdusta karena muridnya senantiasa menjadi kaset kosong yang akan senantiassa merekam seluruh aktifitas gurunya selama terlihat. menipu menggunjing, guru lain, memperolek dan sifat keji lainnya yang tidak pantas dikeluarkan bagi setiap muslim terutama bagi eseorang pendidik baik itu orang tua maupun guru/tenaga kependidikan lainnya.
      Seorang muslim begitu juga guru sejatinya apabila berbicara tetap memperoleh hasil dan laba, dan apabila berdiam memperoleh sejahtera dan pujian. Quran surat Al Mujadilah ayat 9 menjelaskan:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ÷LäêøŠyf»uZs? Ÿxsù (#öqyf»oYoKs? ÉOøOM}$$Î/ Èbºurôãèø9$#ur ÏMuŠÅÁ÷ètBur ÉAqß§9$# (#öqyf»uZs?ur ÎhŽÉ9ø9$$Î/ 3uqø)­G9$#ur ( (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# Ïmøs9Î) tbrçŽ|³øtéB ÇÒÈ  
 “Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada rasul. dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”
      Bahkan seorang muslim itu tangannya harus mulia lagi bersih dari perbuatan tercela. Termasuk perbuatan baik dan benar adalah mendidik anak-anak berpegang teguh menegakkan dan menjalankan hukum syara dan dan hukum-hukum yang berlaku di negeri ini selama tidak bertentangan dengan Al-Quran. Adapun muhajirin lebih luas cakupannya.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
1.         Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
2.         Keberadaan seorang guru penting bagi keberlangsungan pendidikan ini. guru adakah salah-satu syarat mutlak yang mesti ada dalam pencapaian ilmu yang dicari. Irsyadul Ustadz merupakan petunjuk yang utama dibanding dengan kita tanpa guru. Karena ketika kita mendapatkan masalah maka kita bisa menanyakan langsung ke guru kita. itulah pentingnya pendidik/guru.         
3.         Dalam pandangan Islam, pendidik dapat diperuntukan kepada beberapa macam:
            a. Allah SWT
            b. Nabi Muhammad SAW
            c. Ulama
            d. Orang tua
            e. Guru
4.         sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik diantaranya :
            1.         Berjiwa pengasih dan penyayang.
            2.         Aktif memberikan nassehat dan pengarahan
3.         Menjadi suri teladan.
            4.         Dapat menyesuaikan diri dengan murid.
      5.         Tidak menjadi guru yang jahat
      6.         Takut kepada Allah SWT      
                                      
3.2       Saran
            Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk yang paling istimewa di antara makhluk-makhluk yang lainnya, karena manusia memiliki akal. Oleh sebab itu marilah kita menggunakan anugrah akal tersebut dengan sebaik-baiknya, agar kita menjadi manusia yang bernanfaat bagi orang lain, salah satunya dengan mencari ilmu dan mengajarkannya.


DAFTAR PUSTAKA


Al-‘Asyqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar. (2000). فتح الباري بشرح صحيح البخاري. Beirut: Darul Fikr.
Al-Bukhari, Abi Abdillah bin Ismail. (1978). صحيح البخاري الجازالأوّل. Indonesia: Maktabah Daru Ihya Al-Kitab Al-‘Arabiyah.
Ayyub, Hasan. (1994). Etika Islam menuju Kehidupan yang Hakiki. Bandung: Trigenda Karya.
Khalid, Muhammad Khalid. (1995). Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah. Bandung: Diponegoro.
Qadir, A. Hassan. (2007). Ilmu Musthalah Hadits. Bandung: Diponegoro.
Shonhadji, Abdullah. (1979). Tarjamah Durratun Nasihin. Semarang: Almunawar.


                                                                                          Disusun oleh  
Ahmad Makhrus
Junaidah al-Bahrie  
Syafitri Sonara
M. Taufiq Nurdiansyah
Tiana Murni

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG








No comments:

Post a Comment