Pages

Wednesday, February 8, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari manusia ditakdirkan untuk hidup bersosial, yaitu selalu hidup dalam keadaan saling membutuhkan. Islam sangat memperhatikan hal ini, dalam banyak pembahasan fiqih tentang tatacara bermuamalah salah satunya adalah pembahasan tentang akhlak manusia dengan sesamanya.
Didalam pembahasan tentang akhlak tersebut, kami ingin membahas salah satu kajian akhlak yang berhubungan dengan muamalah seorang manusia dengan yang lainnya, yaitu silaturahmi. Karena tanpa kita sadari, sesungguhnya silaturahmi sangat penting dalam kehidupan bersosial. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran dan Hadits-Hadits yang membahas tentang hal ini. Oleh sebab itu penulis ingin mencoba memandang kajian tersebut dari sudut pandang al-Quran dan Hadits, yang mana keduanya adalah sumber hukum yang paling utama bagi seluruh umat muslim. Mudah-mudahan dengan adanya makalah yang sederhana ini, dapat memberikan pencerahan dan pegangan dalam kehidupan bermuamalah.

B.  Rumusan Masalah
Perumusan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa makna silaturahmi ?
2.    Ada berapa silaturahmi itu ?
3.    Bagaimana pandangan al-Quran tentang silaturahmi
4.    Bagaimana pandangan hadits tentang silaturahmi

C.  Tujuan Penulisan Makalah
1.    Untuk memahami makna silaturahmi
2.    Untuk mengetahui pembagian silaturahmi
3.    Untuk mengetahui pandangan al-Quran tentang silaturahmi
4.    Untuk mengetahui pandangan hadits tentang silaturahmi

D.  Sistematika Uraian
Sistematika uraian dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab satu membahas pendahuluan, meliputi :
1.    Latar belakang masalah
2.    Rumusan masalah
3.    Tujuan penulisan makalah
4.    Sistematika uraian
Bab dua pembahasan silaturahmi dalam al-Quran dan hadits yang meliputi :
1.    Pengertian silaturahmi
2.    Pembagian silaturahmi
3.    Silaturahmi dalam pandangan al-Quran
4.    Silaturahmi dalam pandangan hadits



















BAB II
SILATURAHMI DALAM AL-QURAN DAN HADITS

A.  Pengertian Silaturahmi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007 : 1065) silaturahim atau silaturahmi bermakna tali persahabatan atau persaudaraan. Dalam perspektif bahasa Arab, Ahmad Warson dan Muhammad Fairuz (2007 :  810) mengungkap bahwa silaturahmi itu sebagai terjemahan Indonesia dari bahasa Arab صلة الرحم . Dilihat dari aspek tarkib, lafadz صلة الرحم merupakan tarkib idhofi, yaitu tarkib (susunan) yang terdiri dari mudhof (صلة) dan mudhof ilaih (الرحم). Untuk memahami makna silaturahmi, maka kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang makna صلة dan الرحم , kemudian makna silaturahmi.
1.                                                                                             Makna Shillah
Lafadz صلة merupakan mashdar dari وصل , Ahmad Warson (2002 : 1562-1563) mengartikan bahwa صلة adalah perhubungan, hubungan, pemberian dan karunia.
2.                                                                                             Makna Rahim
Ahmad Warson (2002 : 483) mengartikan, رحم adalah rahim, peranakan dan kerabat. Al-Raghib (2008 : 215 ) mengkaitkan kata rahim dengan rahim al-mar`ah (rahim seorang perempuan) yaitu tempat bayi di perut ibu. Yang bayi itu punya sifat disayangi pada saat dalam perut dan menyayangi orang lain setelah keluar dari perut ibunya. Dan kata rahim diartikan “kerabat” karena kerabat itu keluar dari satu rahim yang sama. Al-Raghib (2008 : 216) juga mengutip sabda Nabi, yang isinya menyebutkan, ketika Allah Swt menciptakan rahim, Ia berfirman, “Aku al-Rahman dan engkau al-Rahim, aku ambil namamu dari namaku, siapa yang menghubungkan padamu Aku menghubungkannya dan siapa yang memutuskan denganmu Aku memutuskannya”. Ini memberi isyarat bahwa rahmah-rahim mengandung makna al-Riqqatu (belas-kasihan) dan al-Ihsân (kedermawanan, kemurahan hati).
3.                                                                                             Makna Silaturahmi
Berdasarkan dua pengertian dua diatas, maka makna silaturahmi secara harfiah adalah menyambungkan kasih-sayang atau kekerabatan yang menghendaki kebaikan. Secara istilah makna silaturahmi, antara lain dapat dipahami dari apa yang dikemukakan Al-maraghi menyebutkan, “Yaitu menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan dengan sekemampuan”. Sementara itu imam as-Shon'ani (1992 : 4 : 295) mendefinisikan bahwa silaturahmi adalah kiasan tentang berbuat baik kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab dan kerabat bersikap lembut, menyayangi dan memperhatikan kondisi mereka.

B.     Pembagian Silaturahmi
As-Shon'ani (1992 : 4 : 298) mengutip pendapat imam al-Qurthubi yang menjelaskan bahwa silaturahmi yang mesti disambungkan itu terbagi kepada dua bagian, yaitu silaturahmi umum dan silaturahmi khusus. Silaturahmi umum yaitu rahim dalam agama, wajib disambungkan dengan cara saling menaehati, berlaku adil, menunaikan hak-hak yang wajib dan yang sunnah. Sedangkan sulaturahmi khusus yaitu dengan cara memberi nafakah kepada kerabat.

C.     Silaturahmi dalam pandangan Al-Quran
Sejauh pengamatan kami terhadap ayat-ayat al-Quran, kami tidak menemukan satu ayat pun yang memerintahkan silaturahmi dengan bentuk fi'il amr dari lafadz وصل yang kami temukan bukab fi'il amr, melainkan bentuk fi'il madhi yang terdapat dalam surat al-Qoshos ayat 51 dan fi'il mudhore yang diulang sepuluh kali pada enam surat (Abdul Baqi, tt : 919). Meskipun demikian, bukan berarti al-Quran tidak memerintahkan silaturahmi, tetapi silaturahmi dalam al-Quran digunakan dengan lafadz yang lain.
Bila kita mencermati kembali makna rahim, kita temukan bahwa makna rahim itu adalah kerabat, sebagaimana diungkap oleh ar-Roghib dan Ahmad Warson. Di dalam al-Quran dijumpai beberapa ayat yang memerintahkan untuk memberikan hak kepada kerabat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa silaturahmi diperintahkan dalam al-Quran walaupun menggunakan redaksi lain. Ayat-ayat yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :




  1. Surat an-Nahl ayat 90
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku 'adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Pada ayat tersebut terdapat perintah memberi bantuan kepada kerabat dekat,  terkait dengan makna tersebut, Ats-tsa’labi (tt: 2: 321), As-Sulami (2001: 1:372), ‘izz bin Abdussalam (1996: 1: 577), Fahrurrozi (tt: 1: 2747), dan Ahmad bin Muhammad bin Mahdi (2002: 24:73) mereka menafsirkan bahwa ungkapan tersebut bermakna perintah untuk silaturahmi.
  1. Surat al-Isro ayat 26
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Pada ayat ini terdapat perintah Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, menurut Baidhowi (tt: 1: 441), Al-Khozin (1979: 4: 157) bahwa makna kerabat tersebut adalah perintah untuk menyambungkan silaturahmi.
  1. Surat ar-Rum ayat 38
فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
As-Sam’ani (1997: 4: 215)mencatat bahwa perintah memberikan haq kepada kerabat dekat itu menurut mayoritas mufassir maknanya adalah silaturahmi dengan memberikan hadiah.
Berdasarkan tiga ayat diatas beserta penafsiran para mufasir jelaslah bahwa silaturahmi diperintahkan didalam Quran.
D.    Silaturahmi dalam pandangan Hadits
Hadis-hadis yang berkaitan dengan silaturahmi, diantaranya adalah:
1.      Orang yang bersilaturahmi akan diperluas rizkinya, dipanjangkan umurnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ أََحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ.
               Dari Abu Hurairoh r.a: Rosul bersabda barang siapa yang ingin diluaskan rizkinya, dan di panjangkan umurnya, hendaklah dia menyambungkan silaturahmi (H.R. Bukhori)
Dalam hadits lain, yang di takhrij oleh Ahmad dari Aisyah secara marfu’ Nabi pernah bersabda bahwa silaturahmi dan berbuat baik kepada tetangga akan dapat memakmurkan rumah serta menambah umur. Terkait dengan hadis tersebut, Ibnu Hajar (tt: 10: 416) dan As-Son’ani mencamtumkan pendapat Ibnu Tiin yang menyatakan bahwa dzohir hadis tersebut bertentangan dengan surat Al-A’rof ayat 34 yaitu
Èe@ä3Ï9ur >p¨Bé& ×@y_r& ( #sŒÎ*sù uä!%y` öNßgè=y_r& Ÿw tbrãÅzù'tGó¡o Zptã$y ( Ÿwur šcqãBÏø)tGó¡o ÇÌÍÈ     
tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.
Selanjutnya Ibnu Tiin mengkompromikan dua dalil tersebut dari dua aspek, salah satunya yaitu yang dimaksud tambahan umur pada hadis tersebut merupakan kinayah tentang keberkahan umur sebab adanya taufik untuk taat serta makmurnya waktu digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat untuk akhirat serta memeliharanya dari melakukan perbuatan yang sia-sia.



2.      Pemutus silaturahmi tidak akan masul surga.
وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ يَعْنِي: قَاطِعَ رَحِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
       Dari Jubair bin Mut'im r.a: Rosul bersabda tidak akan masuk surga orang yang memutus, yaitu: memutuskan silaturahmi (mutafaq 'alaihi)

3.      Pemutus silaturahmi akan dipercepat siksaan terhadap dosanya.
وأخرج أبو داود من حديث أبي بكرة يرفعه ما من ذنب أجدر أن يعجل الله لصاحبه العقوبة في الدنيا مع ما ادخر له في الآخرة من قطيعة الرحم
      Abu Daud mentakhrij dari hadis Abu Bakroh yang marfu' tidak ada satu dosa yang lebih pantas dipercepat oleh Allah siksaan bagi pelakunya didunia disamping disediakan baginya siksaan di akhirat dari melainkan pemutus silaturahmi
4.      Amal pemutus silaturahmi tidak diterima oleh Allah.
وأخرج البخاري في الأدب المفرد من حديث أبي هريرة يرفعه إن أعمال أمتي تعرض عشية الخميس ليلة الجمعة فلا يقبل عمل قاطع رحم
       Bukhori mentakhrij dalam Adabul Mufrod dari hadis Abu Hurairoh yang marfu' sesungguhnya amal-amal umatku akan disetorkan pada waktu kamis sore malam jumat maka tidak akan diterima amalan pemutus silaturahmi
5.      Rahmat tidak akan turun bagi pemutus silaturahmi.
وأخرج فيه من حديث ابن أبي أوفى إن الرحمة لا تنزل على قوم فيهم قاطع رحم
       Bukhori mentakhrij dalam Adabul Mufrod dari hadis Abu Aufa sesungguhnya rahmat tidak akan turun kepada suatu kaum yang didalamnya ada pemutus silaturahmi
6.      Pintu langit akan tertutup bagi pemutus silaturahmi.
وأخرج الطبراني من حديث ابن مسعود إن أبواب السماء مغلقة دون قاطع الرحم
       Thobroni mentakhrij dari hadis ibnu mas'ud sesungguhnya pintu-pintu langit tertutup bagi pemutus silaturahmi

BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan hubungan antar sesama manusia. Hal itu digambarkan dengan adanya berbagai syariat tentang hubungan manusia baik yang menyangkut hubungan keluarga maupun masyarakat. Untuk mempererat hubungan antar keluarga, Islam mensyariatkan silaturahmi. Dalam pandangan al-Quran dan hadis, silaturahmi memiliki kedudukan yang sangat penting. Al-Quran menggambarkan bahwa silaturahmi merupakan salahsatu bentuk pelaksanaan ibadah seorang hamba kepada Rabb-nya. Dan hadis melukiskan bahwa orang yang senantiasa silaturahmi akan dipanjangkan umurnya serta diperluas rizkinya.
Selain itu banyak keterangan yang menjelaskan bahwa orang yang memutuskan hubungan silaturahmi tidak akan masuk surga, amalny tidak akan diterima, serta masih banyak ancaman yang lainnya. Oleh karena itu, sebagai muslim kita harus senantiasa memelihara selaturahmi demi keselamatan dunia akhirat.

B.       Saran
Setelah kita memahami konsep silaturahmi, baik dari segi pengertian, pembagian, serta keterangan al-Quran dan Hadis mudah-mudahan kita bisa mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga bisa menyebarluaskannya kepada segenap umat Islam di bumi Allah.









DAFTAR PUSTAKA

Abdul Baqi, M.F. (tt). Mu’jam Mufahros li Alfadzil Quran. Bandung : Diponegoro
Al-Asfahani, R. (2008). Mu’jam Mufrodat li Alfadzil Quran. Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah
Al-Baidhowi, (tt). Tafsir al-Baidhowi.
Al-Khozin, (1979). Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil. Beirut: Dar al-Fikr.
As-Sam’ani, (1997). Tafsir al-Quran. Riyad: Dar al-Wathon.
As-Shon’ani, (1992). Subul as-Salam. Beirut: Dar al-Fikr. 
As-sulami, (2001). Haqoiq at-Tafsir. Beirut : Dar al-Kutub al-Islamiyah.
Fakhrurrozi, (tt). Tafsir al-Fahr ar-Rozi. Dar Ihya at-Turots al-Aroby.
Hajar, I. (2004). Fathul Bari bi Syarhi Shohih al-Bukhori. Kairo : Dar al-Hadits
Iz-Zuddin, (1996). Tafsir Izz ibn Abd as-Salam Tafsir al-Quran. Beirut: Dar Ibn Hazm.
Mahdi, A. M. (2002). Al-Bahr al-Mudid. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.
Redaksi, T. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Warson, A. ( 2002). Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia. Surabaya : Pustaka progresif
Warson, A dan Fairuz, M (2007). Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab. Surabaya : Pustaka progresif
Tsa’labi, (tt). Al-Jawahir al-Hasan Fi at-Tafsir al-Quran. Beirut : Muassasah al-A’lami.

ALMADAH FI ALTARBIYAH (ALNAFSIYAH)


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar manusia dapat mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifatullah di muka bumi dan juga abdi Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat terwujud. H. M. Arifin, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang.
 Maka dari itu penulis merasa tergugah unutk mengkaji lebih dalam pembahasan tentang ini. Dengan itu judul makalah ini “ALMADAH FI ALTARBIYAH (ALNAFSIYAH).”    

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mencoba mengidentifikasikan masalah-masalah yang akan dibahas yaitu:
  1. Apa pengertian psikologi dan pendidikan ?
  2. Bagaimana aktualisasi psikologi islami dalam pendidikan islami?
  3. Apa hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
  4. Bagaimana makna global dari hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
  5. Bagaimana makna pendidikan dalam hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
  6. Bagaimana analisis dari hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
C.     Tujuan permasalahan
Adapun tujuan permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian psikologi dan pendidikan
2.      Untuk mengetahui aktualisasi psikologi islami dalam pendidikan islami
3.      Untuk mengetahui hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
4.      Untuk mengetahui makna global hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
5.      Untuk mengetahui makna pendidikan hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
6.      Untuk mengetahui analisis hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
D.    Sistematika Uraian
            Sistematika uraian dalam makalah ini adalah menjelaskan pendahuluan pada Bab I, pembahasan rumusan masalah pada Bab II, dan memberikan kesimpulan pada Bab III.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Psikologi Pendidikan
Secara etimologis psikologi berasal dari bahas Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu: psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan dengan istilah alnafs, namun adapula yang menyamakan dengan istilah alruh,  meskipun istilah alnafs lebih populer penggunaanya daripada istilah alruh. Psikologi dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu alnfas  atau ilmu alruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.(Mujib dan Mudzakir, 2001:3). Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997:8) membatasi psiklogi sebagai “cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan aas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respon organisme dan hubungannya dengan lingkungannya. Lalu membuat kesimpulan tentang pengertian psikologi, dimana psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Syah, 1997:10). Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awal me sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan psikologi. Pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses mengaktualisasi diri tersebut diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi, situasi dan kondisi lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikannya. Pengetahuan tentang diri manusia dengan segenap permasalahannya akan dibicarakan dalam psikologi umum. Dalam hal pendidikan Islam yang dibutuhkan psikologi Islami, karena manusia memiliki potensi luhur, yaitu fitrah dan ruh yang tidak terjamah dalam psikologi umum (Barat).(Online. Khatulistiwa,2010)
B.  Aktualisasi Psikologi Islami Dalam Pendidikan Islami
Ada beberapa aspek yang mengaktualisasi psikologi islami dengan pendidikan islami(Online. Khatulistiwa,2010), diantaranya:
a.       Aspek jismiyah
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, serta sistem sel, syaraf dan kelenjar diri manusia. Organ fisik manusia adalah organ yang paling sempurna diantara semua makhluk. Alam fisik-material manusia tersusun dari unsur tanah, air, api dan udara. Keempat unsur tersebut adalah materi dasar yang mati. Kehidupannya tergantung kepada susunan dan mendapat energi kehidupan yang disebut dengan nyawa atau daya kehidupan yang merupakan vitalitas fisik manusia. Kemampuannya sangat tergantung kepada sistem konstruksi susunan fisik-biologis, seperti: susunan sel, kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, jantung, hati dan lain sebagainya. Jadi, aspek jismiah memiliki dua sifat dasar. Pertama berupa bentuk konkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan kedua bentuk abstrak berupa nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah inilah yang akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.
b.      Aspek nafsiyah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas insaniah yang khas dimiliki dari manusia berupa pikiran, perasaan dan kemauan serta kebebasan. Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi psikis, yaitu dimensi nafsu, ‘aql, dan qalb.
Dimensi nafsu merupakan dimensi yang memiliki sifat-sifat kebinatangan dalam sistem psikis manusia, namun dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah mendapatkan pengaruh dari dimensi lainnya, seperti ‘aql dan qalb, ruh dan fitrah. Nafsu adalah daya-daya psikis yang memiliki dua kekuatan ganda, yaitu: daya yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala yang membahayakan dan mencelakakan (daya al-ghadabiyah) Serta daya yang berpotensi untuk mengejar segala yang menyenangkan (daya al-syahwaniyyah).
 Dimensi akal adalah dimensi psikis manusia yang berada diantara dua dimensi lainnya yang saling berbeda dan berlawanan, yaitu dimensi nafsu dan qalb. Nafsu memiliki sifat kebinatangan dan qalb memiliki sifat dasar kemanusiaan dan berdaya cita-rasa. Akal menjadi perantara diantara keduanya. Dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang merupakan kualitas insaniah pada diri manusia. 
 Dimensi qalb memiliki fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta seperti berpikir, memahami, mengetahui, memperhatikan, mengingat dan melupakan. Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa seperti tenang, sayang dan fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa seperti berusaha.
c.       Aspek ruhaniyah
Aspek ruhiyah adalah keseluruhan potensi luhur (high potention) diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari dimensi ruh dan fitrah. Kedua dimensi ini merupakan potensi diri manusia yang bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi fitrah.
Dari penjabaran diatas, dapat disebutkan bahwa aspek jismiah bersifat empiris, konkrit, indrawi, mekanistik dan determenistik. Aspek ruhaniah bersifat spiritual, transeden, suci, bebas, tidak terikat pada hukum dan prinsip alam dan cenderung kepada kebaikan. Aspek nafsiah berada diantara keduanya dan berusaha mewadahi kepentingan yang berbeda.
Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses aktualisasi potensi diri manusia. Sistem proses menumbuhkembangkan potensi diri itu telah ditawarkan secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya menyebabkan manusia dapat menjalankan tugas yang telah dibebankan Allah.
C.  Hadits-hadits Mengenai Al-Maadah fi al-Tarbiyah 5 (al-Nafsiyah)
a.       Kewajiban untuk selalu merasa malu di hadapan Allah SWT
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنِ الصَّبَّاحِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُرَّةَ الْهَمْدَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ: " اسْتَحْيُوا مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَقَّ الْحَيَاءِ "، قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا نَسْتَحِي، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، قَالَ: " لَيْسَ ذَلِكَ، وَلَكِنْ مَنِ اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ، فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى، وَلْيَحْفَظِ الْبَطْنَ وَمَا وَعَى، وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ، تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ، فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَقَّ الْحَيَاءِ "
Diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Mas’ud. Bersabda Rasululloh SAW pada suatu hari; Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu, berkata (rowi hadist) lalu kami berkata: “ wahai Rasulullah SAW sesungguhnya kami merasa malu dan segala puji milik Allah. Bersabda Rasulullah SAW bukanlah malu, tetapi malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya malu, kamu menjaga kepala dan sesuatu yang termuat dalam perut, dan sesuatu yang terkandung di dalamnya, dan ingatlah kamu pada kematian dan kehancuran, barang siapa menghendaki kehidupan akhirat maka ia tinggalkan kasenangan dunia. Maka barang siapa mengerjakan yang demikian maka ia sesungguhnya telah malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu (HR.Tirmidzi).
Keterangan: Diriwayatkan oleh  Imam Tirmidzi no. 2458 dengan jalan Muhammad Ibn ‘Abid (Syaikh Ahmad). Menurut Imam Tirmidzi, hadits ini gharib atau dhaif karena dalam snadnya terdapat seorang rawi yang bernama Aban Ibn Ishaq atau Alshabah Ibn Muhammad.
b.      Anjuran untuk berdoa agar terhindar orang yang tidak mempunyai rasa malu
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا جَمِيلٌ الْأَسْلَمِيُّ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " اللهُمَّ لَا يُدْرِكْنِي زَمَانٌ، أَوْ لَا تُدْرِكُوا زَمَانًا لَا يُتْبَعُ فِيهِ الْعَلِيمُ، وَلَا يُسْتَحَى فِيهِ مِنَ الْحَلِيمِ، قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الْأَعَاجِمِ، وَأَلْسِنَتُهُمْ أَلْسِنَةُ الْعَرَبِ "

Telah menceritakan Hasan Ibn Musa, telah mengberitakan Ibn Lahi’ah, telah menceritkan Jamil Alaslami, diriwayatkan oleh Sahl Bin Sa’ad bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; Ya Allah semoga tidak mengikutiku suatu zaman atau janganlah kamu mengikuti suatu zaman yang tidak di ikuti di zaman itu orang yang berilmu dan pada hati-hati mereka tidak mempunyai rasa malu pada orang yang sabar yaitu hati orang-orang luar arab, dan bahasa mereka bukan bahasa orang arab (HR.Ahmad).
Keterangan: menurut Imam Thabrani dalam Kitab Alkabir, hadits ini dhaif karena ada seorang rawi yang bernama ibn lahi’ah.(Syamilah. Musnad Imam Ahmad)
c.       Akhlak Islam adalah rasa malu
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الرَّقِّيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ يَحْيَى، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ»
Telah menceritakan Isma’il Ibn Abdullah Alraqi, telah menceritakan ‘Isa Ibn Yunus, meriwayatkan Mu’awiyah Ibn Yahya, Zuhri dan Anas. Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya bagi setiap agama ada akhlak, dan sesungguhnya akhlak islam adalah rasa malu (HR.Ibnu Majah).



d.      Fitrah manusia diciptakan dengan berkeluh kesah
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25) وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (26) وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (27) إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ (28) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (32) وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ (33) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (34) أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ (35)
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan (Q.S Al-Maa’rij, 19-32).(Depag, 2005)
أخرج عبد بن حميد وابن جرير وابن المنذر وابن أبي حاتم عن عكرمة رضي الله عنه قال : سئل ابن عباس رضي الله عنهما عن الهلوع فقال : هو كما قال الله : { إذا مسه الشر جزوعاً وإذا مسه الخير منوعاً } فهو الهلوع .
Mengeluarkan hadist Abdu hamid dan Ibnu Jarir dan Ibnu Mundhiri dan Ibnu Abi Hatami dari I’krimah RA berkata: Ditanya Ibnu Abas tentang berkeluh kesah, maka ia berkata seperti sesuatu yang difirmankan Allah SWT; (Apabila kena kepadanya keburukan maka dia berkeluh kesah, dan apabila kena kepadanya kebaikan maka di senantiasa kikir) Maka yang demikianlah orang yang berkeluh kesah.
وأخرج الطستي عن ابن عباس أن نافع بن الأزرق قال له : أخبرني عن قوله عز وجل : { إن الإِنسان خلق هلوعاً } قال : ضجوراً جزوعاً نزلت في أبي جهل بن هشام ، قال : وهل تعرف العرب ذلك؟ قال : نعم . أما سمعت بشر بن أبي حازم وهو يقول :لا مانعاً لليتيم بخلقه ... ولا مكباً بخلقه هلعاً
Mengeluarkan hadist Assuyuti dari ibnu Abas sesunguhnya Nafi Ibnu Azroqi berkata kepada Ibnu Abas; Mengabarkan kepadaku dari firman Allah SWT; (Sesungguhnya manusia diciptakan berkeluh kesah) berkata Ibnu Abas: kegelisahan, kecemasan.  Diturunkan ayat ini kepada Abi Jahal bin Hisyam, berkata Ibnu Abas apakah kamu mengetahui arti berkeluh kesah? Ya, adapun saya dengar dari basyar ibn abi hazim bahwasanya dia berkata; tidak kikir kepada yatim karena perangainya... dan tidak juga berputus asa karean perangainya sambil berkeluh kesah.
وأخرج ابن المنذر عن الحسن أنه سئل عن قوله : { إن الإِنسان خلق هلوعاً } قال : اقرأ ما ببعدها ، فقرأ { إذا مسه الشر جزوعاً وإذا مسه الخير منوعاً } قال : هكذا خلق .
Ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari Hasan, sesungguhnya Hasan ditanya tentang firman Allah SWT: (Sesungguhnya manusia diciptakan berkeluh kesah) lalu hasan berkata : bacalah olehmu sesudahnya, maka dia membaca (dimana dia mendapat keburukan berkeluh kesah dan dimana mendapat kebaikan dia senantiasa kikir) Berkata Hasan: seperti itulah manusia diciptakan.
وأخرج ابن المنذر عن سعيد بن جبير في قوله : { هلوعاً } قال : شحيحاً جزوعاً .
Ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari Sa’id bin jubair tentang firman Allah SWT: (berkeluh kesah) berkata Sa’id: yang kikir lagi gelisah.
وأخرج ابن المنذر عن عكرمة رضي الله عنه { هلوعاً } قال : الضجر
Ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari I’krimah RA tentang firman Allah SWT: (berkeluh kesah) berkata I’krimah: kecemasan, kegelisahan.
وأخرج عبد الرزاق وابن المنذر عن قتادة رضي الله عنه { هلوعاً } قال : جزوعاً .
A’bdu Rozaq dan ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari Qotadah RA tentang firman Allah (berkeluh kesah) berkata Qotadah : tidak sabar, kegelisahan, kecemasan, kerisauan hati.
وأخرج ابن المنذر عن ابن عباس رضي الله عنهما { هلوعاً } قال : الشره .
Ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari Ibnu Abas RA tentang firman Allah (berkeluh kesah) berkata Ibnu Abas: ketamakan, kerakusan.
وأخرج ابن المنذر عن حصين بن عبد الرحمن { هلوعاً } قال : الحريص .
Ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari Husain bin ‘Abdul Rahman (berkeluh kesah) berkata : rakus.
وأخرج ابن المنذر عن الضحاك { هلوعاً } قال : الذي لا يشبع من جمع المال.
Ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari Dhohaka (berkeluh kesah) berkata ; yang tidak merasa puas dalam mengumpulkan harta.
وأخرج الديلمي عن عليّ مرفوعاً يكتب أنين المريض ، فإن كان صابراً كان أنينه حسنات ، وإن كان جزوعاً كتب هلوعاً لا أجر له .
Daelami mengeluarkan hadist dari ‘Ali  yang menuliskan tentang perasaan mengeluh karena sakit, Apabila bersabar akan merasakan ketenangan, dan apabila tidak bersabar akan berkeluh kesah dan gelisah.
أخرج عبد بن حميد وابن المنذر عن قتادة رضي الله عنه في قوله : { إلا المصلين الذين هم على صلاتهم دائمون } قال : ذكر لنا أن دانيال نعت أمة محمد صلى الله عليه وسلم فقال : يصلون صلاة لو صلاها قوم نوح ما أغرقوا ، أو عاد ما أرسلت عليهم الريح العقيم ، أو ثمود ما أخذتهم الصيحة . قال قتادة : فعليكم بالصلاة فإنها خلق من خلق المؤمنين حسن .
‘Abdu bin Hamiid dan Ibnu Mundhiri  mengeluarkan hadist dari riwayQatadah tentang firman Allah: (kecuali Al-Musholliin yaiut orang-orang yang senantiasa shalat) Qatadah berkata: (dia menjelaskan kepada kami bahwa nabi daniel seperti umat nabi muhammad saw. Lalu berkata: mereka shalat, jika kaum nuh shalat mereka tidak akan ditenggelamkan, kaum ’ad tidak akan dikirim angin dahsyat atau kaum tsamud tidak akan ditimpa siksa. Qatadah berkata: wajib bagi kamu shalat, sebab shalat merupakan akhlaq di antara akhlaq mukmin yang baik.
وأخرج عبد بن حميد عن إبراهيم التيمي رضي الله عنه في قوله : { الذين هم على صلاتهم دائمون } قال : الصلاة المكتوبة .
‘Abdu bin Hamid mengeluarkan hadist dari Ibrahim Tamiimii tentang firman Allah: (mereka yang setia melaksanakan shalat) berkata: shalat seperti yang telah tertuliskan.
وأخرج ابن أبي شيبة في المصنف عن ابن مسعود رضي الله عنه { الذين هم على صلاتهم دائمون } قال : على مواقيتها .
Ibnu Abi Syibeh mengeluarkan hadist dalam kitab almusnaf . meriwayatkan Ibnu Mas’ud tentang firman Allah (mereka yang setia melaksanakan shalat) berkata: setia pada waktunya.
وأخرج عبد بن حميد عن مسروق رضي الله عنه مثله .
‘Abdu bin Hamid mengeluarkan hadist dari Masruq tentang firman Allah yang sama.
وأخرج ابن أبي شيبة وابن المنذر عن عمران بن حصين رضي الله عنه { الذين هم على صلاتهم دائمون } قال : الذي لا يلتفت في صلاته .
Ibnu Abi Syibeh dan Ibnu Mundziri mengeluarkan hadist dari ‘Imran bin Husain tentang firman Allah (mereka yang setia melaksanakan shalat) berkata; yang tidak berpaling dalam shalatnya.
وأخرج عبد بن حميد وابن جرير وابن المنذر وابن أبي حاتم وابن مردويه عن عقبة بن عامر رضي الله عنه في قوله : { الذين هم على صلاتهم دائمون } قال : هم الذين إذا صلوا لم يلتفتوا .
‘Abdu bin Hamid, Ibnu Jarir, Ibnu Mundziri, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Murdawiyah mengeluarkan hadist dari ‘Uqbah bin ‘Amir tentang firman Allah (mereka yang setia melaksanakan shalat) berkata; mereka yang ketika shalat tidak berpaling.
D.  Makna Jumal Hadist
Berdasarkan hadist di atas dapat diambil esensi yang mendasar bahwa kita harus mempunyai rasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menjaga anggota tubuh kita dengan baik, menjaga apa-apa yang terkandung dalam anggota tubuh kita, dan mengingat kematian maka itulah yang dinamakan dengan malu yang sebenar-benarnya. Maka sesungguhnya akhlak seorang muslim identik dengan malu dan tidak  mengeluh atau berkeluh kesah.
Orang yang mengeluh dapat dilihat darimana dia mendapat keburukan selalu berkeluh kesah, hatinya tidak  merasa tenang, dan apabila dia mendapat kebaikan dia senantiasa kikir tidak mau berbagi dengan orang lain.
E.   Makna Tarbiyah
Akhlak seorang muslim adalah memiliki rasa malu, dan tidak mudah berkeluh kesah. Orang yang berkeluh kesah, adalah orang yang dimana dia mendapatkan keburukan ia senantiasa berkeluh kesah hatinya tidak sabar senantiasa gelisah dan cemas. Dan dimana ia mendapat kebaikan ia senantiasa kikir dan tidak mau berbagi kepada orang lain.
Orang-orang yang senantiasa melakukan sholat, berbagi dengan orang lain, menafkahkan sebagian hartanya, selalu mengingat hari pembalasan, senantiasa takut kepada Allah dan menjaga kemaluanya maka itulah orang-orang yang tidak melampaui batas.
Sebagai guru senantiasa harus mengidentifikasi keadaan psikologi peserta didiknya.  Dalam pendidikan guru tidak hanya mengetahui keadaan fisik namun harus diketahui juga keadaan psikis peserta didik agar guru tidak salah memberikan materi dan penilaian kepada peserta didik, juga memahami kekurangan maupun kelebihan peserta didik sehingga guru mampu menghadapi mereka dalam kondisi apapun.
F.   Analisis Tarbiyah
Menurut Tardif (Syah, 1997 / hal. 13) Pendidikan psikologi adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan. Pendidikan psikologi juga adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.
Selama hidupnya, manusia pasti pernah mengalami kegelisahan baik intensitasnya sering ataupun jarang, apalagi di era globalisasi seperti saat ini yang membutuhkan tingkat kompetitifitas yang tinggi untuk hidup di dalamnya. kegelisahan sendiri berasal dari kata gelisah yang berarti tidak tentram hatinya, selalu merasa khawatir,tidak senang tidak sabar, cemas sehingga kegelisahan merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan. sedangkan kita dapat mengetahui tanda tanda bahwa seseorang mengalami ketegangan adalah dari tingkah lakunya. tingkah laku yang bagaimana? umumnya seorang yang sedang tegang melakukan hal- hal yang tidak biasa dia lakukan seperti berjalan mondar-mandir, duduk termenung sambil memegang kepalanya dan berbagai hal lain yang mungkin dapat membingungkan orang yang melihatnya.
"Sigmon Freud"seorang ahli psikoanalisa berpendapat, bahwa ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia, yaitu: kecemasan kenyataan, kcemasan neoritik dan kecemasan moril
Ø  Kecemasan tentang kenyataan ( objektif )
Kecemasan tentang kenyataan adalah suatu kenyataan yang pernah dialami oleh seseorang di masa lalu yang membuat orang tersebut menjadi shocked karenanya. sebagai contohnya, ketika seorang wanita mengalami kejadian penjambretan ketika ia sedang berjalan di suatu wilayah tertentu. ketika wanita tersebut diajak kembali ke tempat tersebut ia akan menjadi gelisah karena takut hal tersebut akan terulang lagi padanya.
Ø  Kecemasan Neoritis
Kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, takut akan hal yang dibayangaknnya atau takut akan idnya sendiri sehingga menekan ego. kegelisahan ini akan membuat seseorang menjadi gelisah akan suatu hal yang buruk yang sedang di bayangkannya akan menjadi sebuah kenyataan. sebagai contohnya ayah dinar akan dipindahkan ke kota lain dan mereka sekeluarga harus pindah ke kota tersebut. kecemasan neoritis dinarpun memuncak ketika ayahnya membicarakan hal tersebut kepadanya. dinar membayangkan bahwa hidupnya di daerah tersebut akan tidak sebahagia di tempat yang ia tinggali sekarang karena kota baru tempat dimana ayahnya akan dipindahkan tersebut terletak di suatu daerah yang terpencil yang jauh dari tempat hiburan, dimana dinar sudah terbiasa untuk tinggal di kota besar yang banyak tempat hiburannya. hal tersebut merupakan sebuah contoh dari kecemasan Noritis.
Ø  Kecemasan moril
Kecemasan moril sendiri disebabkan oleh pribadi seseorang dimana tiap pribadi memiliki berbagai macam emosi seperti: iri, benci, dendam, dengki, marah, gelisah, rasa kurang cinta, rasa iri, benci, dendam merupakan sebagian dari pernyataan individu secara keseluruhan berdasarkan konsep yang kurang sehat, oleh karena itu alasan untuk iri,benci,dengki kurang dapat dipahami oleh orang lain. sifat-sifat seperti itu adalah sifat yang tidak terpuji bahkan mengakibatkan manusia merasa khawatir, takut, cemas, gelisah dan putus asa.



















BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan dari pembahsan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan dengan istilah alnafs, namun adapula yang menyamakan dengan istilah alruh,  meskipun istilah alnafs lebih populer penggunaanya daripada istilah alruh. Psikologi dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu alnfas  atau ilmu alruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.(Mujib dan Mudzakir, 2001:3). Pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual.
2.         Aktualisasi psikologi islami dalam pendidikan islami meliputi 3 aspek, yaitu:
a.       Aspek jismiyah
b.      Aspek nafsiyah
c.       Aspek ruhaniyah
3.         Adapun makna jumal dari hadits-hadits yang berkenaan dengan almadah fi altarbiyah (nafsiyah)yaitu, bahwa manusia dituntut untuk memiliki rasa malu dengan sebenar-benarnya malu kepada Allah SWT. Manusia juga dianugrahi rasa berkeluh kesah ketika menghadapi kesusahan, namun manusia tidak dibenarkan untuk selalu dalam keadaan keluh kesah karena manusia juga dianugrahi dengan potensi menghilangkan kesusahannya.
4.         Adapun makna tarbiyah yang tersurat dalam hadits-hadits mengenai almadah fi altarbiyah (nafsiyah) yaitu, bahwa kita sebagai calon guru ataupun guru mesti menanamkan rasa malu kepada Allah SWT pada peserta didik kita, juga menanamkan bahwa tidak boleh terus menerus berkeluh kesah.
B.     Saran
Adapun saran yang akan disarankan oleh penulis adalah, waktu pengerjaan makalah relatif singkat. Penulis juga menyarankan adanya kajian yang lebih objektik, dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan, agar penulis benar-benar menghayati dari apa yang sedang dikaji.

DAFTAR PUSTAKA

Depag. (2005). Al-Qur’an dan Terjemahnya Special For Woman. Jakarta: PT Sygma
Ibn Majah. (Tt). Maktabah Syamilah. Sunan Ibn Majah.
Imam Ahmad. (Tt). Maktabah Syamilah. Musnad  Imam Ahmad.
Imam Tidmidzi. (Tt). Maktabah Syamilah. Sunan Tirmidzi.
Mujib dan Mudzakir. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Rona Khatulistiwa. 2010. Psikologi dalam Pendidikan Islam. [Online]. Tersedia: http//Rona Khatulistiwa. Wordpress.com.//05112011.







Description: F:\banjir - Copy.jpgDescription: F:\31032010_merapi_d9497 - Copy.jpg