Pages

Monday, January 16, 2012

Al-Madah fi Al-Tarbiyah (Al-Aqliyah)




A.     Dalil-dalil dan Terjemah

-       خَطَبَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم ذَاتَ يَوْمٍ فَأَثْنَى عَلَى طَوَائِفٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا قاَلَ: مَا بَالَ أَقْوَامٌ لاَ يُفَقِّهُوْنَ جِيْرَانَهُمْ وَلاَ يُعَلِّمُوْنَهُمْ وَلاَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَلاَ يَأْمُرُوْنَهُمْ وَلاَ يَنْهُوْنَهُمْ،وَ مَا بَالَ أَقْوَامٌ لاَ يَتَعَلَّمُوْنَ مِنْ جِيْرَانِهِمْ وَلاَ يَتَفَقَّهُوْنَ وَلاَ يَتَعَظُّوْنَ، وَاللهِ لَيُعَلِّمَنَّ قَوْمٌ جِيْرَانَهُمْ وَ يُفَقِّهُوْنَهُمْ وَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَ يَأْمُرُوْنَهُمْ وَ يَنْهُوْنَهُمْ وَ لَيَتَعَلَّمَنَّ قَوْمٌ مِنْ جِيْرَانِهِمْ وَ يَتَفَقَّهُوْنَ وَ يَتَعَظُّوْنَ أَوْ لأُعَاجِلَنَّهُمُ الْعُقُوْبَةُ. الطبراني- تربية الأولاد في الإسلام،1.
Artinya:           
Pada suatu hari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, dan memberikan   pujian kepada sekelompok umat islam, beliau bersabda, “Bagaimana kabar kaum-kaum yang tidak memberikan pemahaman kepada tetangga mereka, tidak pula mengajari mereka, tidak memberikan nasehat kepada mereka, tidak memerintahkan pada kebaikan, dan tidak pula mencegah pada keburukan. Dan bagaimana kaum-kaum yang tidak mau belajar dari tetangga mereka, tidak meminta pemahaman, dan tidak meminta nasehat. Demi Allah kaum yang tidak mengajari, tidak memberikan pemahaman dan nasehat, dan tidak amar ma’ruf nahyi mungkar kepada tetangga mereka. Dan kaum yang tidak belajar, tidak meminta pemahaman dan nasehat dari tetangganya, niscaya mereka semua akan mendapatkan siksaan.” (Ath Thabrani, Tarbiyatul aulad fil islam 1.)

-        اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)   
Artinya:          
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca], Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al ‘Alaq: 1-5)

-       العِلْمُ خَزَائِنٌ مَفَاتِيْحُهَا السُّؤَالُ أَلاَ فَاسْأَلُوْا فَإِنَّهُ يُوْجَرُ فِيْهِ أَرْبَعَةٌ: السَّائِلُ وَ الْعَالِمُ وَ الْمُسْتَمِعُ وَ الْمُحِبُّ لَهُمْ (أبو نعيم)
Artinya:
“Ilmu itu adalah gudang, adapun kuncinya adalah bertanya, maka bertanyalah karena akan diberi pahala kepada empat orang, yaitu: orang yang bertanya, orang yang berilmu, orang yang mendengarnya, dan orang yang mencintai mereka.” (Abu Nu’aim)

-        وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At Taubah: 122)

-       قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم: صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ إِذَا صَلَحُوْا صَلَحَ النَّاسُ وَ إِذَا فَسَدُوْا فَسَدَ النَّاسُ: الأُمَرَاءُ وَالْفُقَهَاءُ (أخرجه ابن عبد البر, عن ابن عباس)
Artinya:  
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Terdapat dua golongan dari umatku yang apabila mereka baik, maka manusia yang lain akan baik pula. Dan apabila mereka rusak ,maka manusia yang lain akan rusak pula, adapun mereka yaitu: Para penguasa dan para fuqoha” (dikeluarkan oleh Ibnu ‘Abdil Bar dari Ibnu ‘Abbas)




-       وَلِكُلِّ شَيْئٍ عِمَادٌ وَ عِمَادُ هٰذَا الدِّيْنُ الفِقْهُ (رواه الطبراني، عن أبي هريرة)
Artinya:  
Dan bagi setiap sesuatu mempunyai tiang, Adapun tiangnya agama adalah fiqh.
(H.R. Ath Thabrani dari Abu Hurairah)


-       وَسَيَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَائِهِ كَثِيْرٌ خُطَبَائِهِ قَلِيْلٌ مُعْطُوْهُ كَثِيْرٌ سَائِلُوْهُ (الطبراني)
Artinya: 
Dan akan tiba suatu zaman pada manusia yang orang-orang pahamnya sedikit, namun banyak para ahli bicara. Sedikit yang memberi, namun banyak yang meminta. (Ath Thabrani)

-       قاَلَ بَعْضُ الْحُكَمَاءُ: إِنِّي لاَ أَرْحَمْ رِجَالاً كَرَحْمَتِيْ ِلأَحَدِ رَجُلَيْنِ : رَجُلٌ يَطْلُبُ الْعِلْمَ وَلاَ يَفْهَمْ، وَرَجُلٌ يَفْهَمُ اْلعِلْمَ وَلاَ يَطْلُبُهُ.
Artinya: 
Berkata sebagian ahli hikmah, “Sesungguhnya aku tidak akan menyayangi kepada salah satu dari dua orang ini, yaitu:  orang yang mencari ilmu namun tidak paham, dan orang yang paham namun tidak mencari ilmu.

-       قَوْلُهُ صلعم: مَنْ تَفَقَّهَ فِي الدِّيْنِ اللهِ كَفَّاهُ هَمَّهُ وَ رِزْقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبْ. (ابن عبد البر سنن الترمذي، جـ 8 / صـ 498)
Artinya:  
Sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang berusaha memahami agama Allah, niscaya akan dicukupkan dan akan mendapat rezeki yang tidak diduga-duga. (Ibnu ‘abdil bar, Sunan turmudzi, juz. 8/hal. 498)



B.     Makna Tarbiyah
Allah Subhânahu wa ta’âlâ memerintahkan manusia untuk menfungsikan akal yang menjadi nikmat terbesar bagi manusia, karena kecerdasan hanya akan diperoleh dengan jalan mengfungsikan akal atau berpikir. Adapun proses mendidik akal dalam perspektif hadits dapat dilakukan dengan beberapa proses diantaranya:
1.         Proses belajar dan mengajar, sesuai sabda rasulullah:
خَطَبَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم ذَاتَ يَوْمٍ فَأَثْنَى عَلَى طَوَائِفٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا قاَلَ: مَا بَالَ أَقْوَامٌ لاَ يُفَقِّهُوْنَ جِيْرَانَهُمْ وَلاَ يُعَلِّمُوْنَهُمْ وَلاَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَلاَ يَأْمُرُوْنَهُمْ وَلاَ يَنْهُوْنَهُمْ،وَ مَا بَالَ أَقْوَامٌ لاَ يَتَعَلَّمُوْنَ مِنْ جِيْرَانِهِمْ وَلاَ يَتَفَقَّهُوْنَ وَلاَ يَتَعَظُّوْنَ، وَاللهِ لَيُعَلِّمَنَّ قَوْمٌ جِيْرَانَهُمْ وَ يُفَقِّهُوْنَهُمْ وَ يُعَظُّوْنَهُمْ وَ يَأْمُرُوْنَهُمْ وَ يَنْهُوْنَهُمْ وَ لَيَتَعَلَّمَنَّ قَوْمٌ مِنْ جِيْرَانِهِمْ وَ يَتَفَقَّهُوْنَ وَ يَتَعَظُّوْنَ أَوْ لأُعَاجِلَنَّهُمُ الْعُقُوْبَةُ. الطبراني- تربية الأولاد في الإسلام،1.
Artinya:  
Pada suatu hari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, dan memberikan   pujian yang baik kepada sekelompok umat islam, beliau bersabda, “Bagaimana kabar kaum-kaum yang tidak memberikan pemahaman kepada tetangga mereka, tidak pula mengajari mereka, tidak memberikan nasehat kepada mereka, tidak memerintahkan pada kebaikan, dan tidak pula mencegah pada keburukan. Dan bagaimana kaum-kaum yang tidak mau belajar dari tetangga mereka, tidak meminta pemahaman, dan tidak meminta nasehat. Demi Allah kaum yang tidak mengajari, tidak memberikan pemahaman dan nasehat, dan tidak amar ma’ruf nahyi mungkar kepada tetangga mereka. Dan kaum yang tidak belajar, tidak meminta pemahaman dan nasehat dari tetangganya, niscaya mereka semua akan mendapatkan siksaan.” (Ath Thabrani, Tarbiyatul aulad fil islam 1.)
Dari hadits ini ditemukan nilai tarbawi (pendidikan), bahwa proses belajar mengajar yang digambarkan dengan dua kaum. Pertama, kaum yang enggan memberikan pemahaman, nasehat, dan amar ma’ruf nahyi mungkar kepada tetangganya. Dan kedua, kaum yang enggan belajar dan enggan  meminta pemahaman dan nasehat dari tetangganya.
Dari sini disimpulkan bahwa belajar mengajar secara tidak langsung merupakan upaya mendidik akal, karena proses belajar dan mengajar menstimulir akal untuk berpikir.
2.         Selain proses belajar dan mengajar yang menstimulir akal untuk berpikir, proses membaca, bahkan menulis pun menjadi stimulus untuk akal berpikir.  Sehingga ayat pertama yang Allah turunkan adalah surat Al ‘Alaq ayat 1-5 yang berisi tentang perintah membaca, penciptaan manusia, dan perintah menulis.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
Artinya:  
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca], Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
3.      Kemudian yang menjadi upaya mendidik akal adalah dengan proses bertanya dan menjawab, sehingga Abu Nu’aim berkata:
العِلْمُ خَزَائِنٌ مَفَاتِيْحُهَا السُّؤَالُ أَلاَ فَاسْأَلُوْا فَإِنَّهُ يُوْجَرُ فِيْهِ أَرْبَعَةٌ: السَّائِلُ وَ الْعَالِمُ وَ الْمُسْتَمِعُ وَ الْمُحِبُّ لَهُمْ (أبو نعيم)
Artinya:  
“Ilmu itu adalah gudang, adapun kuncinya adalah bertanya, maka bertanyalah karena akan diberi pahala kepada empat orang, yaitu: orang yang bertanya, orang yang berilmu, orang yang mendengarnya, dan orang yang mencintai mereka.” (Abu Nu’aim)
4.      Tafaquh fiddîn dalam kaitannya mendidik akal pun menjadi hal yang sangat penting, sebagaimana firman Allah:
$tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
Artinya:  
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At Taubah: 122)
Ayat ini turun berkaitan dengan para sahabat yang akan pergi perang semuanya meninggalkan Rasulullah di Madinah, tak seorangpun yang tinggal belajar bersama Nabi ( Al-Shabuni : 1, 389), Hal ini terjadi setelah perang Tabuk ( Ibnu Jauzi:3,516) Tidak layak pergi semua pergi perang,tapi sebagian berperang, dan sebagian lagi tafaquh fi al-Dien.( Shawi: 2, 219).
            Mendidik akal dari pembahasan diatas dapat dilakukan melalui tiga proses, yaitu proses belajar dan mengajar, proses membaca dan menulis, proses bertanya, dan Tafaquh fiddîn. Keempat proses tersebut akan menstimulir akal untuk berpikir. Maka bila akal sudah dapat difungsikan sesuai fungsinya yaitu untuk berpikir, maka kecerdasan yang akan didapatkan.
            Proses berpikir dalam Al Quran diistilahkan dengan An Nazhru (Q.S. Al An’Am: 65), At Tafakkur (Q.S. Ar Rum: 8),  dan At Tadabbur (Q.S. Muhammad: 24).
Menurut  Dedeng Rosidin  dalam makalahnya Kecerdasan dalam Pandangan Al Quran,  ditulis bahwa An Nazhru menurut Ar Râghib:522 adalah التأمل و الفحص, atau dalam pengertian lain المعرفة الحاصلة بعد الفحص  yaitu pengetahuan yang diperoleh setelah menyelidiki. Dan secara bahasa An Nazhru ialah membolak-balikan البصر penglihatan danالبصيرة  yaitu akal untuk mengetahui dan melihat sesuatu. Kata An Nazhru pada umumnya digunakan untuk arti البصر atau penglihatan, sedangkan An Nazhru dalam arti khusus, kebanyakan dalam arti البصيرة  atau akal. At Tafakkur akar kata dari الفكرة yang menurut Ar Râghib:430 adalah قوة مطرقة للعلم إلى المعلوم yaitu potensi yang dicurahkan (dalam merenung) untuk memperoleh ilmu dengan yakin. Maka At Tafakkur adalah perjalanan perenungan potensi tersebut sesuai dengan penglihatan akal. Kata At Tafakkur hanya bagi manusia tidak digunakan bagi binatang dan digunakan hanya untuk memperoleh gambaran perasaan dalam hati. At Tadabbur, asal kata dari التدبير yang menurut Ar Râghib:185 adalah التفكير في دبر الأمور  yaitu merenung tentang akibat akhir dari perkara, sedangkan menurut Al Munawwir:416 النظر في عاقبة الأمور yaitu pertimbangan atas baik buruk atau akibat perkara.
            Adapun yang tidak mendidik akal diantaranya adalah diam, dalam artian tidak mengfungsikan akal dengan belajar dan mengajar, membaca dan menulis, dan bertanya. Diam inilah yang akan mengurangi kecerdasan. Maka wajar bila Rasulullah bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ صلعم: لاَ يَنْبَغِيْ لِلْجَاهِلِ أَنْ يَسْكُتَ عَلَى جَهْلِهِ وَلاَ لِلْعَالِمِ أَنْ يَسْكُتَ عَلىَ عِلْمِهِ. (الطبراني)
Artinya: 
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak semestinya bagi orang yang bodoh diam dengan kebodohannya, dan orang yang berilmu diam dengan ilmunya.” (Ath Thabrani)
            Setelah akal terdidik dengan hal-hal yang telah disebutkan diatas, maka kecerdasan akan muncul pada setiap manusia. Inilah yang hendak dicapai dalam pendidikan akal yaitu memperoleh kecerdasan.
C.     Hal-hal yang dapat merusak kecerdasan akal
Para dokter dan ahli kesehatan sepakat dan memperingatkan bahwa kerusakan-kerusakan yang dapat mempengaruhi akal dan ingatan, melemahkan fikiran, melumpuhkan kerja berfikir pada umat manusia dan menimbulkan bahaya-bahaya yang besar adalah sebagai berikut:
1.      Minuman keras dengan berbagai bentuk dan macamnya. Semua ini dapat membnunuh kesehatan dan mengakibatkan kegilaan.
2.      Kebiasaan onani. Hal ini dapat mengakibatkan kanker, melemahkan ingatan dan menyebabkan kemalasan berpikir serta kelainan otak.
3.      Merokok. Di antara pengaruhnya terhadap akal adalah menggoncangkan urat-urat syaraf, mempengaruhi ingatan dan melemahkan daya konsentrasi berpikir.
4.      Rangsangan-rangsangan seksual, seperti menonton film-film porno, drama-drama gila dan gambar-gambar telanjang. Sebab, semua itu dapat memberhentikan fungsi akal menimbulkan berbagai kelainan dan membunuh daya ingat dan konsentrasi berpikir, di samping menyia-nyiakan waktu yang mahal.

D.    Kesimpulan
Dalam pendidikan, setelah menyiapkan fisik dan jasmani anak didik, perlu diteruskan dengan pendidikan intelkektual. Diisi dengan ilmu dan pengetahuan yang dapat memantapkan.
Pendidikan akal yang selaras dengan Al Quran dan Al Hadits akan menghasilkan suatu kecerdasan yang baik. Dalam mendidik akal perlu diperhatikan dalam setiap proses mendidiknya.
Islam mengajarkan dalam berbagai ayat Qur’an dan Hadits Rasul tentang kewajiban mengajar, perlunya penyadaran berfikir dan perlunya melakukan pemeliharaan kesehatan intelektual.








DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Dedeng Rosidin, M.Ag. (tanpa tahun). Kecerdasan dalam Pandangan Al Quran. Makalah pada Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, UPI. Bandung : tidak diterbitkan
Gharamullâh bin ‘Audh. (2006). At Tarbiyyah  Al ‘Aqliyyah li Thifli fil Islam. Skripsi pada Jâmi’ah Ummul Qura Madinah: tidak diterbitkan.
Qomar Suaidi. (2004). Kedudukan Akal dalam Islam. [online]. Tersedia: http://www. Asysyariah.com. [08 Oktober 2004]
            Ulwan, Nashih. (1988). Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam Jilid Satu.(Terjemah). Bandung. Asy-syifa.