BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi fitrah
yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar
manusia dapat mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifatullah di
muka bumi dan juga abdi Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Manusia
dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga
apa yang akan diembannya dapat terwujud. H. M. Arifin, dalam bukunya Ilmu
Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk
mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim baik secara lahir maupun batin,
mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan
manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling
menunjang.
Maka dari itu penulis merasa tergugah unutk
mengkaji lebih dalam pembahasan tentang
ini. Dengan itu judul makalah
ini “ALMADAH FI ALTARBIYAH
(ALNAFSIYAH).”
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini penulis mencoba mengidentifikasikan masalah-masalah yang akan
dibahas yaitu:
- Apa
pengertian psikologi dan pendidikan ?
- Bagaimana aktualisasi
psikologi islami dalam pendidikan islami?
- Apa
hadits-hadits
yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
- Bagaimana makna
global dari hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
- Bagaimana makna
pendidikan dalam hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
- Bagaimana analisis
dari hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan?
C.
Tujuan permasalahan
Adapun tujuan permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui pengertian psikologi dan pendidikan
2.
Untuk
mengetahui aktualisasi psikologi islami dalam pendidikan islami
3.
Untuk
mengetahui hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
4.
Untuk
mengetahui makna global hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
5.
Untuk
mengetahui makna pendidikan hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
6.
Untuk
mengetahui analisis hadits-hadits yang berkenaan dengan psikologi pendidikan
D.
Sistematika Uraian
Sistematika uraian dalam makalah ini adalah menjelaskan pendahuluan
pada Bab I, pembahasan rumusan masalah pada Bab II, dan memberikan kesimpulan
pada Bab III.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikologi Pendidikan
Secara
etimologis psikologi berasal dari bahas Yunani, yang terdiri
dari dua kata yaitu: psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti
ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan dengan istilah alnafs,
namun adapula yang menyamakan dengan istilah alruh, meskipun istilah alnafs lebih populer
penggunaanya daripada istilah alruh. Psikologi dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab menjadi ilmu alnfas atau ilmu alruh. Penggunaan
masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.(Mujib dan
Mudzakir, 2001:3). Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997:8) membatasi psiklogi
sebagai “cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan aas gejala-gejala
dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan
jiwa tersebut meliputi respon organisme dan hubungannya dengan lingkungannya.
Lalu membuat kesimpulan tentang pengertian psikologi, dimana psikologi adalah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya
dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang,
keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Syah, 1997:10).
Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awal
me sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam
memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan
ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan
memiliki hubungan yang sangat erat dengan psikologi. Pendidikan merupakan suatu
proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia sehingga
potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses mengaktualisasi diri
tersebut diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi, situasi dan kondisi
lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikannya. Pengetahuan tentang diri
manusia dengan segenap permasalahannya akan dibicarakan dalam psikologi umum.
Dalam hal pendidikan Islam yang dibutuhkan psikologi Islami, karena manusia
memiliki potensi luhur, yaitu fitrah dan ruh yang tidak
terjamah dalam psikologi umum (Barat).(Online. Khatulistiwa,2010)
B. Aktualisasi
Psikologi Islami Dalam Pendidikan Islami
Ada beberapa aspek yang
mengaktualisasi psikologi islami dengan pendidikan islami(Online.
Khatulistiwa,2010), diantaranya:
a. Aspek jismiyah
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, serta
sistem sel, syaraf dan kelenjar diri manusia. Organ fisik manusia adalah organ
yang paling sempurna diantara semua makhluk. Alam fisik-material manusia
tersusun dari unsur tanah, air, api dan udara. Keempat unsur tersebut adalah
materi dasar yang mati. Kehidupannya tergantung kepada susunan dan mendapat
energi kehidupan yang disebut dengan nyawa atau daya kehidupan yang merupakan
vitalitas fisik manusia. Kemampuannya sangat tergantung kepada sistem
konstruksi susunan fisik-biologis, seperti: susunan sel, kelenjar, alat
pencernaan, susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, jantung, hati dan lain
sebagainya. Jadi, aspek jismiah memiliki dua sifat dasar. Pertama
berupa bentuk konkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan kedua bentuk abstrak
berupa nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah
inilah yang akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.
b. Aspek nafsiyah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas insaniah yang khas
dimiliki dari manusia berupa pikiran, perasaan dan kemauan serta kebebasan.
Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi psikis, yaitu dimensi nafsu,
‘aql, dan qalb.
Dimensi nafsu merupakan dimensi yang memiliki sifat-sifat kebinatangan
dalam sistem psikis manusia, namun dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah
mendapatkan pengaruh dari dimensi lainnya, seperti ‘aql dan qalb,
ruh dan fitrah. Nafsu adalah daya-daya psikis yang memiliki dua kekuatan ganda,
yaitu: daya yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala yang
membahayakan dan mencelakakan (daya al-ghadabiyah) Serta daya yang
berpotensi untuk mengejar segala yang menyenangkan (daya al-syahwaniyyah).
Dimensi akal adalah dimensi psikis manusia yang berada diantara dua
dimensi lainnya yang saling berbeda dan berlawanan, yaitu dimensi nafsu dan qalb.
Nafsu memiliki sifat kebinatangan dan qalb memiliki sifat dasar
kemanusiaan dan berdaya cita-rasa. Akal menjadi perantara diantara keduanya.
Dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang merupakan
kualitas insaniah pada diri manusia.
Dimensi qalb memiliki fungsi kognisi yang menimbulkan daya
cipta seperti berpikir, memahami, mengetahui, memperhatikan, mengingat dan
melupakan. Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa seperti tenang, sayang dan
fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa seperti berusaha.
c. Aspek ruhaniyah
Aspek ruhiyah adalah keseluruhan potensi luhur (high potention)
diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari dimensi ruh dan fitrah. Kedua
dimensi ini merupakan potensi diri manusia yang bersumber dari Allah. Aspek
ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan
potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang
berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan
manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi
fitrah.
Dari penjabaran diatas, dapat disebutkan bahwa aspek jismiah
bersifat empiris, konkrit, indrawi, mekanistik dan determenistik. Aspek ruhaniah
bersifat spiritual, transeden, suci, bebas, tidak terikat pada hukum dan
prinsip alam dan cenderung kepada kebaikan. Aspek nafsiah berada
diantara keduanya dan berusaha mewadahi kepentingan yang berbeda.
Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses aktualisasi potensi
diri manusia. Sistem proses menumbuhkembangkan potensi diri itu telah
ditawarkan secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya
menyebabkan manusia dapat menjalankan tugas yang telah dibebankan Allah.
C.
Hadits-hadits Mengenai Al-Maadah fi al-Tarbiyah 5 (al-Nafsiyah)
a.
Kewajiban untuk selalu merasa malu di hadapan
Allah SWT
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنِ الصَّبَّاحِ بْنِ
مُحَمَّدٍ، عَنْ مُرَّةَ الْهَمْدَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ: " اسْتَحْيُوا
مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَقَّ الْحَيَاءِ "، قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ،
إِنَّا نَسْتَحِي، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، قَالَ: " لَيْسَ ذَلِكَ، وَلَكِنْ مَنِ
اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ، فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى، وَلْيَحْفَظِ
الْبَطْنَ وَمَا وَعَى، وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ،
تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ، فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ عَزَّ
وَجَلَّ حَقَّ الْحَيَاءِ "
Diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Mas’ud.
Bersabda Rasululloh SAW pada suatu hari; Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya
malu, berkata (rowi hadist) lalu kami berkata: “ wahai Rasulullah SAW
sesungguhnya kami merasa malu dan segala puji milik Allah. Bersabda Rasulullah
SAW bukanlah malu, tetapi malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya malu,
kamu menjaga kepala dan sesuatu yang termuat dalam perut, dan sesuatu yang
terkandung di dalamnya, dan ingatlah kamu pada kematian dan kehancuran, barang
siapa menghendaki kehidupan akhirat maka ia tinggalkan kasenangan dunia. Maka barang siapa mengerjakan yang demikian
maka ia sesungguhnya telah malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu (HR.Tirmidzi).
Keterangan: Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 2458 dengan jalan Muhammad
Ibn ‘Abid (Syaikh Ahmad). Menurut Imam Tirmidzi, hadits ini gharib atau dhaif
karena dalam snadnya terdapat seorang rawi yang bernama Aban Ibn Ishaq atau Alshabah
Ibn Muhammad.
b. Anjuran untuk berdoa agar terhindar orang yang tidak mempunyai rasa malu
حَدَّثَنَا
حَسَنُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا جَمِيلٌ الْأَسْلَمِيُّ،
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
" اللهُمَّ لَا يُدْرِكْنِي زَمَانٌ، أَوْ لَا تُدْرِكُوا زَمَانًا لَا يُتْبَعُ
فِيهِ الْعَلِيمُ، وَلَا يُسْتَحَى فِيهِ مِنَ الْحَلِيمِ، قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الْأَعَاجِمِ،
وَأَلْسِنَتُهُمْ أَلْسِنَةُ الْعَرَبِ "
Telah menceritakan Hasan Ibn Musa, telah
mengberitakan Ibn Lahi’ah, telah menceritkan Jamil Alaslami, diriwayatkan oleh Sahl
Bin Sa’ad bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; Ya Allah semoga tidak mengikutiku suatu zaman atau janganlah kamu
mengikuti suatu zaman yang tidak di ikuti di zaman itu orang yang berilmu dan
pada hati-hati mereka tidak mempunyai rasa malu pada orang yang sabar yaitu
hati orang-orang luar arab, dan bahasa mereka bukan bahasa orang arab
(HR.Ahmad).
Keterangan: menurut Imam Thabrani dalam Kitab
Alkabir, hadits ini dhaif karena ada seorang rawi yang bernama ibn lahi’ah.(Syamilah.
Musnad Imam Ahmad)
c. Akhlak Islam adalah rasa malu
حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الرَّقِّيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ،
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ يَحْيَى، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ
الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ»
Telah menceritakan Isma’il Ibn Abdullah Alraqi,
telah menceritakan ‘Isa Ibn Yunus, meriwayatkan Mu’awiyah Ibn Yahya, Zuhri dan Anas.
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
bagi setiap agama ada akhlak, dan sesungguhnya akhlak islam adalah rasa malu
(HR.Ibnu Majah).
d. Fitrah manusia diciptakan dengan berkeluh kesah
إِنَّ
الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا
مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى
صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24)
لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25) وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (26)
وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (27) إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ
غَيْرُ مَأْمُونٍ (28) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا
عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ
مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
(31) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (32) وَالَّذِينَ
هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ (33) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ
يُحَافِظُونَ (34) أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ (35)
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah
lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia
mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam
hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang
mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal
Ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah
orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya,
dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di syurga lagi
dimuliakan (Q.S Al-Maa’rij, 19-32).(Depag, 2005)
أخرج
عبد بن حميد وابن جرير وابن المنذر وابن أبي حاتم عن عكرمة رضي الله عنه قال : سئل
ابن عباس رضي الله عنهما عن الهلوع فقال : هو كما قال الله : { إذا مسه الشر
جزوعاً وإذا مسه الخير منوعاً } فهو الهلوع .
Mengeluarkan hadist Abdu hamid dan Ibnu Jarir dan
Ibnu Mundhiri dan Ibnu Abi Hatami dari I’krimah RA berkata: Ditanya Ibnu Abas
tentang berkeluh kesah, maka ia berkata seperti sesuatu yang difirmankan Allah
SWT; (Apabila kena kepadanya keburukan
maka dia berkeluh kesah, dan apabila kena kepadanya kebaikan maka di senantiasa
kikir) Maka yang demikianlah orang yang berkeluh kesah.
وأخرج
الطستي عن ابن عباس أن نافع بن الأزرق قال له : أخبرني عن قوله عز وجل : { إن
الإِنسان خلق هلوعاً } قال : ضجوراً جزوعاً نزلت في أبي جهل بن هشام ، قال : وهل
تعرف العرب ذلك؟ قال : نعم . أما سمعت بشر بن أبي حازم وهو يقول :لا مانعاً لليتيم
بخلقه ... ولا مكباً بخلقه هلعاً
Mengeluarkan
hadist Assuyuti dari ibnu Abas sesunguhnya Nafi Ibnu Azroqi berkata kepada Ibnu
Abas; Mengabarkan kepadaku dari firman Allah SWT; (Sesungguhnya manusia
diciptakan berkeluh kesah) berkata Ibnu Abas: kegelisahan, kecemasan. Diturunkan ayat
ini kepada Abi Jahal bin Hisyam, berkata Ibnu Abas apakah kamu mengetahui arti
berkeluh kesah? Ya, adapun saya dengar dari basyar ibn abi hazim bahwasanya dia berkata; tidak kikir kepada yatim karena perangainya... dan tidak juga berputus asa karean perangainya sambil berkeluh kesah.
وأخرج
ابن المنذر عن الحسن أنه سئل عن قوله : { إن الإِنسان خلق هلوعاً } قال : اقرأ ما ببعدها
، فقرأ { إذا مسه الشر جزوعاً وإذا مسه الخير منوعاً } قال : هكذا خلق .
Ibnu
Mundhiri mengeluarkan hadist dari Hasan, sesungguhnya Hasan ditanya tentang firman Allah SWT: (Sesungguhnya manusia diciptakan berkeluh kesah) lalu hasan berkata : bacalah olehmu sesudahnya, maka dia membaca (dimana
dia mendapat keburukan berkeluh kesah dan dimana mendapat kebaikan dia
senantiasa kikir) Berkata Hasan: seperti itulah manusia diciptakan.
وأخرج
ابن المنذر عن سعيد بن جبير في قوله : { هلوعاً } قال : شحيحاً جزوعاً .
Ibnu
Mundhiri mengeluarkan hadist dari Sa’id bin jubair tentang firman Allah SWT: (berkeluh
kesah) berkata Sa’id: yang kikir lagi gelisah.
وأخرج ابن المنذر عن عكرمة رضي الله عنه { هلوعاً } قال :
الضجر
Ibnu
Mundhiri mengeluarkan hadist dari I’krimah RA tentang firman Allah SWT: (berkeluh
kesah) berkata I’krimah: kecemasan, kegelisahan.
وأخرج
عبد الرزاق وابن المنذر عن قتادة رضي الله عنه { هلوعاً } قال : جزوعاً .
A’bdu Rozaq
dan ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari Qotadah RA tentang firman Allah (berkeluh
kesah) berkata Qotadah : tidak sabar, kegelisahan, kecemasan, kerisauan hati.
وأخرج ابن المنذر عن ابن عباس رضي الله عنهما { هلوعاً }
قال : الشره .
Ibnu
Mundhiri mengeluarkan hadist dari Ibnu Abas RA tentang firman Allah (berkeluh
kesah) berkata Ibnu Abas: ketamakan, kerakusan.
وأخرج ابن المنذر عن حصين بن عبد الرحمن { هلوعاً } قال :
الحريص .
Ibnu
Mundhiri mengeluarkan hadist dari Husain bin ‘Abdul Rahman (berkeluh kesah)
berkata : rakus.
وأخرج ابن المنذر عن الضحاك { هلوعاً } قال : الذي لا يشبع
من جمع المال.
Ibnu
Mundhiri mengeluarkan hadist dari Dhohaka (berkeluh kesah) berkata ; yang tidak
merasa puas dalam mengumpulkan harta.
وأخرج
الديلمي عن عليّ مرفوعاً يكتب أنين المريض ، فإن كان صابراً كان أنينه حسنات ، وإن
كان جزوعاً كتب هلوعاً لا أجر له .
Daelami
mengeluarkan hadist dari ‘Ali yang menuliskan tentang perasaan mengeluh karena
sakit, Apabila bersabar akan merasakan ketenangan, dan apabila tidak bersabar
akan berkeluh kesah dan gelisah.
أخرج
عبد بن حميد وابن المنذر عن قتادة رضي الله عنه في قوله : { إلا المصلين الذين هم
على صلاتهم دائمون } قال : ذكر لنا أن دانيال نعت أمة محمد صلى الله عليه وسلم
فقال : يصلون صلاة لو صلاها قوم نوح ما أغرقوا ، أو عاد ما أرسلت عليهم الريح
العقيم ، أو ثمود ما أخذتهم الصيحة . قال قتادة : فعليكم بالصلاة فإنها خلق من خلق
المؤمنين حسن .
‘Abdu bin Hamiid dan Ibnu Mundhiri mengeluarkan hadist dari riwayQatadah tentang firman Allah: (kecuali Al-Musholliin
yaiut orang-orang yang senantiasa shalat) Qatadah berkata: (dia menjelaskan kepada kami bahwa nabi
daniel seperti umat nabi muhammad saw. Lalu berkata: mereka shalat, jika kaum
nuh shalat mereka tidak akan ditenggelamkan, kaum ’ad tidak akan dikirim angin
dahsyat atau kaum tsamud tidak akan ditimpa siksa. Qatadah berkata: wajib bagi
kamu shalat, sebab shalat merupakan akhlaq di antara akhlaq mukmin yang baik.
وأخرج
عبد بن حميد عن إبراهيم التيمي رضي الله عنه في قوله : { الذين هم على صلاتهم
دائمون } قال : الصلاة المكتوبة .
‘Abdu bin
Hamid mengeluarkan hadist dari Ibrahim Tamiimii tentang firman Allah: (mereka
yang setia melaksanakan shalat) berkata: shalat seperti yang telah tertuliskan.
وأخرج
ابن أبي شيبة في المصنف عن ابن مسعود رضي الله عنه { الذين هم على صلاتهم دائمون }
قال : على مواقيتها .
Ibnu Abi
Syibeh mengeluarkan hadist dalam kitab almusnaf . meriwayatkan Ibnu Mas’ud tentang firman Allah (mereka yang setia
melaksanakan shalat) berkata: setia pada waktunya.
وأخرج
عبد بن حميد عن مسروق رضي الله عنه مثله .
‘Abdu bin Hamid mengeluarkan hadist dari
Masruq tentang firman Allah yang sama.
وأخرج
ابن أبي شيبة وابن المنذر عن عمران بن حصين رضي الله عنه { الذين هم على صلاتهم
دائمون } قال : الذي لا يلتفت في صلاته .
Ibnu Abi
Syibeh dan Ibnu Mundziri mengeluarkan hadist dari ‘Imran bin Husain tentang firman
Allah (mereka yang setia melaksanakan shalat) berkata; yang tidak berpaling dalam shalatnya.
وأخرج عبد بن حميد وابن جرير وابن المنذر وابن أبي حاتم
وابن مردويه عن عقبة بن عامر رضي الله عنه في قوله : { الذين هم على صلاتهم دائمون
} قال : هم الذين إذا صلوا لم يلتفتوا .
‘Abdu
bin Hamid, Ibnu Jarir, Ibnu Mundziri, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Murdawiyah mengeluarkan hadist dari ‘Uqbah bin ‘Amir
tentang firman Allah (mereka yang setia melaksanakan shalat) berkata; mereka
yang ketika shalat tidak berpaling.
D. Makna Jumal Hadist
Berdasarkan
hadist di atas dapat diambil esensi yang mendasar bahwa kita harus mempunyai
rasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara menjaga anggota tubuh kita dengan baik, menjaga apa-apa
yang terkandung dalam anggota tubuh kita, dan mengingat kematian maka itulah
yang dinamakan dengan malu yang sebenar-benarnya. Maka sesungguhnya akhlak
seorang muslim identik dengan malu dan tidak
mengeluh atau berkeluh kesah.
Orang yang
mengeluh dapat dilihat darimana dia mendapat keburukan selalu berkeluh kesah,
hatinya tidak merasa tenang, dan apabila
dia mendapat kebaikan dia senantiasa kikir tidak mau berbagi dengan orang lain.
E. Makna Tarbiyah
Akhlak
seorang muslim adalah memiliki rasa malu, dan tidak mudah berkeluh kesah. Orang
yang berkeluh kesah, adalah orang yang dimana dia mendapatkan keburukan ia
senantiasa berkeluh kesah hatinya tidak sabar senantiasa gelisah dan cemas. Dan
dimana ia mendapat kebaikan ia senantiasa kikir dan tidak mau berbagi kepada
orang lain.
Orang-orang
yang senantiasa melakukan sholat, berbagi dengan orang lain, menafkahkan sebagian
hartanya, selalu mengingat hari pembalasan, senantiasa takut kepada Allah dan
menjaga kemaluanya maka itulah orang-orang yang tidak melampaui batas.
Sebagai guru senantiasa harus mengidentifikasi
keadaan psikologi peserta didiknya.
Dalam pendidikan guru tidak hanya mengetahui keadaan fisik namun harus
diketahui juga keadaan psikis peserta didik agar guru tidak salah memberikan
materi dan penilaian kepada peserta didik, juga memahami kekurangan maupun
kelebihan peserta didik sehingga guru mampu menghadapi mereka dalam kondisi
apapun.
F. Analisis Tarbiyah
Menurut Tardif (Syah,
1997 / hal. 13) Pendidikan psikologi adalah sebuah bidang
studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia
untuk usaha-usaha kependidikan. Pendidikan psikologi juga adalah studi
sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan manusia.
Selama
hidupnya, manusia pasti pernah mengalami kegelisahan baik intensitasnya sering
ataupun jarang, apalagi di era globalisasi seperti saat ini yang membutuhkan
tingkat kompetitifitas yang tinggi untuk hidup di dalamnya. kegelisahan sendiri
berasal dari kata gelisah yang berarti tidak tentram hatinya, selalu merasa
khawatir,tidak senang tidak sabar, cemas sehingga kegelisahan merupakan hal
yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa
khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan.
sedangkan kita dapat mengetahui tanda tanda bahwa seseorang mengalami ketegangan
adalah dari tingkah lakunya. tingkah laku yang bagaimana? umumnya seorang yang
sedang tegang melakukan hal- hal yang tidak biasa dia lakukan seperti berjalan
mondar-mandir, duduk termenung sambil memegang kepalanya dan berbagai hal lain
yang mungkin dapat membingungkan orang yang melihatnya.
"Sigmon
Freud"seorang ahli psikoanalisa berpendapat, bahwa ada tiga macam
kecemasan yang menimpa manusia, yaitu: kecemasan kenyataan, kcemasan neoritik
dan kecemasan moril
Ø
Kecemasan
tentang kenyataan ( objektif )
Kecemasan
tentang kenyataan adalah suatu kenyataan yang pernah dialami oleh seseorang di
masa lalu yang membuat orang tersebut menjadi shocked karenanya. sebagai
contohnya, ketika seorang wanita mengalami kejadian penjambretan ketika ia
sedang berjalan di suatu wilayah tertentu. ketika wanita tersebut diajak
kembali ke tempat tersebut ia akan menjadi gelisah karena takut hal tersebut
akan terulang lagi padanya.
Ø
Kecemasan
Neoritis
Kecemasan
yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, takut akan hal yang
dibayangaknnya atau takut akan idnya sendiri sehingga menekan ego. kegelisahan
ini akan membuat seseorang menjadi gelisah akan suatu hal yang buruk yang sedang
di bayangkannya akan menjadi sebuah kenyataan. sebagai contohnya ayah dinar
akan dipindahkan ke kota lain dan mereka sekeluarga harus pindah ke kota
tersebut. kecemasan neoritis dinarpun memuncak ketika ayahnya membicarakan hal
tersebut kepadanya. dinar membayangkan bahwa hidupnya di daerah tersebut akan
tidak sebahagia di tempat yang ia tinggali sekarang karena kota baru tempat
dimana ayahnya akan dipindahkan tersebut terletak di suatu daerah yang
terpencil yang jauh dari tempat hiburan, dimana dinar sudah terbiasa untuk
tinggal di kota besar yang banyak tempat hiburannya. hal tersebut merupakan
sebuah contoh dari kecemasan Noritis.
Ø
Kecemasan moril
Kecemasan
moril sendiri disebabkan oleh pribadi seseorang dimana tiap pribadi memiliki
berbagai macam emosi seperti: iri, benci, dendam, dengki, marah, gelisah, rasa
kurang cinta, rasa iri, benci, dendam merupakan sebagian dari pernyataan
individu secara keseluruhan berdasarkan konsep yang kurang sehat, oleh karena
itu alasan untuk iri,benci,dengki kurang dapat dipahami oleh orang lain.
sifat-sifat seperti itu adalah sifat yang tidak terpuji bahkan mengakibatkan
manusia merasa khawatir, takut, cemas, gelisah dan putus asa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan
dari pembahsan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan dengan
istilah alnafs, namun adapula yang menyamakan dengan istilah alruh, meskipun istilah alnafs lebih populer
penggunaanya daripada istilah alruh. Psikologi dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab menjadi ilmu alnfas atau ilmu alruh. Penggunaan
masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.(Mujib dan
Mudzakir, 2001:3). Pendidikan
merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia
sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual.
2.
Aktualisasi
psikologi islami dalam pendidikan islami meliputi 3 aspek, yaitu:
a. Aspek jismiyah
b. Aspek nafsiyah
c. Aspek ruhaniyah
3.
Adapun makna jumal dari hadits-hadits yang berkenaan
dengan almadah fi altarbiyah (nafsiyah)yaitu, bahwa manusia dituntut untuk
memiliki rasa malu dengan sebenar-benarnya malu kepada Allah SWT. Manusia juga
dianugrahi rasa berkeluh kesah ketika menghadapi kesusahan, namun manusia tidak
dibenarkan untuk selalu dalam keadaan keluh kesah karena manusia juga
dianugrahi dengan potensi menghilangkan kesusahannya.
4.
Adapun makna tarbiyah yang tersurat dalam
hadits-hadits mengenai almadah fi altarbiyah (nafsiyah) yaitu, bahwa kita
sebagai calon guru ataupun guru mesti menanamkan rasa malu kepada Allah SWT
pada peserta didik kita, juga menanamkan bahwa tidak boleh terus menerus
berkeluh kesah.
B. Saran
Adapun saran yang akan
disarankan oleh penulis adalah, waktu pengerjaan makalah relatif singkat.
Penulis juga menyarankan adanya kajian yang lebih objektik, dengan melakukan
penelitian langsung ke lapangan, agar penulis benar-benar menghayati dari apa yang sedang dikaji.
DAFTAR PUSTAKA
Depag. (2005). Al-Qur’an dan
Terjemahnya Special For Woman. Jakarta: PT Sygma
Ibn Majah. (Tt). Maktabah
Syamilah. Sunan Ibn Majah.
Imam Ahmad. (Tt). Maktabah
Syamilah. Musnad Imam Ahmad.
Imam Tidmidzi. (Tt). Maktabah
Syamilah. Sunan Tirmidzi.
Mujib dan Mudzakir. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Rona
Khatulistiwa. 2010. Psikologi dalam Pendidikan Islam. [Online]. Tersedia:
http//Rona Khatulistiwa. Wordpress.com.//05112011.